Kalau aku perhatikan, iklan yang
menawarkan berbagai produk kecantikan selalu menggambarkan bahwa cantik itu
identik dengan kulit yang berwarna putih. Bertebaran iklan produk kecantikan
yang menjanjikan para perempuan akan memiliki kulit putih hanya dengan memakai
produknya. Bahkan ada iklan produk pelembab kulit yang membandingkan kulit
wajah seseorang yang belum memakai produk dengan mengotori lengan sang model
sehingga warna kulitnya menjadi gelap dan setelahnya menjadi putih merona.
Akhirnya semua orang digiring untuk memiliki kulit yang putih. Coba deh pergi
ke toko kosmetik, pasti produk yang ditawarkan selalu ada bahan untuk
memutihkan kulit baik wajah maupun tubuh. Akhirnya banyak sekali produsen yang
menawarkan krim pemutih kulit dengan instan.
Itu sudah terjadi dari jaman aku
masih sekolah dulu. Diawali dengan
kemuculan sebuah produk kosmetik yang menjanjikan kulit perempuan
menjadi putih hanya dalam hitungan seminggu. Remaja-remaja perempuan seusiaku
berlomba-lomba membeli produk itu. Ternyata setelah ditunggu sampai seminggu
kemudian, kulit tubuh dan wajah tidak berubah menjadi putih seperti model-model
yang mempromosikan produk tersebut.
Sekarang pun, dengan menjamurnya
apa-apa yang berbau Korea, banyak sekali perempuan yang berharap memiliki kulit
yang putih mulus seperti artis-artis yang muncul di drama korea. Begitu juga
dengan kosmetik yang berasal dari sana langsung menjadi serbuan para perempuan
Indonesia (termasuk aku tentunya, hehehe). Bahkan karena banyak perempuan
Indonesia yang mendambakan kulit yang putih dan bersih, banyak juga muncul
produk pemutih kulit yang tidak melalui proses uji kandungan produk di BPOM.
Sudah banyak cerita tentang perempuan yang wajahnya menjadi rusak karena
penggunaan krim pemutih yang tidak sesuai standar dan tidak melalui uji klinis
resmi.
Begitu juga dengan produk
pelangsing tubuh, bertebaran di media baik televisi maupun di media sosial.
Setiap hari ada saja yang menawarkan berbagai produk pelangsing yang dengan
instan bisa mengubah tubuh yang tadinya besar menjadi langsing. Dimulai dari
pil sampai susu. Akibatnya banyak sekali perempuan yang selalu berusaha untuk
jadi langsing dalam sekejap, lupa bahwa tubuh juga perlu nutrisi lain selain makanan/minuman
atau produk apapun yang mengklaim bisa memenuhi nutrisi seluruh tubuh dalam
sehari.
Propaganda yang dilakukan
produsen produk-produk di atas sepertinya berhasil membuat sebagian besar
perempuan di Indonesia menganggap bahwa cantik itu harus putih, tinggi dan
langsing. Selain itu ya masuk kategori biasa saja. Di Indonesia tak pernah ada
iklan produk kecantikan yang melibatkan model yang berkulit “eksotis” atau
model untuk orang dengan badan yang agak besar, kecuali si pemeran hanya untuk
dijadikan olok-olok samata.
Hal seperti Itu juga dialami anakku
Anin. Kebetulan Anin dikaruniai kulit
yang “eksotik” dari lahir. Menurutku itu bukanlah kekurangan yang harus
diperbaiki atau ditutupi karena setiap orang membawa bentuknya masing-masing.
Tak perlu juga harus terintimidasi oleh propaganda-propaganda tentang standar
kecantikan. Cuma memang propaganda itu sudah dianggap sebagai sesuatu hal yang
umum di pikiran banyak orang. Pengalamanku, setiap orang yang melihat Anin,
kulihat alisnya sedikit mengernyit. Selalu ada komunikasi yang tak pernah
kusukai.
“Kok agak gosong, ya?”
“Ah, emang anak saya gorengan
dibilang gosong?”
“Kok agak gelap?”
“Ah terang kok, kan lagi nggak
mati lampu”
“Kok beda sama ibunya?
“Ya bedalah, dia pribadi yang
beda kok.”
“Nanti juga kalo udah besar pasti
bisa merawat diri jadi bersih.”
“Lha, sekarang aja saya rawat
kok, dan Anin tetep bersih. Emang anak saya kotor?”
Banyak lagi percakapan model
begitu yang kuterima. Aku selalu menjawab setiap komentar yang kuterima dari
orang yang melihat Anin. Kupikir tak penting juga mengomentari tubuh orang yang
merupakan pemberian dari Sang Maha Pencipta. Aku memang tidak menyukai
percakapan yang menjurus ke body shaming, seakan semua kehidupan hanya bertumpu
pada kemolekan fisik. Menurutku sih tak penting membahas warna kulit orang
apalagi kalau dikatakan didepan orangnya.
Untunglah Anin nggak mengalami
rasa rendah diri walaupun dari kecil ia sudah terbiasa mendengar orang
berkomentar soal warna kulitnya. Aku terus menyemangatinya soal kecantikan
bukan hanya dimiliki oleh orang yang berkulit terang saja. Tak perlu merasa
malu karena itu bukanlah sesuatu yang terlalu penting untuk dipikirkan. Lebih
baik memfokuskan diri pada hal lain yang positif dan berguna. Bahkan menurutku
kulitnya itu cenderung ke eksotis. Sampai sekarang sih, tak pernah tercetus
sekalipun dari mulut Anin penyesalan memiliki kulit yang eksotis. Tak pernah
juga ia berusaha mencari krim pemutih kulit untuk wajahnya. Itu saja cukup
buatku.
Makanya, ayolah kita mulai
kurangi mengomentari bentuk fisik orang lain. Tak baik juga. Janganlah
bercakap, berbasa-basi atau bercanda yang berlebihan yang mengomentari
Bayangkan kalau orang yang kita komentari tersinggung kan gawat juga apalagi
sekarang udah ada aturan yang melarang body shaming.