Prolog
Reformasi birokrasi yang sudah beberapa saat dicanangkan pemerintah
dan secara bertahap diterapkan telah menjadikan proses perekrutan,
pengembangan, mutasi dan promosi SDM dilakukan
dengan pendekatan meritokrasi. Melalui pendekatan ini pengelolaan SDM
didasarkan pada kompetensi dan kemampuan pegawai. Menurut hikayat, konsep
meritrokrasi ini pada awalnya diperkenalkan oleh filsuf Aristoteles dan Plato
(gak tahu bener atau gak) yang menyatakan
bahwasanya sebuah negara seharusnya dipimpin oleh orang-orang yang paling
pandai, paling baik dan paling berprestasi.
Dalam pendekatan meritokrasi, semua orang dalam
organisasi mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang, mendapatkan promosi
dan mutasi (tentu saja dengan catatan sesuai kebijakan organisasi). Tak ada
lagi (semoga) pengembangan dan promosi
yang dilakukan semata karena urut kacang, senioritas, gender dan/atau kedekatan
kandidat dengan pejabat (dalam bahasa debat kandidat beberapa saat lalu, ini
disebut dengan istilah “’ordal” (orang dalam).
Salah satu contoh implementasi meritokrasi ini
dalam peengelolaan SDM adalah saat ini terdapat proses panjang dan
berjenjang ketika seorang kandidat akan diproyeksikan menduduki jabatan tertentu. Sang kandidat harus berada dalam boks talent tertentu yang didasarkan hasil uji
kompetensi manajerial sosio kultural dan kompetensi teknis (serta ada pertimbangan atasan). Sang kandidat
juga harus tetapkan sebagai talent untuk
jabatan tertentu, dan diminta mempersiapkan Statemen
of Pupose (SoP) untuk jabatan target.
SoP tersebut antara lain memuat rumusan ide-ide dan inovasi yang diusulkan
talent untuk diterapkan dalam jabatan
targetnya, Selanjutnya talent akan mengikuti
seleksi rekam jejak dan administrasi serta menjalani wawancara berjenjang.
Bahkan konon kabarnya, terkadang ada penugasan/persyaratan tambahan, Ketika Pimpinan berpendapat seluruh
instrumen pengukuran kompetensi yang ada, belum cukup memadai untuk mengukur
kompetensi yang dipersyaratkan
Dengan lika-liku dan tahapan proses yang dijalani,
orang yang akhirnya berhasil menduduki jabatan tersebut bisa dianggap orang
yang sangat kompeten dan luar biasa, kalau di miiter mungkin setara dengan
pasukan khusus pada beberapa kesatuan. Sehingga layak kiranya, Jika seseorang
yang berhasil menduduki jabatan tertentu menjadi berbangga hati dengan
pencapaiannya tersebut.
Dari omon-omon di sela bekerja, ada beberapa teman yang berpendapat bahwa cara pejabat berinteraksi dengan bawahan dan pegawai lainnya juga bagian dari ekspresi rasa bangga mereka atas pencapaiannya tersebut. Ada beberapa cerita menarik tentang itu meskpun belum tervalidasi kebenarannya, karena sangat subyektif dari penuturnya dan banyak sekali kondisi atau kata orang suasana kebatian saat peristiwa yang diceritakan terjadi. Namun apapun itu, semoga beberapa kisah ini bisa dijadikan pelajaran atau bahan obrolan ringan saat rehat pekerjaan wkkwkwkkwkw.
Inilah beberapa kisahnya.
Sayalah Bosnya, Saya yang menentukan
Yang pertama saat dia beragumentasi dengan sengit tentang pemikiran dan pendapatnay dalam diskusi internal di tempat kerjanya. Pimpinannya saat itu itu mengatakan “ sayalah bosnya, saya yang menentukan “’ , sebuah pernyatan yang membuatnya menjadi terdiam seribu Bahasa.
Yang kedua , saat dia mempertanyakan alasan tentang pemimdahannya ke seksi lain yang baru ditempatinya dua minggu dan sedang proses beradaptasi dengan pekerjaan dan suasana baru , jawaban pimpinannya :’’ kalau semua yang diketahui atasan, harus diketahui bawahan, apa bedanya atasan dengan bawahan”’
Dua
Mendadak Formal
“’saya mengenal Ibu itu sudah lama, kami sering
terlibat dalam penugasan bersama baik tusi maupun non tusi. Tak ada kendala
dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam pelaksanan tugas tim ini. Kami
berdua saling bahu membahu dalam penyelesaian banyak penugasan, jika ada salah
satu kami yang kerepotan maka yang lainnya tak segan membantu untuk
menyelesaikan, demikian sebaliknya. Jika ada salah satu yang salah keliru maka
yang lainnya tak segan untuk mengingatkan bahkan kadang dengan bahasa yang
mungkin buat orang yang tidak tahu , adalah kata kata yang memerahkan telinga.
Interaksi semacam ini masih berlanjut meskipun beliau sejak beberapa tahun yang lalu
dipercaya pimpinan menduduki jabatan kepala seksi. Sebuah penghargaan sepadan atas
kecakapan. Kemampuan dan kompetensinya dalam pelaksanaan tugas.
Namun, beberapa bulan yang lalu sikapnya mulai
berubah. Ada satu peristiwa yang mungkin menjadi pemicunya. Kami mendapatkan
penugasan menyelesaikan suatu pekerjaan dalam sebuah tim. Seperti biasanya, meskipun
tdak tertulis dan menjadi kesepakatan, dalam menyelesaian pekerjaan bersama tersebut
untuk bagian tertentu sayalah yang
menyusun konsepnya terus beliau menyempurnakan , dan di bagian yang lain beliau yang menyusun dan sayalah yang memberikan masukan.
Saat mendekati tenggat waktu penyelesaian
pekerjaan tersebut , beliau mendapat penugasan lain dan menurut saya agak mengabaikan penyelesaian tugas tim yang ada. Mungkin saja beliau punya
pandangan bahwa tugas berikutnya lebih prioritas sehingga
tugas lain bisa ditunda atau didelegasikan.
Ketika saya secara terbuka mengkritiknya
(sesuatu yang sudah sering saya lakukan sebelumnya ) beliau terlihat marah dan
merubah gaya berkomunikasi dengan saya. Kata-katanya menjadi sangat formal
seolah -olah ingin menunjukan bahwa ‘’saya kasi dan kamu umbi”’. Entah mungkin
saya terlalu baper yaa “, ujar teman saya saat menceritakan ini
Sejak saat itu, kata teman saya, saya juga terpaksa
menyesuaikan untuk bersikap formal, panggilan kepada beliau tidak lagi dengan
mbak tetapi Ibu, dalam berinterakasi baik teks maupun lesan juga menyesuaikan
menjadi lebih formal misalnya penggunaan kata mohon arahan dan petunjuk, mohon
perkenan.
Meskipun pada awalnya membuat saya hampir kram
lidah, tapi sekarang sudah agak terbiasa
Tiga
“Bapak yang Rendah Hati”
teman saya bercerita : saya bersama Bapak Itu
sejak beliau masih menjadi pelaksana. Seorang pegawai yang masuk melalui jalur
Sarjana S2. Beliau dikenal sangat cakap di bidangnya dan menjadi andalan pada
unit kerja. Kemampuan verbal dan analisa sangat menonjol, semangat belajar luar
biasa dan semua penugasan yang diberikan selalu tuntas diselesaikan. Sehingga
semua teman saat itu memprediksi bahwa karirnya ke depan akan cemerlang.
Terbukti kemudian beberapa tahun kemudian,
beliau telah menduduki jabatan menengah pada salah satu kementerian. Pencapaiannya
tersebut tidak membuat belia menjadi sombong dan angkuh, beliau tetap seperti
yang saya kenal bertahun tahun yang lalu rendah hati dan ramah kepada semua
orang. Dalam berdiskusi beliau memberikan kesempatan kepada anggota timnya untuk
bisa mengemukakan pendapat dan argumennya, tidak pernah membatasi hanya dari
kalangan pejabat saja. Sangkin sopannya beliau tidak pernah memanggil anggota
timnya langsung dengan nama saja
tetapi selalu melekatkan mas atau
mbak, Bapak atau Ibu di depannya misalnya Mas anu, Mbak Itu dst.
Empat
“’Ikut rame-rame”’
Beberapa teman pernah bercerita:
“’Dulu saat masih sama sama satu ruangan’’
demikian teman saya memulai ceritanya “’ Mas Pejabat itu dalam kesehariannya
sangat egaliter tidak pernah membeda-bedakan orang dalam berkomunikasi dan
berinteraksi. Sosok yang senang diskusi tentang semua topiik dengan siapapun.
Salah satu yang membuat orang nyaman dengan beliau adalah dinamika apapun yang
terjadi di ruang diskusi tidak akan terbawa keluar ruang diskusi. Jadi meskipun
saling beradu argument secara keras ngotot dan panas dalam diskusi, setelahnya akan kembali bercanda dan tertawa
bersama, ngopi bersama.
Sikap Itu tak menjadi berubah setelah beliau
mendapat kepercayaan menduduki jabtatan yang lebih tinggi, kepada kami beliau
masih sering wa, menelpon sekedar untuk
bercanda atau meledek. Tetap akrab seperti sebelumnya. Ada satu momen ketika
kami bepergian untuk acara resepsi salah satu teman kerja, Beliau tidak
menggunakan transportasi udara dan lebih memilih bersama kami menggunakan kendaraan darat kami agar bisa seru-seruan.
Tak ada yang berubah dari sebelumnya.
Bapak dari Unit mana?
“’Saya dan beliau sudah saling mengenal sejak
beberapa tahun yang lalu. Selain sering bersama-sama hadir dalam rapat untuk
mewakili unit kami masing masing, kami sering bertemu saat menggunakan transportasi umum KRL. Meskipun tidak
intens mengobrol, kami sering bertegus sapa saat menunggu kereta ataupun turun kereta.
Pada masa pandemi kami tak pernah bertemu
fislk, hanya sesekali bertemu dalam rapat daring. Setelah pandemi berakhir suatu ketika kami
bertemu dalam sebuah rapat offline. Saat itu, setelah rapat saya menghampiri kursinya
yamg kebetulan berjauhan. Saya menyapa dengan pertayaan standar orang yang lama
tidak bertemu, mas apa kabar? Saya kaget ternyata bukan jawaban standar yang
biasa saya terima dari beliua, tetapi justru pertanyaan : Bapak siapa, dari unit
mana?
Pertanyaan yang membuat saya terkesima dan
bertanya tanya, apakah saya sekarang terlihat beda sehingga tak dikenali lagi
oleh orang-orang? Namun saat pembawa acara mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan mengucapkan
nama beliau beserta jabatannya sebagai
Kabag, saya menduga-duga bahwa inilah penyebabnya. Kata sebuah lagu “”kamu yang
dulu bukanlah, yang sekarang “’ saya harus lebih sopan dan formal karena
perbedaan kasta, saya pegawai biasa dia pejabat di tempatnya’’ begitu teman saya
menutup ceritanya.
Enam
Panggil saya Bapak/Ibu
Dulu para pejabat di level seksi telah
mendapatkan ruang kerja khusus yang terpisah dengan pejabat yang lain. Kalaupun
tidak mereka di tempatkan dengan meja dan kursi yang menghadap pada pegawai
yang menjadi bawahan. Dalam berpakaian beberapa organisasi terdapat ketentuan
tentang tatacara berpakaian dan/atau tanda tanda jabatan yang menjadi atribut pada pakain untuk menunjukan pangkat dan/atau jabatan yang mengenakannya.
Saat ini, pengaturan ruang kerja sudah sangat
berubah dari pengaturan sebelumnya, beberapa unit mendesain tidak ada ruangan
atau meja untuk orang atau jabatan tertentu. Dalam berpakaianpun beberapa unit organisasi tidak lagi membedakan atribut untuk menunjukan pangkat dan jabatan. Sehingga orang yang baru tahu atau memasuki unit
baru akan suit membedakan yang manakah pejabat pada ruangan itu.
Nah, satu cara yang digunakan untuk membedakan
seorang pejabat dengan pegawai biasa adalah dengan melihat bagaimana orang
disekeliingnya berinteraksi dan berkumunikasi. Jika orang orang sekelilingnya
bersikap formal salah satunya dengan panggilan ibu/ Bapak meskipun masi muda maka
kemungkinan orang tersebut adalah pejabat di situ.
Ada satu cerita dari teman saya, bahwa ada
temannya yang sejak awal pelaksana bersama sama dan terbiasa memannggil dengan
panggilan mas karena akrabnya. Tetapi begitu menjabat jabatan tertentu beliau tidak
lagi berkenan di panggil mas. Sejak saat itu, kata teman saya, maka dalam
interkasi di pekerjaan maupun di luar pekerjaan beliau mulai membiasakan dengan
panggilan Bapak.
Tujuh
Jangan Terlalu Maju
Dalam Penyelesaian pekerjaaan atau tugas sangat sering dilaksanakan rapat pembahasan yang melibatkan unit unit terkait. Dalam rapat tersebut selain dihadiri pejabat, juga mengikutsertakan tim tekniis dari unit yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan rapat, kata beberapa teman ada pejabat yang mempunyai kebijakan yang berbeda dalam mengikut sertakan timnya dalam rapat.. Ada yang membebaskan tim untuk ikut menyampaikan pendapatnya , tetapi ada juga yang sangat membatasi timnya untuk bicara. Mungkijn ini berkaitan dengan pandangan bahwa kewibawaan sang atasan akan menjadi turun kalau timnya sama atau lebih banyak berpendapat dibandingkan pejabat yang bersangkutan.
Karena
kondisi seperti ini, biasanya saat seseorang baru pindah dan bergabung pada
sebuah unit dan diminta mengikuti rapat dengan atasannya, ada yang berinisiatif
untuk meminta arahan bagaimana harus bersikap dan berkontrinusi dalam rapat,
sehingga membuat nyaman sang atasan.
Ada satu
cerita , ketika seorang teman melakukan hal ini, yang dia terima dar atasannya
adalah : “Ok , silahkan kamu bicara sesuai keahlian dan tusi kita , tetapi
jangan terlalu maju”
Epilog
Dalam
bekerja kita tidak bisa memilih siapa teman kerja kita dan siapa atasan kita. “’Kepala boleh sama, rambut boleh
sama hitamnya atau sama putihnya karena usia, tetapi isi kepala orang berbeda
beda. Cerita-cerita ini mungkin benar, tetapi bisa saja salah, tetapi mungkin bisa menjadi referensi dalam kita berinteraksi
dengan bapak ibu pejabat kita.karena kita masih harus bekerja bersama inshallah
bukan satu dua hari lagi saja, tapi masih akan bertemu lagi selama masa pengabdian
kita.
Saya sendiri
selama 29 tahun bekerja, Alhamdulillah ketemu atasan baim baik saja, mungkin
karena saya orang baik wkkwkwkwkkw…
Ada sebuah kalimat yang sering dijadikan status oleh beberapa teman dalam medsosnya “jabatan akan tamat, tetapi bagaimana kau memperlakukan
orang akan selalu diingat’
Mohon maaf
sekiranya ada yang tidak berkenan
Kampung Ujung Harapan, Mei 2024