Selain cara memanggil, hal pertama yang banyak diajarkan oleh orang tua
kepada anaknya saat mulai mengerti adalah mengenalkan angka, berhitung lebih
tepatnya. Orang tua akan terlihat sangat gembira ketika anak sudah mampu
menghitung satu sampai sepuluh dengan lancar. Kapan mulai bisa berhitung tanpa
meloncat-loncat mungkin menjadi salah satu moment perkembangan anak yang akan
selalu diingat.
Soal adanya tahapan untuk dapat menghitung secara berurutan pada anak
ini biasa terjadi. Dari pengalaman anak sendiri dan beberapa kenalan, ada fase
dimana anak memerlukan waktu sebelum akhirnya mampu menyebut urutan angka-angka
itu dengan benar. Umumnya angka 1 sampai dengan 3 bisa dengan mudah disebutkan
namun setelah itu banyak variasi yang terjadi. Ada yang melupakan angka 4,
langsung loncat ke 5, 6, 7 atau angka lainnya. Jika sudah begitu, orang tua
biasanya akan menyampaikan kembali kepada anak urutan mana yang sesuai.
Tidak semua orang tua hanya merasa gemas ketika anak lupa mengurutkan
angka, ada juga yang kesal karena kejadian sama yang terus berulang. Maka untuk
lebih memudahkan anak mengingat, para pendidik usia dini telah menciptakan
banyak lagu-lagu sederhana dengan nada yang riang sebagai alat bantu bagi anak
untuk lebih mudah mengingat. Memang demikianlah salah satu tips dalam
pengajaran pada anak usia dini, belajar dengan riang, berkembang dengan senang.
Ada banyak lagu anak populer yang dimaksudkan atau bernilai untuk
pendidikan. Dari mulai mengenalkan warna dalam lagu balonku sampai lagu yang
mengajarkan nama-nama hari. Nama-nama hari ini termasuk juga hal awal yang
diajarkan kepada anak karena nama hari adalah sesuatu yang kita temui setiap
hari. Lagunya begitu populer hingga saya rasa semua anak usia balita pernah
menyanyikannya.
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu itu nama-nama hari.
Sederhana dan langsung ke tujuan dengan nada yang terdengar menyenangkan. Cukup
dengan bernyanyi seluruh nama hari sudah dapat dikuasai. Saya termasuk yang
mengamalkan metode pengajaran nama-nama hari pada anak melalui lagu ini.
Hasilnya cukup menggembirakan walaupun tidak langsung sesuai harapan.
Kendalanya hampir sama dengan pengenalan angka. Meskipun di lagu
Nama-nama Hari itu hari Senin sampai Minggu sudah diurutkan dan anak dengan
mudah bernyanyi sesuai urutannya, ketika ditanya hari apa esok setelah hari ini
selalu saja ada yang tertukar di awal-awal pengajaran. Contohnya adalah saat
anak diberitahu bahwa kalau hari ini adalah hari Selasa, kemudian ditanya, ‘Besok
jadinya hari apa?’ Kadang Ia menjawab Kamis, Sabtu atau hari lainnya. Jika sudah
begitu, biasanya saya mengarahkan anak untuk kembali mengingat urutan hari
dalam lagu Nama-nama Hari. Begitulah sampai akhirnya anak mulai lancar dan
benar saat memberikan jawaban sesuai dengan hari yang ditanyakan.
Ada kejadian lucu soal nama-nama hari itu ketika anak yang sudah mulai
bersekolah masih belum juga tidur saat malam sudah mulai larut. Kebetulan hari
itu adalah hari Minggu. Usai pulang dari pergi jalan-jalan di sebuah pusat
perbelanjaan, anak begitu antusias untuk membuka mainan yang baru dibelikan
untuknya begitu tiba di rumah. Meskipun sudah dibujuk untuk besok saja
membukanya karena sudah malam, tetapi namanya juga anak, ia tak kuasa menahan
hasrat untuk melihat kembali mainan yang kini sudah resmi menjadi miliknya itu.
Sebagai orang tua kami sudah mahfum, jika ini dibuka pasti bukan hanya
sekadar melihat tetapi akan dilanjutkan dengan memainkannya. Maka sebelum
dibuka, kami melakukan ‘negosiasi’ agar situasi ke depan tetap kondusif. Di
satu sisi keinginan anak terpenuhi namun
dalam batas-batas yang tidak membuat malam menjadi lebih panjang. ‘Boleh dibuka
tetapi sebentar saja memainkannya, ya. Lima belas menit, setelah itu kita
persiapan untuk tidur.’ Tawaran yang langsung diiyakan anak tanpa pikir panjang
karena begitu kebeletnya untuk membuka mainan yang ada di depannya.
Dan kejadian selanjutnya mungkin sudah bisa diduga. Menjelang durasi
batas lima belas menit itu tiba, belum ada tanda-tanda anak akan mengakhiri
permainannya. Asyik dan terhanyut di dalamnya. Maka disinilah peran kami selaku
orang tua untuk mengingatkannya sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati
tadi. Soal perjanjian di awal ini penting dalam mengatur anak-anak jaman
sekarang. Dengan adanya pembicaraan awal soal batasan-batasan, kita sebagai
orang tua akan lebih mudah sewaktu sudah tiba waktunya untuk mengambil
tindakan. Biasanya respon anak hanya sedikit protes atau berusaha merayu
meminta tambahan waktu.
Demikianlah yang terjadi saat kami mengingatkan pada anak bahwa masa
bermainnya sudah selesai. ‘Sudah mainnya ya, Nak. Sudah lima belas menit, besok
boleh main lagi. Sekarang kita siap-siap bobo dulu, besok kan Adek sekolah.
Hayo, inget gak besok hari apa?’ Meskipun masih tersirat wajah kurang senang, ia
menyerahkan mainan yang masih ada ditangannya, tetapi bukannya menjawab ia
malah balik bertanya, ‘Hari apa memang besok, Yah?’
Disinilah kejadian lucu itu. Saat diberitahu bahwa hari ini adalah hari
Minggu dan kemudian sambil mengingatkan lagu Nama-nama hari kami bertanya, ’Habis
Minggu, apa?’ Ada jeda bagi kami untuk menunggu jawaban darinya tiba. Entah
mungkin karena masih terganggu karena hasrat bermainnya yang belum tuntas atau
mungkin tengah mencoba kembali mengingat urutan hari dari lagu Nama-nama Hari,
jawaban yang keluar darinya adalah,’Habis Minggu, Itu nama-nama hari, Yah!’
Jawaban yang ‘benar’ sekaligus membuat kami terpana dan tertawa. Benar
karena memang begitulah liriknya. ‘Tapi bukan itu jawaban yang diminta,
Bambang!’, ujar kami. Tentu saja hanya dalam hati. Nama anak kami bukan
Bambang. Itu adalah kalimat canda yang biasa diungkapkan orang-orang saat ada
ketidaknyambungan antara pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Karena sudah
menjelang larut malam, kami hanya memberi jawaban singkat pada anak bahwa besok
adalah hari Senin. Sambil mengantarkannya ke kamar mandi untuk bersih-bersih
sebelum tidur, diam-diam kami merasa masih berhutang penjelasan pada anak
bagaimana peralihan nama hari dari Minggu ke Senin itu. Sebelum tidur kami
mengingatkan diri bahwa mengajarkan anak, bahkan untuk hal yang sederhana sekali
pun memerlukan banyak perhatian tidak cukup hanya dengan lagu saja.
Kami akhiri malam itu dengan mengecup keningnya dan mengucapkan,
‘Selamat malam sayang, selamat bobo anak pintar.’
BK,190322