Benteng setan jebol, berkali-kali
diumpat: setan!!!
muka setan yang merah merona,
memucat masam, berkali-kali
setan tenan.
Benteng setan jebol, berkali-kali
diumpat: setan!!!
muka setan yang merah merona,
memucat masam, berkali-kali
setan tenan.
Selain cara memanggil, hal pertama yang banyak diajarkan oleh orang tua kepada anaknya saat mulai mengerti adalah mengenalkan angka, berhitung lebih tepatnya. Orang tua akan terlihat sangat gembira ketika anak sudah mampu menghitung satu sampai sepuluh dengan lancar. Kapan mulai bisa berhitung tanpa meloncat-loncat mungkin menjadi salah satu moment perkembangan anak yang akan selalu diingat.
Soal adanya tahapan untuk dapat menghitung secara berurutan pada anak ini biasa terjadi. Dari pengalaman anak sendiri dan beberapa kenalan, ada fase dimana anak memerlukan waktu sebelum akhirnya mampu menyebut urutan angka-angka itu dengan benar. Umumnya angka 1 sampai dengan 3 bisa dengan mudah disebutkan namun setelah itu banyak variasi yang terjadi. Ada yang melupakan angka 4, langsung loncat ke 5, 6, 7 atau angka lainnya. Jika sudah begitu, orang tua biasanya akan menyampaikan kembali kepada anak urutan mana yang sesuai.
Tidak semua orang tua hanya merasa gemas ketika anak lupa mengurutkan angka, ada juga yang kesal karena kejadian sama yang terus berulang. Maka untuk lebih memudahkan anak mengingat, para pendidik usia dini telah menciptakan banyak lagu-lagu sederhana dengan nada yang riang sebagai alat bantu bagi anak untuk lebih mudah mengingat. Memang demikianlah salah satu tips dalam pengajaran pada anak usia dini, belajar dengan riang, berkembang dengan senang.
Ada banyak lagu anak populer yang dimaksudkan atau bernilai untuk pendidikan. Dari mulai mengenalkan warna dalam lagu balonku sampai lagu yang mengajarkan nama-nama hari. Nama-nama hari ini termasuk juga hal awal yang diajarkan kepada anak karena nama hari adalah sesuatu yang kita temui setiap hari. Lagunya begitu populer hingga saya rasa semua anak usia balita pernah menyanyikannya.
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu itu nama-nama hari. Sederhana dan langsung ke tujuan dengan nada yang terdengar menyenangkan. Cukup dengan bernyanyi seluruh nama hari sudah dapat dikuasai. Saya termasuk yang mengamalkan metode pengajaran nama-nama hari pada anak melalui lagu ini. Hasilnya cukup menggembirakan walaupun tidak langsung sesuai harapan.
Kendalanya hampir sama dengan pengenalan angka. Meskipun di lagu Nama-nama Hari itu hari Senin sampai Minggu sudah diurutkan dan anak dengan mudah bernyanyi sesuai urutannya, ketika ditanya hari apa esok setelah hari ini selalu saja ada yang tertukar di awal-awal pengajaran. Contohnya adalah saat anak diberitahu bahwa kalau hari ini adalah hari Selasa, kemudian ditanya, ‘Besok jadinya hari apa?’ Kadang Ia menjawab Kamis, Sabtu atau hari lainnya. Jika sudah begitu, biasanya saya mengarahkan anak untuk kembali mengingat urutan hari dalam lagu Nama-nama Hari. Begitulah sampai akhirnya anak mulai lancar dan benar saat memberikan jawaban sesuai dengan hari yang ditanyakan.
Ada kejadian lucu soal nama-nama hari itu ketika anak yang sudah mulai bersekolah masih belum juga tidur saat malam sudah mulai larut. Kebetulan hari itu adalah hari Minggu. Usai pulang dari pergi jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan, anak begitu antusias untuk membuka mainan yang baru dibelikan untuknya begitu tiba di rumah. Meskipun sudah dibujuk untuk besok saja membukanya karena sudah malam, tetapi namanya juga anak, ia tak kuasa menahan hasrat untuk melihat kembali mainan yang kini sudah resmi menjadi miliknya itu.
Sebagai orang tua kami sudah mahfum, jika ini dibuka pasti bukan hanya sekadar melihat tetapi akan dilanjutkan dengan memainkannya. Maka sebelum dibuka, kami melakukan ‘negosiasi’ agar situasi ke depan tetap kondusif. Di satu sisi keinginan anak terpenuhi namun dalam batas-batas yang tidak membuat malam menjadi lebih panjang. ‘Boleh dibuka tetapi sebentar saja memainkannya, ya. Lima belas menit, setelah itu kita persiapan untuk tidur.’ Tawaran yang langsung diiyakan anak tanpa pikir panjang karena begitu kebeletnya untuk membuka mainan yang ada di depannya.
Dan kejadian selanjutnya mungkin sudah bisa diduga. Menjelang durasi batas lima belas menit itu tiba, belum ada tanda-tanda anak akan mengakhiri permainannya. Asyik dan terhanyut di dalamnya. Maka disinilah peran kami selaku orang tua untuk mengingatkannya sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati tadi. Soal perjanjian di awal ini penting dalam mengatur anak-anak jaman sekarang. Dengan adanya pembicaraan awal soal batasan-batasan, kita sebagai orang tua akan lebih mudah sewaktu sudah tiba waktunya untuk mengambil tindakan. Biasanya respon anak hanya sedikit protes atau berusaha merayu meminta tambahan waktu.
Demikianlah yang terjadi saat kami mengingatkan pada anak bahwa masa bermainnya sudah selesai. ‘Sudah mainnya ya, Nak. Sudah lima belas menit, besok boleh main lagi. Sekarang kita siap-siap bobo dulu, besok kan Adek sekolah. Hayo, inget gak besok hari apa?’ Meskipun masih tersirat wajah kurang senang, ia menyerahkan mainan yang masih ada ditangannya, tetapi bukannya menjawab ia malah balik bertanya, ‘Hari apa memang besok, Yah?’
Disinilah kejadian lucu itu. Saat diberitahu bahwa hari ini adalah hari Minggu dan kemudian sambil mengingatkan lagu Nama-nama hari kami bertanya, ’Habis Minggu, apa?’ Ada jeda bagi kami untuk menunggu jawaban darinya tiba. Entah mungkin karena masih terganggu karena hasrat bermainnya yang belum tuntas atau mungkin tengah mencoba kembali mengingat urutan hari dari lagu Nama-nama Hari, jawaban yang keluar darinya adalah,’Habis Minggu, Itu nama-nama hari, Yah!’
Jawaban yang ‘benar’ sekaligus membuat kami terpana dan tertawa. Benar karena memang begitulah liriknya. ‘Tapi bukan itu jawaban yang diminta, Bambang!’, ujar kami. Tentu saja hanya dalam hati. Nama anak kami bukan Bambang. Itu adalah kalimat canda yang biasa diungkapkan orang-orang saat ada ketidaknyambungan antara pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Karena sudah menjelang larut malam, kami hanya memberi jawaban singkat pada anak bahwa besok adalah hari Senin. Sambil mengantarkannya ke kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum tidur, diam-diam kami merasa masih berhutang penjelasan pada anak bagaimana peralihan nama hari dari Minggu ke Senin itu. Sebelum tidur kami mengingatkan diri bahwa mengajarkan anak, bahkan untuk hal yang sederhana sekali pun memerlukan banyak perhatian tidak cukup hanya dengan lagu saja.
Kami akhiri malam itu dengan mengecup keningnya dan mengucapkan, ‘Selamat malam sayang, selamat bobo anak pintar.’
BK,190322
Gerangan apa telah merapuhkan jiwa?
Malam merintih di atas buih
Saat kusentuh lembut jemari dan wajahmu
Telah kurobek tirai kesopanan
Dan andai kau tahu,
Kini aku terperangkap dalam jaring-jaring
penyesalan
Perjumpaan kita baru sekejap saja
Tetapi kita sudah hendak kemana?
Bila lautan berdegup dengan
hempasan-hempasan gelombang
Dan kehadiran malam ditandai dengan kerlip
bintang-bintang
Lalu, pada apakah perjumpaan kita mencoba
mengurai makna?
Disini, saat aku tenggelam dalam kesendirian
Merpati jiwaku terbang menembus awan
Tetapi jawaban, entah dimana masih
tersimpan
Yang kudapati hanya
Sebuah jiwa yang teramat lelah
Dan ingin bersandar
ND453
Mungkin
Melasti,
Jimbaran,
Badung
dan Bali
Serta engkau
Negeri yang teramat indah dikunjungi,
tapi tetap saja,
padaku telah ada dia,
yang hadirnya seumpama rumah,
ruang dimana aku,
akan selalu merindukan pulang
(Ujung harapan, 220222 )
@tetehnumaketiung
Catatan Perjalanan
BALI dan G20
Deru roda pesawat perlahan berhenti. “…para penumpang yang terhormat, saat ini kita telah mendarat di Bandara Ngurah Rai….suara renyah seorang petugas maskapai melalui microphone pesawat, terdengar berkumandang.
Alhamdulillah, syukurku dalam hati, sepanjang penerbangan tadi, cuma satu yang kuharapkan yaitu pesawat yang kami tumpangi cepat mendarat di bandara tujuan. “Udah sampe, De,” ujarku pada si bungsu yang menemani perjalananku kali ini.
Setelah mengikuti prosedur yang ada, langsung saja kami bergegas keluar menuju mobil yang sudah kami sewa. Sopirnya, orang Bali asli, Bli Wayan, dengan sigap memasukkan koper ke dalam bagasi dan siap mengantar kami ke penginapan. Aku sangat menikmati sepanjang perjalanan, terbersit perasaan senang dalam hatiku, mengingat sudah lama aku tak menginjak tanah ini.
Tanah Bali yang cantik dan menyenangkan.
“Kesini dalam rangka apa, Bu?” tanya Bli Wayan
membuka percakapan.
“Berlibur saja, Bli, sedang cuti beberapa hari,
lumayan buat refreshing” jawabku,
Bli Wayan mengangguk, “Gimana Bli situasi
disini, apakah sudah aman?” tanyaku melanjutkan percakapan,
“Yah, sekarang sudah mulai rame sedikit, Bu.
Banyak rombongan dari kantor yang datang ke Bali. Ada juga rombongan pejabat
atau delegasi yang datang, tidak seperti
sebelumnya, waktu masih PSBB, sepi.. Bu,” suara Bli Wayan terdengar berat.
“Oh iya Bli,” kataku sambil melihat sisi kanan
kiri bandara dengan spanduk G20 yang berkibar-kibar, megah.
“Bagaimana ya Bu, Bali ini sangat tergantung
sekali pada pariwisata, jadi kalau seperti ini terus, terasa sekali imbasnya
pada kami, coba Ibu lihat sekarang ini di jalan sudah mulai ramai, kalau
sebelumnya sepi sekali Bu, semoga saja Bali bisa kembali ramai dikunjungi
wisatawan” ucapnya lagi.
Aku mengiyakan kata-kata Bli Wayan, dan
mengingat kembali agenda Indonesia sebagai presidensi G20 periode ini. Delegasi
dari 19 negara dan Uni Eropa hadir untuk
membahas berbagai masalah finansial dan yang lebih luas dari itu, dan mencari solusinya bersama-sama.
Nuansa presidensi G20 ini sudah mulai terasa, sejak di bandara yang dipenuhi
pernak-pernik publikasi sampai jalan-jalan di Bali. Dalam hati aku merasakan juga
kebanggaan negeriku bisa terpilih menjadi tuan rumah perhelatan dunia, dengan
20.988 delegasinya akan mengunjungi beberapa kota di Indonesia termasuk Bali, dan
tak lupa mengaminkan juga ucapan Bli Wayan yang mencerminkan harapan paling
tidak sebagian masyarakat Bali.
Dan setelah beberapa hari… kami kembali lagi dalam
kabin pesawat yang mengudara meninggalkan tanah Bali di kejauhan..
Aku teringat lagi pertemuan dengan mbok-mbok di
pantai Kuta yang berebut menawarkan memijat bahu, kaki, dan mengoles kuku,
trenyuh pada sinar mata yang mengiringi percakapan dan terngiang kalimat lugu mereka "kalo gak ada yang ke Bali lagi, bagaimana ya, padahal kami perlu ke dapur.. “
Dan... terasa
agak melegakan hati untuk bisa sedikit saja membesarkan hati mereka dengan berkata bahwa dengan adanya program vaksinasi dan penurunan level PPKM,
insyaAllah, Bali akan kembali meriah apalagi dengan terpilihnya Indonesia untuk
presidensi G20 dan rencana penyelenggaraan KTT G20 yang akan dilaksanakan di
Bali, semoga bisa menjadi sebuah oase yang menyejukkan di tengah gigihnya
perjuangan melawan pandemi, dan berhasil menarik kembali para wisatawan kesana.
Dari sisi jendela pesawat, disamping awan putih
yang melayang tanpa beban, terucap lirih “recover together, recover stronger, semoga dapat segera terwujud”. Go Bali, Go Indonesia.
Malam itu, Pukul 20.30
“You want me to stay here this night?”
Rubi menatap laki-laki itu dalam, tersenyum, lalu menggeleng dan menjawab,”No, you gotta go home”.
Laki-laki itu membelai wajahnya lembut, mengecup keningnya sebelum kemudian merengkuh tubuh mungilnya. Pelukan hangat itu tidak pernah bisa Rubi lupakan.
Sisa hujan malam itu terasa amat dingin. Sosok laki-laki itu sudah menghilang ditelan tangga yang menuju lantai dasar kamar kost-nya. Namun Rubi masih mematung, berharap laki-laki itu menghentikan langkahnya dan kembali. Lalu, Rubi mendengar suara deru mesin kendaraan yang semakin menjauh dan menghilang. Dia menarik nafas dalam, beranjak membuka pintu kamar lalu bersandar pada dinding yang sejuk.
Sepengingat Rubi, ini adalah bulan ke 5 dia menjalani hari-harinya bersama laki-laki itu. Semakin hari, Rubi merasakan rasa cinta yang semakin luar biasa. Namun Rubi sadar, dia tidak akan pernah bisa memiliki laki-laki itu seutuhnya. Rubi sudah berusaha berkali-kali menguatkan hatinya, meyakinkan perasaannya bahwa hubungan mereka tidak baik-baik saja. Namun mimpi yang laki-laki itu bagikan dan hayal yang dia angankan selalu jauh lebih besar dari rasa takut akan kehilangan laki-laki itu suatu saat nanti.
Rubi gamang. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan bersama laki-laki itu berganti dengan rasa yang dia sendiri tidak dapat uraikan. Rubi bergegas membersihkan diri, tidur menjadi jalan keluar terbaik untuk melarikan apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
Rubi baru akan memejamkan mata ketika dia mendengar ketukan halus di pintu. Dia melirik ke jam dinding sejenak, pukul 21.20. “Mba Mini ya?”, dia bertanya sambil berjalan menuju pintu. Cuma mba Mini, penjaga kost yang suka mengetuk pintu malam-malam sekedar mengantarkan pakaian dari laundry atau menawarkannya makanan.
“Hey, It’s too late to say good bye!”, laki-laki itu tersenyum. Rubi terpana sejenak lalu memeluknya erat.
Azan shubuh baru saja terdengar, Rubi membangunkan laki-laki itu pelan, lalu berbisik: “It’s time to go home”. Sedikit tergesa laki-laki itu merapihkan pakaiannya, lalu menatap Rubi dalam. “I’m sorry. I can’t stay any longer. Kamu istirahat ya, kalo mau jalan, gak papa jalan aja, ntr kalo bisa, aku pasti telp.”
Rubi mengangguk, tersenyum. Kali ini, dia menguatkan dirinya bahwa laki-laki itu telah dinanti oleh orang-orang yang juga mencintainya. Dia mengecup pipi laki-laki itu lembut lalu berbisik, “Thank you, for being here, and for all”. Laki-laki itu memeluknya hangat lalu menatapnya dengan penuh rasa sayang, “I’m gonna miss you soon”.
Rubi melepas laki-laki itu dalam kesejukan pagi yang masih menyisakan dingin, sedingin hatinya.
**There were nights of endless pleasure,
It was more than any law allows,
Baby,
If I kiss you like this,
And if you whisper like that,
It was lost long ago,
But it’s all coming back to me now
If you touch me like this,
And if I kiss you like that,
It was gone with the wind,
But it’s all coming back to me now
**It's all coming back to me now, Celine Dion
kalau pemimpinmu,
masih manusia biasa,
mereka,
bisa saja salah
bisa saja lupa
kalau bawahanmu,
masih manusia biasa
mereka,
bisa saja salah
bisa saja lupa
kalau temanmu
masih manusia biasa
mereka,
bisa saja salah
bisa saja lupa
kalau dirimu
masih manusia biasa
dirimu,
bisa saja salah
bisa saja lupa
kenapa kepada dirimu, sendiri
kau begitu maklum
kau begitu pemaaf
sedang kepada yang lain tidak?
(21012022)