Ia hadir disaat kegersangan hati melanda
Angin lelah berhembus menjadi pertanda
Gumpalan awan menjelaga
Rintik hujan mengubah kelopak mata menjadi telaga
Telaga air mata
Ia hadir disaat kegersangan hati melanda
Angin lelah berhembus menjadi pertanda
Gumpalan awan menjelaga
Rintik hujan mengubah kelopak mata menjadi telaga
Telaga air mata
Sepasang kaos kaki usang
Teronggok di sudut kota metropolitan
Kusam, dekil, tak menarik
Ribuan mata enggan tuk melirik
Kaos kaki usang ingin menghangatkan
Melindungi kaki-kaki mulus terawat
Disimpan rapih dan wangi di dalam laci lemari indah
Atau tergantung di etalase-etalase pusat perbelanjaan mewah berpendingin udara
dan kaki-kaki mulus terawat lalu lalang
Sekedar tuk cuci mata
Sebagaimana dahulu ia pernah merasakannya
Suatu hari, ia bertanya kepada langit
Tentang takdirnya menjadi usang
Namun langit tak menjawabnya
Langit hanya mengutus angin tuk menghibur dirinya
Sepasang Kaos kaki usang kini sadar
Takdir harus dijalani dengan sabar
Meski ia kini teronggok di dalam plastik butut
Ia masih mempunyai manfaat menghangatkan kaki yang juga dekil seperti dirinya
Ia pun bersyukur
Karena baginya syukur melapangkan hatinya
Terkadang,
kita sibuk menggali bangkai rasa.
Tak hirau,
akan rasa baru yang meranggas layu.
Jakarta, 08092021
TOI 1338b NASA |
Dilema bukan hanya
soal perasaan manusia
atau pikiran kita semata
Semesta pun ada galau juga
Bila 4,6 milyar warsa
Usia tata surya kita
Ada 8 planet mengitari
Satu-satunya matahari
Syahdan di konstelasi Pictor
Tersebutlah Planet TOI 1338 b
4,4 miliar tahun, katanya
Selama itu ia selalu mengiringi
Setia di antara 2 matahari
Setelah sebulan
aku dan suamiku sembuh dari penyakit sejuta umat, kami berdua akhirnya memiliki
kesempatan untuk mengunjungi Usman di kampung. Damar, suamiku, ingin memastikan
kondisi Usman.
Aku hanya berdiri di depan pintu rumah
sederhana milik ibunya Usman. Rupanya setelah keluar dari rumah sakit, Usman
dibawa ke rumah ibunya yang tinggal sendiri. Ia seolah sudah tak punya lagi mempunyai
keluarga setelah bercerai dengan isterinya beberapa tahun yang lalu.
Tercium olehku bau pesing dari dalam rumah itu.
Kudengar juga dari saudaranya bahwa Usman sering membuka pampers-nya dan buang
air kecil di atas kasur. Mungkin Usman juga tak sadar apa yang dilakukannya.
Usman duduk di atas kasur yang digelar di
lantai. Tenggorokanku tercekat melihat kondisi Usman. Mukanya pucat bak mayat.
Matanya cekung dan pandangannya kosong. Ia tak memiliki daya untuk sekedar
menopang tubuhnya yang kurus kering. Berbeda dengan Usman yang kulihat beberapa
bulan sebelumnya.
Kulihat Bulek Tansah, ibunya Usman,
tertatih-tatih menyambut kami. Tak bisa kubayangkan bagaimana repotnya seorang
ibu yang sudah renta harus mengurusi anaknya yang sakit. Penyakit Bulek Tansah
pun sebenarnya tergolong berat tapi ia tetap bersemangat merawat anaknya.
Untungnya saudara-saudara kandung Usman tinggal berdekatan dengannya, sehingga
mereka bisa bergiliran menjaga Usman.
“Man, apa kabar?”
Damar duduk di depan pintu. Badannya
membelakangi Usman. Sepertinya ia tak tega melihat kondisi Usman yang
mengenaskan.
“Ya aku begini, Mas. Aku bingung sakit apa. Aku
nggak bisa nelen makanan. Setiap mau makan aku selalu muntah. Makanku hanya
susu kambing dan air tajin saja ….”
Kudengar suara Usman parau. Rupanya sakit juga
merubah suaranya.
“Ya harus makan, Man. Satu-satunya cara untuk
sembuh ya makan,”ujar Damar.
Kudengar Usman membalas dengan penjelasan
panjang dan lebar. Rupanya kecerewetannya tidak berkurang walaupun ia sakit.
Itu yang patut disyukuri. Satu kebiasaannya yang berkurang adalah tertawa. Usman
selalu tertawa setiap kali menyelesaikan kalimatnya. Aku sangat tidak menyukai
bunyi tertawanya. Aku sempat berpikir bahwa ada syaraf tertawa di otaknya yang
bocor sehingga Usman tidak bisa menahan untuk tidak tertawa di setiap kalimat yang
diucapkannya.
“Ini mending, Mas. Udah bisa duduk. Tadinya
nggak bisa. Udah bisa ngobrol juga. Tadinya sering bengong dan berhalusinasi.
Segala hal yang tidak mungkin diucapkannya. Sering bicara nggak jelas juga.
Mending ini nyambung diajak ngobrol,” terang Ima, adik perempuan Usman.
Aku kembali mendengar kembali keluhan Usman
tentang kondisinya. Sepertinya memorinya pun terganggu karena Usman bercerita
hal yang sama berulang-ulang.
“Dia sering memanggil nama anaknya yang bungsu,
tapi tak pernah datang menjenguk bapaknya. Anak sulungnya sih sesekali datang
menjenguk, itu pun nggak lama. Usman ini sepertinya juga depresi menahan rindu
kepada anak-anaknya. Dokter juga meresepkan obat penenang,”sambung Ima.
Aku tak tahu harus berkata apa lagi. Entahlah
apa kesalahan Usman sehingga ia harus menjalani hidup di masa senjanya seperti
ini. Tak memiliki apa pun selain penyakit dan kesulitan. Aku juga tak tahu apa
yang terjadi selama sepuluh hari Usman terkurung sendiri di kamar kost-nya
tanpa makan dan tak ada seorang pun yang bisa diajak berbicara untuk sekedar mengeluhkan sakitnya.
Akhirnya kami pamit. Kutitipkan sedikit uang
kepada Ima untuk membeli makanan yang layak untuk Usman.
“Untuk saat ini kamu harus fokus dulu buat
sembuh, Man. Setelah itu, kita pikirkan nanti saja,”pinta Damar.
“Iya, Mas.” Air mata sepertinya menggenang di
mata Usman. Matanya menerawang jauh.
Mungkin ada hal yang sedang dipikirkannya.
Kami
berdua berjalan menjauhi rumah Bulek Tansah dalam hening. Berbagai pikiran
berkecamuk di kepalaku. Satu hal yang kuharapkan adalah Usman tidak putus asa
dan tetap berusaha untuk pulih secara fisik dan mental. Semoga.
(Masih) Bersambung
setelah membaca puisi dua hurufnya Kaka Indra Haria Kurba, saya melihat folder arsip dan mejaku yang terdapat pada aplikasi persuratan kantor tercintah,
terlihat ada beragam catatan dan disposisi dari para bos kita, ada teliti pendapat, untuk diketahui, hadir bersama atau lainnya, ada banyak ragam kata katanya.
mungkin kalau untuk surat dengan substansi yang hampir sama, karena sudah dilakukan berulang ulang, mungkin sudah reflek saja menulskannya.
Bagi yang sering mendapat undangan rapat, mungkin akan menuliskan catatan siapkan bahan, hadiri, wakili atau hadir bersama.
kalau yang biasanya mendapatkan permohonan tanggapan atau masukan, mungkin akan menuliskan catatan teliti pendapat, selesaikan sesuai ketentuan, atau bicarakan dengan saya, phone a friend , ask the audience atau fiftu fifty ( kaya sebuah acara tipi yang)
saya jadi membayangkan kalau misalnya,
di inbox masuk sepucuk surat,
pengirimnya tertulis malaikat,
judulnya di tulis tebal "maklumat"
tujuan semua pemimpin juga rakyat,
umbian umbian atau para pejabat
isinya tak panjang tak juga singkat,
hanya beberapa baris kalimat,
"wahai tuam tuan terhormat,
hidup ini teramat singkat ,
suatu hari kalian dijemput malaikat,
meninggalkan semua yang kini melekat,
suami, istri, anak , cinta, pacar, harta dan pangkat
tak ada yang tahu datangnya itu saat ,
tiba tiba saja tanpa tanda atau firasat,
bahkan mungkin mereka yang dijemput tak lagi sempat,
melakukan hal sederhana meski sesaat,
misalnya menutup satu rapat,
membaca sebaris surat,
menyelesaikan satu amanat
atau menulis sebaris nota pendapat,
semua tamat,
tak peduli meski saat itu badan yang terlihat
bahagia dan sehat
kalau ada ini surat,
kira kira akan seperti apakah,
disposisi dan catatan yang tersurat,
apakah teliti pendapat
atau akan beragam seperti biasa yang kita lihat
misalnya
pejabat 1 " untuk perhatian"
pejabat 2 " teliti pendapat"
pejabat 3 " siapkan bahan"
pejabat 4 " kootdinasikan'
pejabat 5" arsipkan'
pejabat 6 " hadir bersama"
pejabat 7 "untuk diketahui"
pejabat 9 "siapkan bekal "
pejabat 11 ' wakili "
entahlah., ini tulisan apa yaa, gak jelas blas
Malam mingguan, 4 septembet 2021
Seekor merpati putih melesat terbang sayap membentang
Sang bayu menyambut riang dan membiarkan merpati menari dan berputar dipangkuan
Langit pun turut senang dan menitipkan salam
Pepohonan menatapnya penuh keharuan
Merpati putih melepas segala beban
Menarilah...
Menyanyilah..
Kau berhak untuk berbahagia!