Terkadang,
kita sibuk menggali bangkai rasa.
Tak hirau,
akan rasa baru yang meranggas layu.
Jakarta, 08092021
Terkadang,
kita sibuk menggali bangkai rasa.
Tak hirau,
akan rasa baru yang meranggas layu.
Jakarta, 08092021
![]() |
TOI 1338b NASA |
Dilema bukan hanya
soal perasaan manusia
atau pikiran kita semata
Semesta pun ada galau juga
Bila 4,6 milyar warsa
Usia tata surya kita
Ada 8 planet mengitari
Satu-satunya matahari
Syahdan di konstelasi Pictor
Tersebutlah Planet TOI 1338 b
4,4 miliar tahun, katanya
Selama itu ia selalu mengiringi
Setia di antara 2 matahari
Setelah sebulan
aku dan suamiku sembuh dari penyakit sejuta umat, kami berdua akhirnya memiliki
kesempatan untuk mengunjungi Usman di kampung. Damar, suamiku, ingin memastikan
kondisi Usman.
Aku hanya berdiri di depan pintu rumah
sederhana milik ibunya Usman. Rupanya setelah keluar dari rumah sakit, Usman
dibawa ke rumah ibunya yang tinggal sendiri. Ia seolah sudah tak punya lagi mempunyai
keluarga setelah bercerai dengan isterinya beberapa tahun yang lalu.
Tercium olehku bau pesing dari dalam rumah itu.
Kudengar juga dari saudaranya bahwa Usman sering membuka pampers-nya dan buang
air kecil di atas kasur. Mungkin Usman juga tak sadar apa yang dilakukannya.
Usman duduk di atas kasur yang digelar di
lantai. Tenggorokanku tercekat melihat kondisi Usman. Mukanya pucat bak mayat.
Matanya cekung dan pandangannya kosong. Ia tak memiliki daya untuk sekedar
menopang tubuhnya yang kurus kering. Berbeda dengan Usman yang kulihat beberapa
bulan sebelumnya.
Kulihat Bulek Tansah, ibunya Usman,
tertatih-tatih menyambut kami. Tak bisa kubayangkan bagaimana repotnya seorang
ibu yang sudah renta harus mengurusi anaknya yang sakit. Penyakit Bulek Tansah
pun sebenarnya tergolong berat tapi ia tetap bersemangat merawat anaknya.
Untungnya saudara-saudara kandung Usman tinggal berdekatan dengannya, sehingga
mereka bisa bergiliran menjaga Usman.
“Man, apa kabar?”
Damar duduk di depan pintu. Badannya
membelakangi Usman. Sepertinya ia tak tega melihat kondisi Usman yang
mengenaskan.
“Ya aku begini, Mas. Aku bingung sakit apa. Aku
nggak bisa nelen makanan. Setiap mau makan aku selalu muntah. Makanku hanya
susu kambing dan air tajin saja ….”
Kudengar suara Usman parau. Rupanya sakit juga
merubah suaranya.
“Ya harus makan, Man. Satu-satunya cara untuk
sembuh ya makan,”ujar Damar.
Kudengar Usman membalas dengan penjelasan
panjang dan lebar. Rupanya kecerewetannya tidak berkurang walaupun ia sakit.
Itu yang patut disyukuri. Satu kebiasaannya yang berkurang adalah tertawa. Usman
selalu tertawa setiap kali menyelesaikan kalimatnya. Aku sangat tidak menyukai
bunyi tertawanya. Aku sempat berpikir bahwa ada syaraf tertawa di otaknya yang
bocor sehingga Usman tidak bisa menahan untuk tidak tertawa di setiap kalimat yang
diucapkannya.
“Ini mending, Mas. Udah bisa duduk. Tadinya
nggak bisa. Udah bisa ngobrol juga. Tadinya sering bengong dan berhalusinasi.
Segala hal yang tidak mungkin diucapkannya. Sering bicara nggak jelas juga.
Mending ini nyambung diajak ngobrol,” terang Ima, adik perempuan Usman.
Aku kembali mendengar kembali keluhan Usman
tentang kondisinya. Sepertinya memorinya pun terganggu karena Usman bercerita
hal yang sama berulang-ulang.
“Dia sering memanggil nama anaknya yang bungsu,
tapi tak pernah datang menjenguk bapaknya. Anak sulungnya sih sesekali datang
menjenguk, itu pun nggak lama. Usman ini sepertinya juga depresi menahan rindu
kepada anak-anaknya. Dokter juga meresepkan obat penenang,”sambung Ima.
Aku tak tahu harus berkata apa lagi. Entahlah
apa kesalahan Usman sehingga ia harus menjalani hidup di masa senjanya seperti
ini. Tak memiliki apa pun selain penyakit dan kesulitan. Aku juga tak tahu apa
yang terjadi selama sepuluh hari Usman terkurung sendiri di kamar kost-nya
tanpa makan dan tak ada seorang pun yang bisa diajak berbicara untuk sekedar mengeluhkan sakitnya.
Akhirnya kami pamit. Kutitipkan sedikit uang
kepada Ima untuk membeli makanan yang layak untuk Usman.
“Untuk saat ini kamu harus fokus dulu buat
sembuh, Man. Setelah itu, kita pikirkan nanti saja,”pinta Damar.
“Iya, Mas.” Air mata sepertinya menggenang di
mata Usman. Matanya menerawang jauh.
Mungkin ada hal yang sedang dipikirkannya.
Kami
berdua berjalan menjauhi rumah Bulek Tansah dalam hening. Berbagai pikiran
berkecamuk di kepalaku. Satu hal yang kuharapkan adalah Usman tidak putus asa
dan tetap berusaha untuk pulih secara fisik dan mental. Semoga.
(Masih) Bersambung
setelah membaca puisi dua hurufnya Kaka Indra Haria Kurba, saya melihat folder arsip dan mejaku yang terdapat pada aplikasi persuratan kantor tercintah,
terlihat ada beragam catatan dan disposisi dari para bos kita, ada teliti pendapat, untuk diketahui, hadir bersama atau lainnya, ada banyak ragam kata katanya.
mungkin kalau untuk surat dengan substansi yang hampir sama, karena sudah dilakukan berulang ulang, mungkin sudah reflek saja menulskannya.
Bagi yang sering mendapat undangan rapat, mungkin akan menuliskan catatan siapkan bahan, hadiri, wakili atau hadir bersama.
kalau yang biasanya mendapatkan permohonan tanggapan atau masukan, mungkin akan menuliskan catatan teliti pendapat, selesaikan sesuai ketentuan, atau bicarakan dengan saya, phone a friend , ask the audience atau fiftu fifty ( kaya sebuah acara tipi yang)
saya jadi membayangkan kalau misalnya,
di inbox masuk sepucuk surat,
pengirimnya tertulis malaikat,
judulnya di tulis tebal "maklumat"
tujuan semua pemimpin juga rakyat,
umbian umbian atau para pejabat
isinya tak panjang tak juga singkat,
hanya beberapa baris kalimat,
"wahai tuam tuan terhormat,
hidup ini teramat singkat ,
suatu hari kalian dijemput malaikat,
meninggalkan semua yang kini melekat,
suami, istri, anak , cinta, pacar, harta dan pangkat
tak ada yang tahu datangnya itu saat ,
tiba tiba saja tanpa tanda atau firasat,
bahkan mungkin mereka yang dijemput tak lagi sempat,
melakukan hal sederhana meski sesaat,
misalnya menutup satu rapat,
membaca sebaris surat,
menyelesaikan satu amanat
atau menulis sebaris nota pendapat,
semua tamat,
tak peduli meski saat itu badan yang terlihat
bahagia dan sehat
kalau ada ini surat,
kira kira akan seperti apakah,
disposisi dan catatan yang tersurat,
apakah teliti pendapat
atau akan beragam seperti biasa yang kita lihat
misalnya
pejabat 1 " untuk perhatian"
pejabat 2 " teliti pendapat"
pejabat 3 " siapkan bahan"
pejabat 4 " kootdinasikan'
pejabat 5" arsipkan'
pejabat 6 " hadir bersama"
pejabat 7 "untuk diketahui"
pejabat 9 "siapkan bekal "
pejabat 11 ' wakili "
entahlah., ini tulisan apa yaa, gak jelas blas
Malam mingguan, 4 septembet 2021
Seekor merpati putih melesat terbang sayap membentang
Sang bayu menyambut riang dan membiarkan merpati menari dan berputar dipangkuan
Langit pun turut senang dan menitipkan salam
Pepohonan menatapnya penuh keharuan
Merpati putih melepas segala beban
Menarilah...
Menyanyilah..
Kau berhak untuk berbahagia!
Hilangmu mencetak sejuta lembar rindu
Tiap kubaca, hati terasa tak menentu
Lembar pertama, kedua mulai terasa pilu
Hingga lembar akhir , sesak ingin bertemu
Tinta cinta menipis, lembar kisah menangis
Penantian manis terkikis habis
Lembar demi lembar yang kukira menjadi
buku kisah kita
Kini terlipat derita meninggalkan cerita
Lembarnya basah oleh rintik hujan
Memudarkan setiap kata dalam tulisan
Menghapus rangkaian kalimat kerinduan
Tersobek hanya dalam sekali sentuhan
Api asmara yang dulu membara
Redup oleh tetes air mata dan percikan
lara
Mencuatkan asap kenangan
Menyesakkan dalam setiap hembusan
Hujan lara perlahan tak lagi terasa
Dipayungi rasa yang sudah biasa
Menyusuri jalan bersama hati yang telah
terlatih
Sembari menunggu hangatnya sentuhan kasih
Be tough, be safe …
Sesederhana itu,
Namun mampu keesokan harinya membuatku burkutat dari pagi hingga malam di depan laptop menyelesaikan sisa revisi tugas akhirku yang sudah terbengkalai lebih dari 3 bulan …. Bahkan lebih dari itu, selera makan ku kembali ‘normal’, nikmat menghabiskan sepiring nasi ketika makan siang dan malam ….
“Trus kalo sudah lulus mau ngapain? Mau banyakin gelar? Jangan mimpi aku akan ijinin kamu untuk kerja offline … Cari uang itu urusan suami, kamu cuma boleh keluar rumah kalo sama aku … Kembali ke fitrah perempuan ajalah …”
‘Fitrah’, terasa ada yang salah tapi aku tak mau lebih jauh membantah … diam menjadi pilihan bukan karena aku menerima, tapi aku lebih memilih menjaga emosiku, kesehatanku lahir batin …
Hampir semua saudara, teman, kolega mengatakan aku wanita yang sangat beruntung … Hidup dalam kenyamanan yang diidamkan … Mungkin itu yang hingga kini membuatku bertahan, tak ingin dianggap kurang rasa syukur, tak ingin lagi melukai orang-orang yang kusayang … lalu mencari kenyamanan dengan caraku sendiri … menikmati caci maki dari laki-laki yang selalu terlihat manis, bermartabat di depan banyak orang …
Terima kasih …
I know that you must be safe, just be much tougher …
Agar ada sedikit saja kekuatan yang bisa kau bagikan dan kurasakan ….