RINDU MAL
Kisah Senin Soreku Bersama Kekasih Gelapku
ROHINGYA; Para Pencari Suaka
Terombang ambing di tengah samudera
Di sebuah perahu kusam nan renta
Tertiup angin ombak menggurita
Lapar dahaga mendera
Isak tangis para balita
Kecemasan yang menyiksa
Ajal mendekat jarak sedepa
Mereka adalah anak manusia
Terampas hak asasi kemanusiaannya
Karena ulah penguasa durjana
Demi nafsu dunia
Entah berapa lama menahan asa
Menanti takdir yang akan diterima
Terpasrahkan semua kepala Penggenggam Jiwa
Hingga pertolongan itu tiba
Adalah nelayan Aceh menjadi perantara
Menjemput rezeki dipertemukan dengan pengungsi Rohingya
Terpanggil rasa peduli pada sesama
Memberi pertolongan tanpa jeda
Duhai, Aceh lon sayang
Duhai, Rohingya malang
Doaku, doa kami tak berbilang
Kelak, keadilan kan terbentang
Ahad, 28062020
LELAKI INI DAN PEREMPUAN ITU DAN GUGATAN MASA LALU
Sabtu
jika punya banyak nama yang berulang
Mungkin itulah cara kita memberi nama
agar sesuatu yang berlalu dan tak bisa kembali
seolah datang lagi
Sabtu, J0620
Hujan Di Bulan Juli
Riana memandangi
saldo rekening di layar ponselnya. Senyum lebar mengembang di bibirnya. Sejenak
ia menyenderkan tubuh di kursi kerjanya. Ia tak peduli orang lalu lalang di
depan kubikelnya. Beberapa orang mengajaknya makan siang di kantin tapi Riana
menolaknya. Ia terlalu bahagia hari ini jadi perutnya terasa penuh dan tak
perlu diisinya.
“Hei, dari tadi
kulihat kamu senyum-senyum sendiri nggak jelas gitu. Ada apa?” tegur Dina. Ia
melongok dari belakang kursi Riana.
“Enggak
kenapa-kenapa sih. Cuma aku lagi happy aja soalnya apa yang kumimpikan
sejak lama akan segera terwujud,” jawab Riana.
“Ke Seoul?” bisik
Dina.
“Heeh.” Riana
membalikkan kursinya sehingga ia berhadapan dengan Dina.
“Jangan berisik,
ya! Aku belum minta ijin sama Bu Tiur. Tahu sendiri kan Bu Tiur kayak gimana
orangnya,” pinta Riana.
“Tenang, aku
jagonya simpan rahasia penting,” ujar Dina.
“Besok aku mau
ambil cuti. Urus visa. Mudah-mudahan semuanya lancar. Nggak sabar rasanya
ketemu Bayu. Udah setahun ini kami cuma berbalas email. Dia terlalu sibuk untuk
sekedar membalas chat-ku. Apalagi videocall. Aku ingin memberinya
kejutan dengan tiba-tiba muncul di Seoul,” terang Riana bersemangat.
“Kamu nggak
ngabarin Bayu dulu?” tanya Dina heran. Riana menggelengkan kepalanya.
“Gila, ya! Kalau
misalnya pas kamu ke Seoul si Bayu-nya pergi ke kota lain atau pulang ke
Jakarta, apa nggak sayang tuh uang dan tenaga yang kamu habiskan selama ini?”
“Enggak
mungkinlah! Bayu nggak akan pulang kalau kuliahnya belum selesai. Ia juga nggak
bakalan main-main ke luar kota karena dia bukan tipe yang seneng jalan,” jawab
Riana dengan yakin.
“Ya sudahlah, kudoakan
semuanya lancar, ya.”
“Terima kasih,ya”
ujar Riana.
Bagi Riana waktu
sebulan itu rasanya terlalu lama untuk ditunggu. Ia tak sabar ingin segera
memeluk Bayu, lelaki yang bertahun-tahun telah mengisi hatinya. Sayangnya sejak
tiga tahun yang lalu, Bayu mengucapkan selamat tinggal kepada Riana karena ia
akan melanjutkan kuliahnya di Seoul.
Riana sengaja
memilih waktu bulan Juli untuk bertemu
karena pada bulan itu Bayu mendapat libur semester sehingga ia dan Bayu
bisa menghabiskan waktu berdua lebih tenang tanpa mengganggu waktu belajar
Bayu. Riana merasa bangga karena Bayu mendapat beasiswa untuk melanjutkan S-2 ke Korea Selatan walau sebetulnya ia
merasa kehilangan karena selama ini ke mana-mana mereka selalu berdua. Mulai
dari berangkat sampai pulang kerja.
Mereka berdua
merencanakan pernikahan apabila Bayu telah lulus kuliah. Semuanya telah
direncanakan dengan matang oleh Riana dan keluarga Bayu. Riana tak sabar
menanti saatnya nanti ketika ia dipersunting oleh Bayu.
“Jangan
senyum-senyum sendiri, Non! Aku jadi takut. Ayo ke kantin dulu, lapar nih,” ajak Dina sambil menggeser kursi
ke kubikelnya.
“Ayuk, deh.”
Kali ini Riana
tak bisa menolak permintaan temannya itu. Ia mengambil dompet dari dalam
tasnya. Kemudian berdiri dan mengikuti langkah Dina menuju kantin. Bahagia
mengiringi langkah Riana saat itu.
***
Siang itu cuaca
sangat terik. Matahari menyinari bumi dengan segenap kekuatannya. Riana merasa seluruh
langkahnya diberkahi karena cuaca cerah yang mendukungnya. Ia memasukkan barang
bawaannya ke dalam koper besar yang baru saja dibelinya.
Tak lupa ia membawa
beberapa jenis makanan kesukaan Bayu. Riana sudah membayangkan kalau Bayu akan
lahap memakan makanan Indonesia yang dibawanya. Sepanjang siang itu Riana terus
bendendang riang.
“Na, apa kopermu
nggak overweight nanti? Bawaanmu kok banyak banget. Bawa apa saja, sih?”
tanya mamanya Riana sambil memeriksa isi koper anaknya.
“Aku bawa makanan
kesukaan Bayu, Ma. Lumayan, bisa buat stok juga. Mudah-mudahan sih nggak
overweight.”
“Ya terserah
kamu, Na. Cuma Mama heran aja, kenapa kamu nggak ngabarin Bayu sih?”
“Kan aku mau
kasih surprise, Ma.”
“Mudah-mudahan
Bayu bisa menerima surprise dari kamu, Na,” ujar Mama.
“Ah Mama,
bukannya dukung aku malah ngomong kayak gitu,” balas Riana kesal.
“Mama kan cuma
nanya, nggak ada maksud apa-apa kok. Semua kan harus dibicarakan dengan Bayu.
Jangan sampai Bayu malah keganggu dengan kedatangan kamu.”
“Mama! Kok gitu
sih? Dukung aja anaknya,” bentak Riana
kesal.
“Ya udah, Mama
nggak akan ikut campur lagi.”
Mama keluar dari
kamar Riana meninggalkan. Riana kesal kepada
mamanya. Ia merasa mamanya tega kepada dirinya, bukannya mendukung malah bicara
yang tidak-tidak. Riana mengepak kembali barang-barang yang akan dibawanya.
***
Riana duduk di
bagian depan bis yang akan membawanya ke bandara Soekarno Hatta. Matanya
menatap ke arah luar bis. Dalam pikiran Riana tergambar rencana-rencananya
untuk menghabiskan musim panas bersama Bayu di Seoul. Ia sudah browsing di
internet, beberapa tempat yang akan dikunjunginya berdua. Senyum Riana semakin
mengembang ketika membayangkan kegembiraan yang akan dibaginya berdua.
Riana juga
membayangkan kalau Bayu akan membicarakan rencananya ke depan menghabiskan
waktu denganya. Membeli rumah bersama, memiliki anak dan menjalani masa depan
bersama. Rasanya semua indah di mata Riana.
Entah kenapa
tiba-tiba hujan turun membasahi bumi. Riana takjub melihat titik-titik air
membasahi jendela bisnya. Selama musim kemarau beberapa bulan , inilah pertama
kalinya hujan turun membasahi bumi.
Saat turun dari
bis di terminal tiga Bandara Soekarno Hatta, Riana berhenti sejenak karena
menikmati aroma tanah yang tersiram
hujan setelah sekian lama kering. Riana selalu senang dengan bau itu.
Tiba-tiba
ponselnya berbunyi. Ia membuka tasnya dan mengambil ponsel. Rupanya ada pesan
dari Sean, teman kuliah Bayu di Seoul.
Kok bisa
nyambung gini? Apakah Sean yang meneleponnya ataukah Bayu yang meminjam ponsel
Sean? Atau Bayu punya firasat kalau aku akan datang ke Seoul?
Riana masih ragu
membuka pesan yang masuk. Ia takut Bayu mengetahui kalau ia akan datang ke
Seoul. Riana berjalan ke arah tempat duduk yang berada di depan pintu masuk
bandara. Ia duduk di kursi. Koper yang dibawanya diletakkan di sampingnya.
Berita duka
cita
Telah
meninggal sahabat kami Bayu Gemilang pada hari ini jam 9 pagi di Solo, Jawa
Tengah. Jenazah akan dikebumikan pada jam ….
Seluruh
persendian Riana terasa kaku. Ia tak sanggup lagi membaca pesan selanjutnya.
Nafasnya terasa berhenti saat itu juga. Riana tak tahu apa yang akan
dilakukannya selanjutnya. Dunianya terasa berhenti seketika.
***
“Sudah sebulan
ini Bayu pulang ke Solo. Ia di rawat di rumah sakit. Maafkan Ibu, Nak. Bayu
melarang Ibu memberitahumu. Ibu bertanggung jawab penuh ke kantor karena
merahasiakan kabar Bayu sakit.”
“Kenapa, Bu?”
suara Riana serak mendengar penjelasan ibunya Bayu.
“Bayu tak ingin
kamu sedih, Nak. Dia tak ingin membuyarkan mimpi-mimpimu. Dia sangat
mencintaimu, Nak. Sekali lagi maafkan Ibu,” suara ibunya Bayu tercekat menahan
tangis.
“Aku merasa dibohongi.
Ibu tahu, saya mendapat kabar kalau Bayu pergi pada saat saya sudah di bandara
lho, Bu. Saya mau mengunjungi Bayu di Seoul padahal ternyata Bayu sudah ada di
Solo. Pikiran Ibu di mana? Salah saya apa, Bu?” Suara Riana bergetar menahan
emosi.
“Maafkan, Ibu.”
Riana terduduk
lemas di depan pusara Bayu. Hujan mengiringi kepedihan hati Riana. Ia merasa
semua orang jahat kepadanya.
Satu per satu
orang meninggalkan tempat pemakaman Bayu. Hanya Riana yang tertinggal di sana.
Semua mimpinya
kandas begitu saja tanpa bekas. Yang lebih menyakitkan adalah ia sama sekali
tak tahu tentang kondisi Bayu selama ini. Pantas saja selama ini Bayu tak
pernah mau kalau diminta melakukan videocall dengan Riana.
“Kenapa, Bayu,
kenapa?” tanya Riana sambil terus
menangis. Hanya sunyi di tengah rintik hujan yang menemani Riana.
Selesai
Terkurung
Bertahun-tahun kau bebas
Kau bebas pergi ke mana pun yang kau inginkan
Kau bebas mendaki gunung dan menyeberangi lautan luas
Kau bebas pergi melintasi benua
Saat itu kau lupa berterima kasih
Kau lena dengan kebebasanmu
Kau abai akan kenikmatanmu
Kau nikmati semua dengan suka cita
Saat ini kau terkurung di dalam ruang
Tak bisa lagi kau nikmati kebebasanmu
Apa yang kau lakukan?
Kau sibuk berkeluh kesah tak karuan
Berapa lama kau bebas?
Berapa lama kau terkurung?
Kutanya sekali lagi
Apakah waktu bebasmu lebih sedikit daripada waktu
terkurungmu
Ya, aku tahu jawabannya
Waktu bebasmu lebih banyak daripada waktu terkurungmu
Tapi kenapa kau selalu mengeluh atas apa yang tak kau
dapatkan
Dan kau abai berterima kasih atas apa yang telah kau
dapatkan
Depok, 14 Mei 2020