Lelaki ini
terdiam. Setentang tanya perempuan itu; mengapa
kamu cinta aku?. Mata perempuan itu membulat, hitam tajam menghunjam. Alis
hitam lebatnya merapat siaga. Menanti kata. Lelaki ini masih merangkai kata,
mencari celah, akankah rasa mengatasi gundah menggantikan kata. “Apa aku harus punya alasan untuk cinta
kamu?” lelaki ini membalas tanya dengan tanya. Perempuan itu mulai gelisah.
Dia tak ingin dicinta karena mata indah. Dia tak mau dirayu sebab jelita. Dia tak
suka dirindu seolah dibutuh. “Iya, tak mungkin kamu cinta aku tanpa alasan”
cecarnya. Sunyi. 2 cangkir hot cappucino belum tersentuh. Hati yang tergambar
disitu bahkan masih utuh. Cinta karena cinta. Jangan tanyakan mengapa? Tak bisa jelaskan, karna hati ini telah bicara[1].
Lelaki ini
tak pernah suka ditanya perihal cinta. Bukan tidak piawai bicara atau menyusun
kata. Hanya tidak suka. Baginya, cinta pada perempuan itu adalah rahasia
hatinya. Cuma dia dan Sang Empunya yang boleh tahu mengapanya. Hal dia suka
mata indah atau paras jelita itu bukan alasan cinta. Meski kerap terungkap
rasa. Perempuan itu bukan tak memahami. Lelaki ini pasti berdusta soal mata
indah. Dia sudah punya mata yang lebih indah. Alis lebat pun basa basi belaka,
dengan alasan yang sama. Tapi terkadang perempuan itu tetap memaksa. Hanya karena
lelaki ini hilang tanpa berita bahkan sapa. Lalu tiba-tiba datang mengaduk
rasa, ibarat badai mengusik seriatnya samudra. Tanpa siap bersiap usahkan
bertahan. Ku tak bahagia melihat kau
bahagia dengannya aku terluka tak bisa dapatkan kau sepenuhnya aku terluka melihat kau bermesraan dengannya ku tak bahagia melihat kau bahagia[2].
Perempuan
itu tahu, tanyanya takkan bersambut kata. Selalu begitu. Ada tanya lalu amarah.
Lalu pergi tanpa kata-kata. Kali ini pun sama. Lelah. Perempuan itu lelah. Menata
hati laksana rumah dipenuhi anak-anak TK. Rapi sebentar tak lama bubar. Tersusun
tepat lantas buyar. Makanya dia butuh alasan. Alasan agar dia bisa tetap di
landasan saat lelaki ini membawanya terbang. Tetap terjaga meski lelaki ini
melenakannya. Meski dia tahu alasan apapun takkan membantu, karena dia butuh
lelaki ini pun tanpa alasan. Katamu cintaku
berlebihan. Cemburuku tak beralasan[3].
Ini harus
berakhir. Perempuan itu sudah bulat. Biar saja lelaki ini pergi entah kemana,
perempuan itu takkan tanya. Lupakan saja kata-kata cinta, perempuan itu tak
butuh cinta. Cukup sudah lelah. Air mata. Diam dimalam kelam. Membatin rindu
yang harus menunggu. Cinta macam apa tanpa asa. Pergi saja engkau pergi dariku. Biar kubunuh perasaan untukmu, meski
berat melangkah, hatiku hanya tak siap terluka[4].
Sehari. Hati
perempuan itu panas meredam bara. Menjaga rasa agar tak tertumpah. Seminggu.
Perempuan itu dilanda rindu. Menelisiki pori-pori, mengharu biru menunggu
datang kata-kata itu. Sebulan. Samudera tenang tak bergejolak. Sauh diangkat
kapal bertolak. Lupakah perempuan itu akan cintanya?
Lelaki ini
berteriak tanpa suara. Terkurung di palung terdalam dasar samudera. Tak
terdengar meski sudah bingar. Immature
love says: 'I love you because I need you.' Mature love says 'I need you
because I love you.'[5]
Ku hanya diam menggenggam menahan segala kerinduan,
Memanggil namamu di setiap malam,
Ingin engkau datang dan hadir di mimpiku,
Rindu[6]
Jakarta, 03032020
[1] Cinta karena cinta, Judika
[2] Harusnya aku, Armada
[3] Aku takut, Repvblik
[4] Waktu yang salah, Fiersa Besari
[5]
The Art of Loving, Erich Fromm
[6] Tentang Rindu, Virzha