Yang Tak Tersampai Padamu

Jika memang tak terkatakan padamu
biarlah kuceritakan saja pada alam
pada air laut yang melukiskan langit biru
pada daun yang menari dalam buaian angin
pada laba-laba yang termangu dalam sarangnya
meski telah lama ianya berlalu
semuanya tetap indah
walau tak mengapa tiada arti bagimu
semuanya tetap menjadi kenangan
walau tak mengapa tak menjadi kenanganmu
indah ini kan kusimpan dalam hati
kan ku jaga sungguh sepenuh hati
semoga abadi meski hanya dalam mimpi

Tanjung Bongo, Galela Halut, 141218

aku hilang

Aku disini terdiam
Meraba suara ombak yang mengunjungi karang kecil di pantai
Meraih sejuk angin yang mencium semua yang dilaluinya
Hijau Biru nya air laut turut mewarnai suasana hati
Indahnya ikan berwarna warni seindah cinta ini
Membawa bahagia dan berharap selamanya
Disini, saat ini..
Ego dan ke-akuan-ku hilang lenyap
melebur hanyut dalam ketakjuban

Pantai Jikamalamo, Ternate 131218

Rindu

ada kala di suatu masa
aku menyengajakan diri terbuai dalam mimpi
melarutkan lamun yang coba aku himpun
aku ingin menitipkan angan kepada angin
agar menjadi tinggi juga tangguh
agar paham tak jadi hampa
agar bertemu nyata tanpa bertamu tanya
agar kisah menjadi kasih
agar cinta tak hanya karena cantik
tapi bersama memulaikan untuk memuliakan
ada kala di suatu masa
wajah sayang selalu terbayang
menghadirkan indah yang tak ingin pindah
menghadirkan buai yang tak ingin usai
meski tak lagi mungkin bersanding
karena masa tak lagi sama

Rindu, 120718

Akhir Kebersamaan

Hari ini... sepekan sudah perpisahan kita...
kau pergi untuk selamanya...
semuanya harus berakhir, kebersamaan kita ternyata tak bisa dipertahankan lagi... 
kau pergi untuk selamanya...
Aku akan lanjutkan hidup ini tanpamu lagi...
Meski aku mencintaimu, dan ku tau kau juga mencintaiku...
Namun takdir berkata lain, perpisahan ini harus terjadi...

Tuhan, ku tau Kau ciptakan dia hanya untukku...
ku tau Kau takdirkan dia untuk mendampingiku...
tapi Tuhan, mengapa tidak Kau takdirkan dia untuk mendampingiku sampai akhir hayatku..??
sakit yang menggerogotimu yang akhirnya terpaksa memisahkan kita..
bahkan dokter-dokter ahli itupun sudah angkat tangan, tidak bisa menyembuhkanmu untuk tetap dapat mendampingiku..

aku tau, ini semua adalah takdir Tuhan.. yang tak seorangpun dapat mencegahnya..
bahkan cinta kita dan sekian lama kebersamaan kita pun tak berdaya..
kau harus pergi.. pergi untuk selamanya.. kau tak kan kembali..
dan tak kan ada yang bisa menggantikanmu.. kau tak tergantikan.. tak kan..!!!

dan sepekan lalu, ketika dokter-dokter ahli itu mengatakan padaku, bahwa perpisahan kita akan terjadi.. 
pikiranku melayang.. membayangkan orang-orang tersayang.. wajah anak-anak yang masih kecil.. aku sedih... aku takut...
tapi semuanya memang harus terjadi..
kau harus pergi, pergi untuk selamanya...
kau tak kan kembali, dan kau tak kan terganti...
terima kasih atas semua jasamu telah menemaniku selama ini..

aku akan lanjutkan hidup ini tanpamu..
selamat tinggal "Appendix Vermiformis" -ku sayang...
ku akan selalu mengenangmu...

Jakarta 230513

Cinta Tanpa Asa


Aku melirik lelaki itu. Pulas. Dengkur halusnya terdengar keras di telingaku. Terhempas kenikmatan yang kami renggut bersama beberapa saat lalu. Dingin. Kutarik selimut menutupi tubuh telanjangku. Mencoba memejamkan mata. Tapi bayangan itu seperti mengejekku. Berputar lambat layaknya film dokumenter. Hitam putih, samar tapi jelas pemerannya. Hujan di luar sana masih menghunjamkan panah-panah airnya tanpa ampun ke daratan yang tanpa daya hanya pasrah menerima. “jangan jatuh cinta saat hujan….”[1]
***
Aku berlari-lari menerobos hujan. Fiuh. Tumpahan airnya begitu rapat. Padahal tak sampai 3 meter jarak mobil temanku dengan mobilnya, tetap saja tak terhindar aku kuyup. “Lo ada handuk nggak?” tanyaku yang disambut gelak tawanya. “Lo kira nih kamar hotel apa?” jawabnya masih sambil tertawa. Entah apa yang terlintas di pikiranku. Tengah malam. Hujan yang tak henti menghunjami kota ini dari sore tadi. “Mau kemana kita?” tiba-tiba dia memecah kekakuan kami. Aku tiba-tiba gugup. Tangannya sudah berpindah dari tongkat persneling ke tanganku. Kaget, tapi tak kuasa menolak. “terserah” jawabku. “yang jelas gue basah ini” lanjutku.
***
Aku belum lama mengenalnya. Belum ada 3 bulan. Kenal pun karena urusan pekerjaan. Kantorku kebetulan mendapatkan proyek pengadaan di kantornya dan aku yang ditunjuk menjadi penghubungnya. Sejauh ini kami hanya berkomunikasi masalah pekerjaan. Tidak lebih. Bagaimanapun aku harus menjaga jarak. Aku adalah perempuan yang sudah bersuami sedangkan dia masih setia membujang di usia yang sepantasnya sudah memiliki keluarga kecil. Dia pun tampaknya juga menyadari kondisi ini. Tak sekalipun dia mengirimkan pesan-pesan di luar urusan kantor pun bahkan di luar jam kerja. Malam ini harusnya aku ke luar kota bersama teman-teman sekolahku. Biasa. Mendadak reuni karena aku tidak setiap saat bisa berada di kota ini. Kebetulan ada urusan kantor, dan teman-teman pas ada waktu, jadilah. Aku pun sudah menelpon suami dan anak-anakku, mengabarkan aku malam ini tidak kembali ke hotel kalau-kalau mereka menelponku ke sana. Alur cerita berbelok begitu cepat. Kami yang sudah bergerak ke luar kota harus berbalik arah karena ada satu temanku yang tertimpa kemalangan. In the middle of nowhere, aku tak tahu kenapa tiba-tiba aku minta dia menjemputku di meeting point. Tengah malam. Saat hujan.
***
Aku sudah tidak bisa berpikir. Perasaanku ingin berontak, tapi badanku tidak. Entahlah. Apa badanku yang ingin menolak tapi perasaanku menjadi nyaman. Campur aduk. Dia mulai menciumiku. Dahi, mata, hidung. Udara hangat menyapu seluruh wajahku. Aku cuma mendesah saat bibir hangatnya menyentuh bibirku. Lembut. Hangat. Lama. Lalu mulai memagutiku dengan nafsunya. Aku benar-benar pasrah. Rasa dingin berubah jadi panas. AC kamar sempit ini tidak membantu. Tubuhku basah, bukan lagi oleh air hujan tadi tapi karena keringat birahi.
***
Jedeeerrr…tiba-tiba suara geledek mengejutkanku. Menghentikan putaran film dokumenter. Tepat saat lelaki di sebelahku terbangun. “Kamu tidak tidur?” selidiknya. “nggak, mau lagi yang tadi” jawabku genit sambil menindih tubuhnya. Sisa malam itu ku memuaskan nafsu. Melampiaskan cumbuku pada bayangan yang tak henti menggodaku. Hujan sudah reda. Menyisakan genangan, rumput dan tanah basah. Menutup kenangan yang tak akan terulang.


[1] Tere Liye

Cinta di 1/3 Malam

Punggungmu

Hari ini aku hanya melihat punggungmu
dari tempat biasa yang aku pilih setiap hari, hanya untuk menjadi orang pertama yang mendapat senyummu


Rindu Menanti



Meski rinai hujan telah reda
Namun detak rindu enggan tuk jeda

Kemanakah merpati putih berkelana?
Membawa kabar angin tak kunjung jua

Lupakah ia?
Ataukah aku yang tak sabar menanti kehadirannya?

GNWN/01022020