Fana
Tidakkah sesak sesekali hadir,
Umur bergulir, kepala kian pandir
Hakekat hidup lalai di pikir,
dunia persingahannya para musafir
Beruntai nikmat runtut mengalir,
Tiada terhitung semenjak lahir
Pada waktunya menemu akhir
Esok atau lusa tiada tertaksir
Tapi Langkah kerap tersesat
Karena hati melegam pekat
Bebal membaca tanda isyarat
Dunia menipu pencari nikmat
manisnya dunia hanya sesaat,
Saat mati semua tamat
Tapi lelarian sepanjang hayat
Sibuk mengejar harta dan pangkat
Semoga bukan di ujung sekarat,
Hati berdetak untuk mengingat
Gemerlap dunia takkan manfaat
Menebus berat janji akherat
Suatu Tempat (hanya) Kita yang Tahu
Pagi berkabut.
Udara desa Pariangan memang selalu sejuk, tak terkecuali pada musim panas. Desa yang terletak di Minangkabau ini sangat indah, bahkan termasuk dalam sepuluh desa terindah di dunia versi Easemytrip bersama Desa Penglipuran di Bali. Desa yang selalu diselimuti ketenangan dan hijaunya lembah ngarai Gunung Marapi.
Kabut yang turun perlahan
melintasi lereng mengingatkanku setahun lalu. Saat itu Raina masih cantik, tak
ada duanya. Memang banyak gadis di desa ini yang cantik, tapi Raina berbeda. Setidaknya di hatiku.
Raina yang selalu mengoleskan sepotong pinang
merah pada bibirnya, “Sebagai pengganti lipstick…” katanya, yang mebuatku
tertawa terbahak,
“Kampungan….” kataku kala itu.
Tapi dia tak peduli, dia malah
asik mengoleskan beras yang telah ditumbuknya dan diberi sedikit air pada
wajahnya, “Sebagai pengganti bedak…” katanya lagi.
“Tanpa efek samping dan... gratis” senyumnya merekah, yang membuatku mengagumi dalam hati wajahnya yang
semakin bersinar.
“Gimana kalo kita menikmati
secangkir kopi? Di tempat biasa.. “, ujarku yang disambut dengan anggukan Raina.
Kami berlari menuruni bukit. Pasir berhamburan diantara sela-sela kaki
kami, sepasang muda mudi dari sebuah desa indah yang
tumbuh bersama.
-------
Saat ini aku berdiri di hadapan Raina,
Dan hampir sama sekali tak
mengenali wajahnya, sisa-sisa jahitan bekas operasi masih membekas. Dan di
dalam batinnya, luka dari musibah kebakaran itu tampaknya masih berdiam disana. Aku tahu itu
dari sikap Raina yang menundukkan wajahnya dalam-dalam ketika aku menatapnya.
“Hai, apa kabar?”
Suaranya pelan dan ragu.
“Beginilah keadaanku sekarang…
seorang gadis yang tak bisa lagi menggunakan lipstick dan bedak..."
Ia menghela nafas, dan melanjutkan dengan suara yang nyaris tak terdengar,
"karena kulit separuh wajahnya hilang dan diganti dengan segumpal daging pahanya”
Bibirnya mencoba membentuk sebuah senyuman. Pasrah.
Sesaat aku terdiam, menimbang
dalam hati, hari-hari lampau separuh dari perjalanan hidup kami. Raina yang selalu menyenangkan dengan tingkah lugunya yang membuatku tertawa, walau sering
kali menjengkelkanku juga. Perlahan ribuan kenangan menari-nari menutup hatiku dari
wajahnya.
Lalu setitik butiran bening
mengalir di pipi Raina.
“Oh.. jangan menangis, Raina. Tak akan kubiarkan lagi air mata kepedihan
membasahi hati dan matamu. Aku ada disini karena aku menyayangimu. Apa dan
bagaimanapun kamu. Aku jatuh cinta pada sepotong hati yang murni, bukan pada
seorang dewi yang begitu sempurna. Setahun sudah kamu menghindariku, dan aku
tak akan mengijinkan hal itu lagi. Percayakan hatimu padaku Raina, dan akan kubawa
kau ke suatu tempat, yang hanya kita yang tahu.”
Suara angin berdesir syahdu …
“Tempat biasa…”, kataku penuh perasaan.
Uluran tanganku memintanya,
Raina menyambut tanganku,
tersenyum dan menyeka air matanya…. dan kami berlari kembali, menuruni tebing
pasir, di desa terindah tempat kami tinggal.
-------
(terinspirasi lagu "somewhere only we know" Keane)
Dibilangnya kami tak waras
Dibilangnya kami tak waras
udzur usia bermain futsal
Tak peduli lututnya lemas
Libur sekali rasa menyesal
Dibilangnya kami orang gila,
Mencari kata bersusah susah
Padu padankan bait dan sela
Agar ungkapan terbaca indah
Apakah kata yang setara
Akan tertuju untuk semua
Para lelaki pencari gembira
Jalani pilihan laku berbeda
pemancing, penyanyi atau pelari
Penggemar tumbuhan atau binatang
Masing masing punya sendiri
Bagaimana cara mencari senang
Pemancing ke pasar membeli ikan
Ikan di tuang ke dalam kubangan
Melempar pancing dari tepian
Tertawa bahagia umpan dimakan
Nafas terengah bercucur keringat
Lima putaran setiap hari
Beban pikiran makin memberat
Menjadi hilang dengan berlari
Lelaki berjalan menenteng kandang
murai dan jalak di latih berkicau
Akhir bulan turun gelanggang
Burungnya diam hatinya risau
Lelaki lain berjingkrak jingkrak
Speaker berdentam dentam bergetar
Lepaskan penat yang makin sesak
Musik berakhir kembali segar
Kian banyak kita berkeliling
Terlihat banyak ragam pilihan
Untuk sejenak redakan pusing
Masalah hidup yang jadi beban
udzur usia bermain futsal
Tak peduli lututnya lemas
Libur sekali rasa menyesal
Dibilangnya kami orang gila,
Mencari kata bersusah susah
Padu padankan bait dan sela
Agar ungkapan terbaca indah
Apakah kata yang setara
Akan tertuju untuk semua
Para lelaki pencari gembira
Jalani pilihan laku berbeda
pemancing, penyanyi atau pelari
Penggemar tumbuhan atau binatang
Masing masing punya sendiri
Bagaimana cara mencari senang
Pemancing ke pasar membeli ikan
Ikan di tuang ke dalam kubangan
Melempar pancing dari tepian
Tertawa bahagia umpan dimakan
Nafas terengah bercucur keringat
Lima putaran setiap hari
Beban pikiran makin memberat
Menjadi hilang dengan berlari
Lelaki berjalan menenteng kandang
murai dan jalak di latih berkicau
Akhir bulan turun gelanggang
Burungnya diam hatinya risau
Lelaki lain berjingkrak jingkrak
Speaker berdentam dentam bergetar
Lepaskan penat yang makin sesak
Musik berakhir kembali segar
Kian banyak kita berkeliling
Terlihat banyak ragam pilihan
Untuk sejenak redakan pusing
Masalah hidup yang jadi beban
Mencari Cinta Yang Tak Termiliki
tak henti-henti orang bercerita tentang cinta,
berkesah pada hujan,
mengeluh tentang kenangan,
tak lelah...
saat jaga berangan, waktu lelap memimpi
sibuk mencari apa yang sudah tertulis di hati tapi
tak mampu dimiliki.
Jakarta, 07012020
berkesah pada hujan,
mengeluh tentang kenangan,
tak lelah...
saat jaga berangan, waktu lelap memimpi
sibuk mencari apa yang sudah tertulis di hati tapi
Jakarta, 07012020
Apalah Cinta
Ada banyak
kisah cinta,
Aku tak
ingin jadi extra,
Ambil satu
atau beberapa,
Anggap itu
kisah kita
Sebut aku
Romeo, dirimu Julia[1],
Aku
berpaling dari Rosaline, karena cintamu, Julia,
Tragisnya
cinta kita,
Takdir
memilih kita mati bersama
Atau aku Lancelot,
kamu Guinevere[2]
istri sang raja,
Cinta kita
terlarang, namun bergelora,
Meski tak
berkorban jiwa,
Tapi tetap
tidak bisa bersama
Bisa juga
aku si Syamsul Bahri, kamu Siti Nurbaya[3],
Terhalang Datuk Maringgih si tua renta,
Kasih tak
sampai apalah cinta,
Hanya menutup
ajal dalam dendam membara
Sebut lagi
sesiapa, atau kamu mau menjadi apa,
Bahkan air
hujan tak lagi mampu menyamarkan air mata,
Tak mampu mengenyahkan Dewa Madana Atmika[4],
Atau menjadikanku Bambang Nagatatmala[5]
Jakarta,
06012020
[1] Romeo
and Julia, William Shakespeare;
[2] Le Morte d’Arthur, Malory;
[3] Siti Nurbaya, Marah Rusli;
[4] Dewa Madana Atmika adalah simbol cinta kasih
seorang perempuan pada laki-laki. Bila sedang jatuh cinta, maka hanya laki-laki
yang dicintainya akan selalu ada di benaknya.
Langganan:
Postingan (Atom)