Dalam diriku ada kanak kanak (badarawuhi 3)



Badarawuhi (4)

Dalam diriku ada kanak kanak,
Senang bermain, bercanda dan tertawa

Hingga  suatu senja bermula,
Dia mulai asik denganmu dengan permainan petak umpet dam tebak kata
kau lari dan isyaratmu mengundang langkahnya mengejar, atau kau
membiarkannya lari, dan pura pura mengejar,

Sesekali kaupun mengajak bermain kata, bahwa suka bagi orang dewasa tak sama cinta, bahwa tak sengaja memilih  menu makan siang yang sama tak bermakna sejiwa, bahwa ajakan menemani jalan kaki tak berarti sehati, bahwa dialog basa basi setiap hari semata ibanya hati yang tak dia mengerti

Dalam diriku ada kanak kanak,
Yang kadang sangat posesif atau pelit
tak rela berbagi barang mainan dan teman sepermainan,
melihatmu sedang bermain petak umpet dan tebak  kata dengan yang lain, sebulan ini dia meriyang, badannya panas dingin, mulutnya meracau  kata kata tak jelas,

kata katanya kini ku tangkap,
Erat,
menjadi sajak,
(yang sama tak jelas)

           (Ujung harapan, 5  jan 2020)





Penjemputan

#Penjemputan
@tetehnumaketiung

Berhari hari tanpa temu
Aku seperti kota yang  berbulan bulan
Merindu hujan,udara gerah, tanah kering pecah, hutan terbakar memerah,
dan asap memenuhi segala arah

Berhari  hari,
tak ada pagi ,  dengan sajian nasi goreng atau kadang semangkuk sayur sop hangat tanpa bumbu micin dan royco , tak ada perbincangan di meja makan tentang anak anak yang kemarin siang main hujan hujanan,  sambil menyeruput hangatnya teh tubruk tanpa gula yang tetap terasa manis karena senyummu

Tak ada pagi,
Dengan jabat tangan di beranda, dan tanganmu yang sigap merapikan  kerah baju dan tali kancing jaket yang tak menutup sempurna, sambil bercanda " gak usah gaya, kau bukan lagi anak muda, kalau tubuhmu tak tertutup rapat sempurna, aku gak mau nanti malam, ngurusi kau yang lagi  mengurut dada, sambil bolak balik bersendawa"

Tak ada malam atau senja,
dimana langkah pulang adalah gembira, menuju ruang yang pintunya berderit terbuka, memunculkan senyum dan jabat tangan yang mesra, tak peduli apakah aku pulang dengan hati menyimpan rahasia atau  cinta

Berhari hari tanpa temu,
Dan aku tak mampu lagi ,
menunggu

                                               (Bandung 4 jan 2020)



















Wahai Insan, tak lelahkah kau berangan?

Pelacur dan Pelacuran Akademiknya

Kado dari Mati Ragaku




Tentang hujan

#tentang hujan (1)

Aku tak pintar menakar cuaca,
Ku biarkan rintik pesonamu
Berulang ulang menghujani ku,
Hanya sekedar  berharap,
sebaris pelangi indah
Tergambar seusainya

Tapi kau datang terlalu bertubi,
Membanjiriku
Menggenangiku

selalu saja,
Aku tak berdaya
Untuk tidak
tenggelam
makin dalam

dan terhanyut,
Makin larut

(3 Januari 2020)










Pujian dan Ujian

Pujian dan Ujian
Pujian dapat menjerumuskan
Pabila disikapi dengan jumawa
Sedangkan ujian dapat menyelamatkan
Pabila disikapi dengan keikhlasan atas ketetapan Tuhan

Pujian dan Ujian
Keduanya sama-sama di uji
Sesiapa yang mampu menjalani
Kan tampil sebagai Hamba-Hamba yang di Ridhoi

Pujian dan Ujian
Dua kata yang dibedakan hanya oleh konsonan P
Sesiapa yang tidak mampu menjalani
Ia kan menuai konsekuansi

Semoga diri ini senantiasa selamat dalam menghadapi pujian maupun ujian

GNWN/03012020

When I'm Sixty Four*


“Ti[1], Aung[2] subuhan ke masjid ya, assalamu’alaikum” pamit Aung kepada Uti. Sudah jadi kebiasaan Aung sejak bertahun yang lalu untuk sholat subuh berjamaah di masjid dekat rumah mereka. Dulu sih tidak rutin, sesempatnya Aung saja, tapi semenjak pensiun Aung rutin setiap subuh ke masjid, kecuali ada uzur yang tidak bisa dihindarkan. “wa’alaikum salaam, iya Ung, tiati” sahut Uti yang sedang bersiap-siap juga untuk sholat subuh. Begitulah rutinitas Aung dan Uti di pagi hari. Selepas dari masjid biasanya Aung akan menyempatkan diri jogging 30-40 menit atau sekedar mengajak Uti jalan pagi keliling komplek perumahan mereka. Di usia-nya yang 64 tahun Aung masih terlihat segar dan atletis. Tidak heran, karena semasa muda Aung terkenal rajin berolahraga sepeda dan lari. Sampai sekarang aktivitas tersebut masih tetap dilakukan walaupun dengan intensitas rendah. Uti yang hanya berbeda 4 tahun dari Aung juga masih terlihat segar. Selain jalan pagi bersama, Aung juga sering mengajak Uti bersepeda bersama komunitasnya. Kalau sedang malas, biasanya Uti dibonceng Aung dengan sepeda tandem-nya.

***
Aung dan Uti mempunyai 2 orang anak perempuan yang sudah berkeluarga; Audy dan Hana. Mereka tinggal tidak jauh dari rumah Aung – Uti. Pada saat masih aktif Aung sengaja membelikan mereka rumah yang berdekatan supaya kalau Aung – Uti rindu gak perlu jauh-jauh. Letak rumah mereka yang tidak berjauhan juga menguntungkan buat Audy dan Hana karena mereka bisa menitipkan anak-anaknya ke rumah Aung – Uti. Lebih aman dan lebih tenang dibandingkan harus menitipkan anak-anak ke asisten rumah tangga atau ke day care. Aung – Uti pun dengan senang hati dititipin cucu-cucu yang lucu dan cerewet. Bahkan hampir setiap hari Aung lah yang bertugas mengantar jemput sekolah cucu-cucunya. Rutinitas lain di pagi hari sebelum Aung – Uti sibuk dengan  kedai kopi kecil milik mereka.

***
Memiliki kedai kopi adalah cita-cita Aung sejak lama, namun baru terealisasi beberapa tahun sebelum Aung purna bhakti. Kedai kopi itu sederhana saja. Letaknya masih di sekitar komplek perumahan mereka. Kedai tersebut buka di pagi hari setelah Aung selesai mengantar cucu-cucunya ke sekolah. Aung sendiri yang menjadi barista-nya, sementara Uti yang akan membuatkan menu sarapannya. Menu sarapan yang dibuat Uti juga sesuai dengan keinginan Uti hari itu, sehingga kedai kopi tersebut tidak memiliki menu makanan tetap. “biar tidak bosan” alasan Uti. Seperti hari ini, Uti membuat sandwich telor sebagai menu sarapan, sementara Aung siap dengan americano atau cappucino. Sama sekali tidak ngoyo, karena memang kedai kopi ini hanya untuk mengisi kegiatan Aung – Uti. Kedai kopi biasanya tutup siang hari karena Aung harus menjemput cucu-cucu-nya, dan Uti biasanya istirahat siang atau pergi ke majelis taklim bersama teman-teman pengajiannya. Kedai akan buka kembali menjelang sore sampai menjelang waktu maghrib.

***
Audy, anak tertua mereka, berprofesi sebagai dokter gigi. Sudah memiliki klinik sendiri, yang meskipun tidak terlalu besar tapi cukup ramai. Sementara Hana, keukeuh dengan cita-cita masa kecilnya: menjadi komikus dan penulis. “kan bakatnya turun dari Papa “ begitu selalu kilahnya ketika ditanya mengapa memilih profesi tersebut.

***
“Waduh enak kali tidurmu ya…!?” suara Pak Direktur tiba-tiba menggelegar. Aku tergagap kaget. Tidak sadar headset masih terpasang di telinga:

When I get older losing my hair
Many years from now
Will you still be sending me a Valentine
Birthday greetings bottle of wine
If I'd been out till quarter to three
Would you lock the door
Will you still need me, will you still feed me
When I'm sixty-four
You'll be older too
And if you say the word
I could stay with you
I could be handy, mending a fuse
When your lights have gone
You can knit a sweater by the fireside
Sunday mornings go for a ride
Doing the garden, digging the weeds
Who could ask for more
Will you still need me, will you still feed me
When I'm sixty-four
Every summer we can rent a cottage
In the Isle of Wight, if it's not too dear
We shall scrimp and save…[3]


*Judul lagu The Beatles


[1] Uti atau Eyang Putri, nenek dalam bahasa Jawa
[2] Aung atau Eyang Kakung, kakek dalam bahasa Jawa
[3] When I’m Sixty Four, The Beatles