Malam
itu Santi mandi dan berdandan. Santi kangen kepada suaminya, Daniel. Sudah lama
mereka tidak ngobrol panjang. Biasanya mereka berdua sibuk dengan urusan
masing-masing. Mereka bekerja pada siang hari. Bertemu di rumah ketika mentari
sudah kembali ke peraduannya.
Setiap
malam mereka disibukkan oleh dua anak lelakinya yang masih duduk di bangku
sekolah dasar. Dua anaknya itu berebutan mencari perhatian Santi dan Daniel.
Sampai kedua anaknya kelelahan bermain dengan ayah bundanya, energi Santi dan Daniel
sudah terkuras habis.
“Mas,”
Santi berbaring di samping suaminya.
“Hmm,”
jawab Daniel sambil memegang ponselnya.
“Udah
lama deh kita nggak nonton film berdua.”
“Iya,”
singkat Daniel menjawab. Matanya terus menatap layar ponselnya. Sesekali senyum
tersungging di bibirnya.
“Kita
jadwalkan yuk.”
“Iya,”
kembali Daniel tersenyum sendiri.
“Mas.”
“Iya.”
Iya
apa?”
“Eh
iya, aku ikut maunya kamu aja deh.”
Santi
mulai kesal. Apalagi dilihatnya Daniel terus-terusan senyum sendiri sambil
terus menatap layar ponsel.
“Mas
dengar kan aku bicara apa?”
“Aku
dengar, kamu pengen nonton. Ya udah nonton aja, ajak anak-anak.”
“Mas!”
suara Santi mulai meninggi.
“Mas
nggak merhatiin deh omongan aku,” sambung Santi menahan kesal.
“Aku
denger kok, hahaha.”
“Apa
yang lucu sih?”
“Eh
enggak. Ini teman-temanku kok lucu banget sih. Ngirim-ngirim video-video lucu.
Ada-ada aja mereka,” ujar Daniel sambil terus menulis pesan di keyboard
ponselnya.
“Mas
nggak dengerin aku ngomong. Konsentrasi mas ke grup medsos. Sampe lupa kalau
ada aku disamping mas. Emangnya aku obat nyamuk,” Santi mengoceh kesal.
“Aku
dengerin kok,” Daniel terus membaca dan mengetik pesan.
“Enggak!”
Santi membalikkan badannya menahan emosi. Sekuat tenaga Santi menahan air
matanya agar tak jatuh di pipi.
Santi
merasa Daniel berubah sejak dia terhubung kembali dengan teman-teman sekolahnya
dulu melalui grup medsos. Seringkali mereka memang duduk berdekatan tapi Daniel
lebih banyak asyik sendiri ngobrol bersama teman-temannya di ponselnya.
“Sayang,”
Daniel memeluk istrinya dari belakang.
Sekuat
tenaga Santi menahan tangis. Santi mencoba memejamkan mata agar hatinya bisa
tenang.
“Ya
udah besok malam kita nonton yuk,” ujar Daniel sambil terus memeluk Santi.
Santi
berbalik ke arah Daniel. Dilepaskannya pelukan Daniel. Ditatapnya Daniel dengan
perasaan kesal.
“Peluk
ada ponselnya. Jadiin istri kalau bisa,” Santi kembali membelakangi Daniel.
“Lho,
kok nyuruh aku meluk ponsel, kan susah. Apalagi dijadiin istri, siapa yang
masak buat aku,” Daniel mencoba mencandai Santi. Santi semakin cemberut
mendengar canda suaminya.
“Udah
nggak usah bercanda. Aku lagi males bercanda. Aku mau tidur, nggak usah deketin
aku. Nanti aku mengganggu keceriaan kamu ngobrol sama teman-teman segrupmu,”
ujar Santi ketus.
Daniel
hanya bengong mendengar intonasi suara Santi yang terdengar beda sama biasanya.
“Maaf
ya, aku nggak bermaksud mengabaikanmu. Kan nggak enak juga kalau aku nggak
komentar kalau temen-temenku posting sesuatu,” ujar Daniel .
“Ya
udah, teruskanlah apa maumu.”
Daniel
nggak berani lagi mengusik Santi yang masih marah kepadanya. Daniel menyudahi
percakapan bersama teman-temannya di grup medsos. Daniel membiarkan Santi tidur
dengan perasaan marah. Daniel berencana membujuk Santi esok hari.
*****
“San,
nonton yuk. Ada film bagus lho di bioskop. Pemainnya aktor kesayangan kamu tuh.
Kayaknya seru.” Ajak Daniel kepada Santi yang sedang berbaring di tempat tidur
sambil memegang ponselnya.
“Santi.”
Daniel
kembali memanggil Santi. Rupanya Santi tidak mendengar panggilan Daniel. Telinganya
ditutupi earphone.
“Ada
apa, mas?” Santi melepaskan earphone dari
telinganya.
“Nonton
ke bioskop, yuk,” Daniel mengulangi ajakannya.
“Aduh,
maaf mas. Aku nggak bisa. Lagi sibuk nih.”
“Lha
kok bisa sibuk sih. Kan kamu lagi baringan aja.”
“Aku
lagi sibuk nonton drama Korea nih. Lagi seru-serunya. Sayang kalau aku tinggal.
Aku masih penasaran sama kelanjutannya,” Santi kembali memasangkan earphone ke
telinganya.
Daniel
hanya bisa menggaruk kepalanya dan berbaring di pojok tempat tidur. Daniel
mengambil ponselnya. Terlihat pesan yang berjumlah ribuan sudah mampir di
ponselnya. Dibukanya pesan-pesan itu satu per satu. Akhirnya Daniel dan Santi tenggelam
dengan kesibukan di ponselnya masing-masing.
*****