Give Way atau memberi jalan adalah istilah yang baru gue kenal ketika akan nyetir di Australia. Akibat tuntutan keadaan, saat disana gue harus beli mobil dan nyetir sendiri. Secara teknis tidak ada kendala karena mobil-mobil disana sama seperti disini, posisi setir di kanan. Kelengkapan dokumen juga tidak masalah, karena ada ketentuan bahwa Surat Ijin Mengemudi (SIM) dari Indonesia cukup diterjemahkan oleh penterjemah tersumpah untuk dapat dipakai sebagai SIM lokal di Australia. Paling gue harus memperhatikan batas kecepatan kendaraan yang berbeda-beda di tiap ruas jalan, tapi ini pun tidak masalah karena ada menu peringatan speed camera di GPS.
"eh belajar give way dulu lu!" kata temen gue yang udah lama disana. "Main nyetir aje, kena denda langsung melarat lo!" lanjutnya lagi. "hah? give way? apaan tuh?" balas gue gak ngerti. Akhirnya temen gue ngejelasin kalo di Australia itu aturan untuk mendapatkan lisensi mengemudi itu tidak mudah. Harus ada tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum seseorang dinyatakan cakap untuk mengemudikan kendaraan di jalan raya. "Oh...ujian SIM" jawab gue sambil garuk-garuk kepala. Maklum, seumur-umur punya SIM gue belum pernah sekalipun ikut ujian SIM, jadi sebenarnya gue tidak tahu kecakapan yang bagaimana yang harus dimiliki seorang pengemudi kendaraan bermotor he he he.
"Indonesia banget lu..!" bentak temen gue dengan kesal. "Lu itu kalo bawa kendaraan di jalan raya tanpa kecakapan mengemudi itu sama aja dengan pembunuh yang berkeliaran" lanjut temen gue. Oops, kaget juga gue ngedengernya. "So, gue harus ambil SIM sini gitu? kan cukup SIM Indonesia gue terjemahin?" balas gue. "Ya harusnya sih begitu, tapi berhubung lu gak lama disini, paling nggak lu paham aturan-aturan lalu lintas disini" jelas temen gue. Akhirnya gue dikasih laman https://www.raa.com.au/motoring-and-road-safety/learning-to-drive/give-way-questions untuk belajar give way.
Akhirnya gue bukalah laman tersebut buat belajar. www.raa.com.au adalah sebuah laman yang memberikan jasa bantuan terhadap segala kebutuhan kendaraan bermotor. Disana ada segmen online learner's test yang terdiri dari 3 bagian yaitu give way questions, multiple choices, dan hazard perception test. Sebenarnya untuk kualifikasi L atau status belajar, kita harus mengerjakan semua bagian tes tersebut, tapi karena gue hanya butuh untuk belajar 'adab' berkendara yang 'manusiawi' maka gue cuma fokus pada give way test.
Give way test ini ternyata adalah suatu tes yang menggambarkan simulasi keadaan yang pasti akan kita temui di jalan raya, baik kita sebagai pengemudi maupun pejalan kaki. Terdiri dari 8 soal yang wajib dijawab dengan benar semuanya. Kalau ada satu jawaban yang salah, kita harus mengulang kembali.
salah satu simulasi keadaan di jalan raya. |
Pertanyaan dalam give way test ditampilkan dalam bentuk animasi gambar. Dari animasi gambar tersebut kita diberi 2 pilihan jawaban. Begitu kita klik jawaban yang kita pilih, maka animasi tersebut akan bergerak dan kita akan tahu akibat dari pilihan jawaban kita tersebut. Gue sangat takjub pada saat melakukan tes tersebut lalu mengerti pernyataan temen gue tentang "pembunuh berkeliaran" tadi. Dalam tes ini, kalau kita tidak memahami dengan baik siapa yang harus memberi jalan terlebih dahulu, maka kita akan diberi tahu akibat terburuk yang akan terjadi, yaitu kecelakaan. Disini saya tersadar mengapa tingkat pendidikan suatu negara tercermin dari kondisi lalu lintasnya. Bukankah orang yang berpendidikan itu akan sangat menghargai hak asasi manusia yang paling dasar yaitu hak untuk hidup. Hak untuk hidup tersebut dapat dengan sia-sia terenggut oleh orang-orang yang tidak mengerti etika memberi jalan di jalan raya.
Beberapa waktu lalu kakak gue membanggakan diri bahwa dia berhasil lulus ujian SIM di Polres setempat. Teringat dengan pengalaman di Australia, gue lalu bertanya tentang give way test ini. "Oh ada dong!" jawab kakak gue. Karena penasaran akhirnya gue googling "sistem ujian SIM online" dan ternyata memang benar, ada semacam give way test namun dengan format yang berbeda. Dalam laman korlantas.polri.go.id terdapat segmen latihan ujian SIM online, baik untuk SIM A maupun SIM C. Format pertanyaan adalah benar salah dan dilengkapi dengan animasi gambar. Jumlah soal latihan tersebut adalah 30 soal dan harus dikerjakan dalam waktu maksimal 16 menit. Tidak ada notifikasi apakah jawaban kita tersebut benar atau salah, tidak ada pula animasi yang menunjukkan akibat dari jawaban benar atau salah tersebut. Yang ada hanya notifikasi waktu pengerjaan ujian yang tersisa.
Secara konsep, apa yang terdapat dalam laman korlantas.polri.go.id tersebut sama dengan laman raa.com.au, yaitu mencoba menggambarkan kondisi riil yang dihadapi pengemudi di jalan raya. Yang berbeda adalah dampak yang ditimbulkan apabila kita memilih jawaban yang salah. Betul bahwa dampak tersebut bisa jadi berbeda dalam prakteknya, karena ada unsur kesigapan pengemudi dalam mengendalikan keadaan yang tiba-tiba dihadapi. Namun asumsi ini tidak dimasukkan dalam pertimbangan dalam membuat etika tersebut. Sekali lagi, ini berkaitan dengan nyawa manusia dan kerugian materil lainnya, tidak boleh ada asumsi disana. Adanya dampak yang ditimbulkan ketika kita menyalahi etika give way akan benar-benar membekas dalam ingatan ketika kita menjalankan kendaraan ataupun menjadi pengguna jalan lainnya di jalan raya. Give way juga akan meringankan atau memberatkan posisi kita ketika terjadi kecelakaan di jalan raya.
Di Indonesia, khususnya di Jakarta, terlihat sekali bahwa konsep give way ini tidak dipahami oleh sebagian besar pengguna jalan. Pokoknya, siapa yang duluan itu yang menang, siapa yang paling ngotot di jalan maka dia yang akan cepat sampai. Hal demikian dapat dipahami mengingat orang-orang seperti gue ini (punya SIM tanpa ujian) masih sangat banyak. Pengetahuan berlalu lintas di Indonesia lebih banyak didapat secara otodidak dan 'sekenanya'. Pokoknya kalo gak ditilang Pak Polisi berarti aman.
Rome was not built in a day. Membangun suatu sistem, peraturan ataupun budaya berlalu lintas tidak dapat dilakukan dalam sekejap, semudah menggosok-gosok ceret ajaib lalu terkabul. Butuh waktu dan proses. Aturan legal formal yang telah ada pun tidak akan berarti apa-apa jika implementasinya tidak dilakukan dengan tepat. Dengan segala infrastruktur yang sudah tersedia, seharusnya pemerintah hanya perlu strategi implementasi yang baik. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah 'mempersulit' masyarakat untuk mendapatkan SIM, baik SIM pertama ataupun perpanjangan. Memahami peraturan lalu lintas serta cara berkendara dengan baik, aman dan sesuai peraturan yang dibuktikan dengan lulus ujian SIM adalah syarat wajib untuk mendapatkan/memperpanjang SIM. Akan lebih bagus jika metode ujian SIM tersebut dapat lebih disederhanakan sebagaimana contoh di Australia tadi. Berikutnya tentu penegakan peraturan yang tegas dan tidak pilih kasih sehingga benar-benar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar peraturan lalu lintas. Butuh waktu dan konsistensi memang, namun jika tidak pernah dimulai kita tidak pernah tahu kapan akan selesai.
Dari pengalaman yang gue alami, give way ini sebenarnya tidak hanya dipraktekkan masyarakat Australia ketika berkendara. Konsep tersebut ternyata berlaku dimana-mana, dan bahkan untuk hal-hal yang mungkin menurut kita sangat sepele seperti memberikan ruang untuk menyalip pada saat kita berada di eskalator. Disitu terlihat bahwa adanya kesadaran untuk tidak mempersulit orang lain, tidak menghalangi jalan orang lain telah menjadi suatu kebiasaan baik yang dibudayakan. Kebiasaan baik yang menjadi budaya tersebut kemudian 'diamankan' dalam peraturan-peraturan formal/non formal. Tidak mengetahui aturan-aturan tersebut atau melanggar aturan-aturan tersebut akan mendapatkan sanksi, baik sanksi sosial maupun sanksi hukum yang tegas.
Di Indonesia, mungkin gue yang kudet, tapi gue belum menemukan adanya suatu kebiasaan baik masyarakat yang sedemikian pentingnya sehingga masyarakat bersama-sama dengan pemerintah sepakat untuk menjadikannya sebuah aturan legal formal yang mengikat semua orang. Entahlah untuk hal lain, tapi untuk kebiasaan give way saja gue sulit menemukannya dalam keseharian, baik itu memberi jalan secara harafiah maupun memberi jalan dalam artian memberikan kesempatan bagi yang lebih berhak.
Rome was not built in a day. Membangun suatu sistem, peraturan ataupun budaya berlalu lintas tidak dapat dilakukan dalam sekejap, semudah menggosok-gosok ceret ajaib lalu terkabul. Butuh waktu dan proses. Aturan legal formal yang telah ada pun tidak akan berarti apa-apa jika implementasinya tidak dilakukan dengan tepat. Dengan segala infrastruktur yang sudah tersedia, seharusnya pemerintah hanya perlu strategi implementasi yang baik. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah 'mempersulit' masyarakat untuk mendapatkan SIM, baik SIM pertama ataupun perpanjangan. Memahami peraturan lalu lintas serta cara berkendara dengan baik, aman dan sesuai peraturan yang dibuktikan dengan lulus ujian SIM adalah syarat wajib untuk mendapatkan/memperpanjang SIM. Akan lebih bagus jika metode ujian SIM tersebut dapat lebih disederhanakan sebagaimana contoh di Australia tadi. Berikutnya tentu penegakan peraturan yang tegas dan tidak pilih kasih sehingga benar-benar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar peraturan lalu lintas. Butuh waktu dan konsistensi memang, namun jika tidak pernah dimulai kita tidak pernah tahu kapan akan selesai.
Dari pengalaman yang gue alami, give way ini sebenarnya tidak hanya dipraktekkan masyarakat Australia ketika berkendara. Konsep tersebut ternyata berlaku dimana-mana, dan bahkan untuk hal-hal yang mungkin menurut kita sangat sepele seperti memberikan ruang untuk menyalip pada saat kita berada di eskalator. Disitu terlihat bahwa adanya kesadaran untuk tidak mempersulit orang lain, tidak menghalangi jalan orang lain telah menjadi suatu kebiasaan baik yang dibudayakan. Kebiasaan baik yang menjadi budaya tersebut kemudian 'diamankan' dalam peraturan-peraturan formal/non formal. Tidak mengetahui aturan-aturan tersebut atau melanggar aturan-aturan tersebut akan mendapatkan sanksi, baik sanksi sosial maupun sanksi hukum yang tegas.
Di Indonesia, mungkin gue yang kudet, tapi gue belum menemukan adanya suatu kebiasaan baik masyarakat yang sedemikian pentingnya sehingga masyarakat bersama-sama dengan pemerintah sepakat untuk menjadikannya sebuah aturan legal formal yang mengikat semua orang. Entahlah untuk hal lain, tapi untuk kebiasaan give way saja gue sulit menemukannya dalam keseharian, baik itu memberi jalan secara harafiah maupun memberi jalan dalam artian memberikan kesempatan bagi yang lebih berhak.
***
Jakarta, 20 September 2018