Di momen pergantian tahun dari tahun 2017 ke tahun 2018 ini, saya membaca sebuah tulisan dari grup whatsapp pengajian, dimana isi tulisan tersebut membuat kelopak mata saya tidak sanggup menahan air mata setelah membacanya. Isi tulisan tersebut menceritakan tentang kisah perjalanan dipenghujung kehidupan Almarhum Bapak Fulan ~ salah satu jama’ah pengajian ~ yang menurut saya pribadi sangat mulia dan layak untuk dijadikan teladan.
Singkat cerita, Almarhum merupakan salah satu jama’ah pengajian yang selalu berusaha untuk hadir di majelis ‘ilmu. Menukil dari yang disampaikan ketua pengajian, Bapak H. Taufik, “Ia datang sendiri dengan rasa ingin belajar agama yg begitu tinggi. Di usianya yang memang sudah tua, ia ingin mempersiapkan bekal untuk dibawa menghadap Illahi (Tuhan YME). Dengan tidak ada rasa malu, ia serius belajar membaca alqur'an dan memperbaiki kesempurnaan sholatnya. Setiap kali ia selesai sholat, ia mengambil alqur'an dan membacanya di salah satu pojok masjid. Mulanya ia terbata-bata, selang beberapa waktu ia mulai mampu membaca al qur’an dengan lancar. Begitu juga sholatnya, ia sering bertanya tentang sholat yang sebelumnya sering ia tinggalkan. Almarhum berusaha mengqodlo (mengganti sholat yang pernah ditinggalkan) di sela-sela tahajjudnya”.
Suatu hari, almarhum datang menemui ketua pengajian ~ Bapak H. Taufiq ~, dan berkata, "Bang Haji, saya punya uang 20 juta, saya mau umroh, tolong bantu saya mendaftar umroh". Dengan rasa haru dan bangga, Pak H. Taufiq menyampaikan keinginan almarhum kepada Tuan Guru. Tuan Guru menyarankan untuk mendaftar haji saja, dengan harapan bisa berangkat haji bersama. Almarhum-pun menuruti saran Tuan Guru. Hari berikutnya, almarhum saya antar mendaftar Haji di salah satu BankSyariah dan Kementerian Agama, lalu mendapatkan quota haji di tahun 2021”.
Suatu hari, almarhum bercerita tentang bagaimana ia bisa mengumpulkan uang untuk umroh/haji, hingga tabungannya mencapai 20 juta rupiah. Singkat cerita, almarhum selalu menyisihkan sebagian uang hasil jualan tali. Uang tersebut kemudian ia simpan di batang bambu di atas pintu rumah tanpa di ketahui istri dan anaknya. “Yang membuat saya terharu....” lanjut Pak H. Taufiq, “suatu hari, saat almarhum pulang dari berjualan tali, di pinggir jalan ada tumbuh pohon bayam liar. Ia pun memetiknya dan membawanya pulang untuk dimasak oleh istrinya. Almarhum berharap, uang masak hari itu bisa ia simpan lebih banyak ditabung. Subhanallah... begitu kuat keinginannya utk berUMROH...😥😥”.
“Setiap bulan” lanjut Pak H. Taufiq, “beliau slalu titip uang ke saya (500 ribu s.d. 800 ribu rupiah) untuk di tabung di rekening hajinya. Karena beliau tidak bisa baca tulis, jadi selalu dititipkan ke saya. Alhamdulillah sampai terakhir nilai tabungannya sudah cukup untuk melunasi sisa ONH (ongkos naik haji), dan membuat acara Walimatussafar (syukuran sebelum melakukan perjalanan umroh/haji). Beliau juga seorang jama'ah yg rajin dan ikhlas dalam menuntut ‘ilmu. Beliau selalu datang lebih awal, dengan harapan bisa ikut pembacaan hizib (bacaan di awal pengajian) yang menjadi wirid rutin kita sebelum ta'lim. Beliau memahami apa yg sudah di jelaskan Tuan Guru, salah satunya tentang penghujung hari Jum'at yang mustajab untuk berdo'a. Beliau selalu pulang paling akhir, membantu saya merapikan piring kotor, menggulung karpet dan merapikan lekar (meja berukuran kecil untuk alas kitab).
Meskipun hujan, beliau selalu hadir. Beliau juga beberapa kali ikut lelang tanah di pesantren Assafinah. Insya Allah ini bisa menjadi penerang di alam kubur beliau.... Amiiin. Tapi .... rencana Allah siapa yang tahu....?. Hari Jum’at tanggal 29 Desember 2017, beliau masuk rumah sakit. Belum sempat saya dan kita menjenguknya, Allah panggil beliau untuk menghadapNYA, Ahad tanggal 31 Desember 2017 jam 05.30 wib. Satu lagi jamaah At-Taufiq pulang ke Rahmatulloh... ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜”.
Demikian, semoga cerita di atas dapat di ambil hikmahnya atau pelajaran berharga ~ khususnya untuk saya pribadi. Semoga Allah Swt mengaruniai Rahmat (kasih sayangNYA) kepada almarhum. Al Faatihah…