Review: Cloud Atlas
Rhesus
Kita semua sama, yaitu sama-sama berbeda.
Pernahkan terpikir mengapa kita mempunyai golongan darah? Siapakah yang pertama membuat golongan darah? Apakah perlunya?
Golongan darah pertama kali diperkenalkan oleh Karl Landsteiner pada tahun 1901. Ia melihat bahwa tidak semua transfusi darah berhasil, dimana beberapa sel darah segera bergumpal setelah dilakukan transfusi, dan ada juga yang tidak bergumpal. Ia segera melakukan penelitian atas beberapa sampel darah, dan menemukan bahwa terdapat protein di semua permukaan sel darah merah, dan protein ini disebut sebagai antigen. Seseorang dengan antigen A akan mempunyai antibodi untuk antigen B pada plasma darahnya. Seseorang dengan antigen B akan mempunyai antibodi untuk melawan antigen A di plasma darahnya. Golongan darah AB mempunyai kedua antigen A dan B, namun tidak mempunyai antibodi A dan B. Sebaliknya, golongan darah O tidak mempunyai antigen A dan B, namun di plasma darahnya terdapat kedua antibodi A dan B. Apakah arti semua ini? Golongan darah AB dapat menerima darah dari semua golongan (universal recipient) sementara golongan darah O dapat menyumbangkan darahnya ke semua tipe. Begitulah asumsinya sampai suatu kejadian di tahun 1939 ketika seorang pasien mengalami komplikasi setelah menerima transfusi darah O. Sejak saat ini mulai dikenal adanya istilah faktor Rh (rhesus) dimana 85% populasi dunia adalah Rh+ sementara sisanya, 15% manusia diperkirakan sebagai Rh- (Rh neg) atau tidak mempunyai faktor rhesus, yang secara spesifik ditujukan untuk antigen-D.
Sebenarnya ada banyak macam antigen di sel darah kita, namun yang secara signifikan berpengaruh terhadap penerimaan/penolakan transfusi darah selain antigen A dan B adalah antigen D yang kini dikenal sebagai Rh. Dengan demikian, apabila golongan darah O disebut sebagai 'donor universal', maka yang dimaksud sebenarnya adalah golongan darah O negatif, karena selain tidak mempunyai antigen A dan B, ia juga tidak mengandung antigen D (Rh). Selain Rh positif dan Rh negatif, ada juga yang disebut sebagai Rh null (nol/kosong) atau yang sering disebut juga sebagai 'Golden Blood' dimana ia sama sekali tidak memiliki satupun dari 61 tipe antigen pada darah manusia.
Apabila seseorang dengan Rh negatif menerima transfusi darah dari Rh positif, maka serta merta tubuhnya akan menolak darah tersebut, karena antigen D dianggap sebagai benda asing yang harus diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya. Serta merta antibodinya membuat pertahanan, sehingga sedianya sel darah merah yang sangat dibutuhkan oleh tubuhnya malah dirusak seketika. Inilah yang terlihat sebagai penggumpalan sel darah. Persoalan Rh tidak hanya muncul ketika seseorang akan menerima transfusi darah. Apabila seorang ibu dengan Rh negatif mengandung janin dengan Rh positif (yang diturunkan dari pasangannya), maka sistem imunitas ibu ini akan berbenturan dengan darah sang bayi, sehingga ada kalanya kita mendengar kasus kematian bayi sebelum lahir atau tak lama setelah ia dilahirkan. Di zaman kedokteran yang telah maju seperti sekarang, isu ini dengan mudah dapat diatasi dengan injeksi Rhogam kepada sang ibu untuk mengendalikan reaksi autoimunitasnya terhadap darah sang bayi.
Mengapa ada Rh positif dan negatif? Apakah gunanya? Pertanyaan ini sudah menarik banyak ahli untuk menjelaskan dari sisi medis, antropologis, religius, bahkan mengkaitkannya dengan makhluk asing (alien). Populasi Rh- (rhesus negatif) terbanyak di dunia berada di suatu tempat terpencil di Pegunungan Pyrennes, perbatasan antara Prancis Selatan dan Utara Spanyol yang kini dikenal sebagai wilayah Basques. Di sana, sekitar 40% penduduknya adalah Rh-. Selain itu, populasi lainnya dengan Rh- terbanyak berada di Maroko, yaitu pada suku nomaden yang lazim disebut Berber, selain juga ditemukan banyak di populasi Irlandia Utara dan Skotlandia. Bila dilihat berdasarkan suku bangsa, maka Rh negatif banyak dijumpai pada ras Eropa (15%), Afrika (7%) dan paling sedikit di Asia (1%).
Ada yang berpendapat bahwa golongan darah tertua adalah O, yang sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu, diikuti oleh golongan darah A yang muncul sejak zaman Neanderthal, selanjutnya sampai ke zaman kemunculan golongan darah B, sampai akhirnya ada golongan darah modern yaitu AB. Cukup menarik saya temukan teori-teori ini karena meski (memang) tidak masuk akal, ada yang nekat menghubungkannya dengan mitologi Yunani di masa para dewa dan dewi hidup di bumi seperti manusia. Bagi penganut teori-teori ini, sejatinya manusia adalah Rh positif, sehingga Rh negatif mesti berasal dari 'luar sana' .. entah itu alien ataupun dewa-dewa. Banyaknya teori yang bertebaran dan masih panjangnya penelitian yang dilakukan mengenai ragam golongan darah manusia hanya menunjukkan bahwa setelah ribuan tahun di bumi ini pun manusia belum sepenuhnya mengetahui tentang dirinya sendiri.
Omong-omong, saya baru tahu kalau sapi punya 800 tipe golongan darah. 😉
Sumber:
Wikipedia
(https://en.wikipedia.org/wiki/Rh_blood_group_system)
(https://en.wikipedia.org/wiki/ABO_blood_group_system)
Smithsonian Magazine
(https://www.smithsonianmag.com/science-nature/the-mystery-of-human-blood-types-86993838/)
Rh-Negative Blood: An Exotic Bloodline or Random Mutation?
The Most Precious Blood on Earth
(https://www.theatlantic.com/health/archive/2014/10/the-most-precious-blood-on-earth/381911/)
Sent from my iPad
Tetrachromats
mengapa ilmuwan aktif mencari tetrakromat? Diperkirakan bahwa kemampuan mereka melihat warna-warna alamiah yang tidak 'kelihatan' dengan mata normal bisa membantu para ahli untuk mendeteksi penyakit atau zat-zat berbahaya tanpa terlalu banyak menggunakan peralatan atau prosedur yang berisiko.
Colours
Have you ever thought how colours get their names?
Some colours get their names from flowers (lavender, rose, marigold). Some other get their names from fruits (orange, plum, peach, strawberry). In other times, we get them from drinks (coffee, chocolate, mocha, buttermilk, champagne, cream). Geologists also have their creations (cobalt, gold, silver). Meanwhile, let's not forget soldiers in uniforms (khaki brown, navy blue). Long time ago, royals have their colours too (burgundy, prussian). What about countries? (turqouise, china). And people too (baby pink) 🙂
Empat
Seberapa jauh kita mengenal diri sendiri?
Beberapa minggu yang lalu saya mengulas mengenai konsep Johari Window, yaitu teori mengenai hubungan interpesonal dimana Joseph Ingham dan Harry Luft berpendapat bahwa akan selalu ada 4 sisi manusia yang diketahui atau tidak diketahui mengenai dirinya atau orang lain selama berinteraksi satu sama lain. Kuadran arena, façade, blindspot dan unknown ... keempatnya tidak terlepas satu sama lain dan akan selalu bergeser, membesar atau mengecil sepanjang hidup kita ... bahkan mungkin setelah kita tiada di bumi ini lagi. Apabila ditengok ke dalam buku sejarah, kita akan melihat betapa suatu peristiwa akan terasa lain bila diceritakan dari sudut pandang orang-orang yang berbeda ... meskipun mereka sama-sama mengalami peristiwa itu secara bersamaan.
Mengapa angka 4 istimewa? Sebab, banyak sistem di dunia ini yang pada dasarnya bekerja dalam 4 kategori. Ada musim panas, musim dingin, musim semi, dan musim gugur. Ada waktu pagi, siang, sore, dan malam. Ada dimensi panjang, lebar, tinggi, dan waktu ... meski kini fisika quantum mengenal ada 11 dimensi. Ada mata angin utara, selatan, timur, dan barat (meski kemudian ditambahkan lagi dengan 4 sub kategori barat laut, timur laut, tenggara, dan barat daya). Alkemi kuno memperkenalkan kita kepada 4 elemen yaitu air, api, tanah, dan udara ... meski kini kita mengenal ada 103 elemen di alam semesta ini (dan jumlahnya mungkin akan bertambah). Omong-omong, angka 1 + 0 + 3 = 4 😋
Melihat kecenderungan ini semua, saya tertarik untuk membuat 4 tulisan dengan 4 tema yaitu manusia, alam, dunia ide (abstrak) dan dunia fisik (konkrit). Supaya tidak terkesan serius, 1 dari tulisan tersebut akan bersifat sebagai hiburan dimana saya akan membuat review film dari 1 yang pernah saya lihat. Namun demikian, pembaca akan melihat bahwa setiap tulisan mempunyai benang merah dengan tulisan yang ada sebelum dan sesudahnya.
Selamat menikmati tulisan di penghujung tahun ini 🙂
Terompet Malam Tahun Baru
Efisiensi Pak Jokowi (Tanggapan atas tulisan SuamiSIAGA)
.
Kedua, tentang sudut pandang. Masih terkait dengan hal yang pertama, dalam pendapatnya, penulis memiliki sudut pandang yang berbeda dengan Pak Jokowi. Penulis secara tersirat mengharapkan agar kasus pemulangan TKI tidak hanya dilihat dari perbandingan biaya pemulangan dengan biaya rapat dan lain-lain, tetapi seyogyanya juga dilihat ke dampak yang lebih besar dari sekedar perbandingan tersebut;
.
Menanggapi hal tersebut di atas, menurut saya apa yang disampaikan Pak Jokowi sudah tepat. Meskipun apa yang disampaikan beliau ada di dalam komponen/level input namun saya yakin beliau sudah mengetahui dan mempertimbangkan kasus pemulangan TKI tersebut secara komprehensif. Ketika beliau membandingkan biaya pemulangan TKI (yang menurut beliau biaya inti) dengan biaya rapat dan lain-lain, seharusnya Kementerian/Lembaga menangkap keinginan dan pesan beliau tentang efisiensi, tentang rasionalisasi belanja untuk menghasilkan suatu output dan outcome. Sehingga saya berkesimpulan bahwa pendapat beliau tersebut hanyalah penyederhanaan permasalahan agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan jelas.
.
Terlepas dari hal tersebut di atas, saya mengapresiasi tulisan kritis SuamiSIAGA karena hal tersebut dapat membuka suatu diskusi baru mengenai justifikasi biaya utama dan biaya pendukung beserta komposisi yang ideal-nya. Dari beberapa referensi yang pernah saya baca, komposisi tersebut ditetapkan melalui suatu perhitungan statistika dengan asumsi-asumsi tertentu.
Semoga bermanfaat.
Jakarta, 28 Desember 2017