Ibu

Untukmu yang jauh di sana
yang hanya berteman rindu
dengan anakmu
yang hari-harimu penuh canda
dengan sepi

Mungkin
satu-satunya yang merisaukanmu
saat ini adalah jarak jauh
yang begitu mengganggu
setiap keinginanmu untuk memelukku

Tidak seperti dulu
yang hangat rangkulmu
tak pernah mengenal kata waktu

Dan waktu yang terus berlari
tanpa kau sadari
raga yang tak selamanya mampu
bahkan untukmu berdiri sendiri
kau tetap selalu mengkhawatirkanku

Sementara aku di sini
sibuk dengan riang tawa
tanpa menyadari
peran yang seharusnya berganti

Ibu
maafkan anakmu


*Selamat Hari Ibu 22 Desember 2017






Sang Pembunuh

“Loh dia juga begitu kok” kilah seorang teman ketika ditegur mengenai prilakunya yang kurang baik.

Mencari contoh atau pembanding orang yang lebih buruk atau sama dengan kita sering kali saya temukan dalam berbagai pembelaan atau defence statement orang-orang disekitar saya. Entah apa yang salah dalam masyarakat ini mengapa mengungkit kelemahan atau prilaku buruk orang lain dapat menjadi justifikasi bahwa kita dapat melakukan hal yang sama dan mengurangi perasaan bersalah itu sendiri. Menurut saya melakukan hal tersebut sebenarnya adalah perbuatan “menipu” diri sendiri yang memberi ketenangan bathin sesaat. Kita tidak pernah memikirkan efek jangka panjangnya atau kemungkinan terburuknya. Bahaya terbesar dari “pembenaran” akan yang salah yang dilakukan berulang-ulang (lagi-lagi menurut saya) adalah membentuk hati dan pikiran yang bebal dan tidak sensitif. Dimulai dengan hal-hal kecil dan sederhana di satu titik akan lompat ke skala yang lebih besar.

Saya pernah bercakap-cakap dengan sesama penumpang angkutan umum soal pemotor yang berhenti di depan lampu merah dan menerobos lampu merah padahal lampu hijau hanya tinggal beberapa detik lagi, saya bilang “mungkin dia ada proyek milyaran rupiah yang harus diteken” canda saya kepadanya ketika si mbak berkata “apa susahnya sih nunggu beberapa detik lagi?”. Saya sendiri sangat terganggu dengan prilaku pemotor yang berhenti di depan garis stop dan melanggar lampu merah menurut saya orang-orang tersebut jika ada kesempatan akan melakukan hal-hal buruk yang lebih besar seperti halnya korupsi, si mbak ketawa ketika saya bilang ini, “wah, serem juga ya mas efeknya”.

“Self-respect is the root of discipline: The sense of dignity grows with the ability to say no to oneself.”-Abraham Joshua Heschel-

Melanggar hal-hal kecil adalah langkah pertama untuk melanggar hal-hal yang lebih besar, ditambah lagi dengan kebiasaan “berkaca ke orang yang lebih buruk”. Mungkin awalnya berhenti di depan garis stop, lalu mulai menerobos lampu merah, lalu mulai masuk ke jalan verboden, lalu mulai melawan arah, dan entah sesudahnya apa lagi. Eits, jangan anggap hal-hal tersebut bisa berhenti di situ saja! Setelah khatam melanggar dalam berkendara kemungkinan mulai berani melanggar hal-hal lain. Misal, membuang sampah sembarangan, menyeberang sembarangan, lalu naik ke korupsi kecil-kecilan, seperti uang lembur, uang operasional kantor, dan terima gratifikasi. Yang terakhir levelnya pun ada banyak, dari yang hanya ditraktir makan sampai terima duit puluhan milyar macam yang diduga kepada ketua DPR yang lagi jadi tersangka.

Balik lagi ke yang kecil-kecil, pernahkah terpikir bahwa menerobos lampu merah atau melawan arah itu membahayakan nyawa orang lain selain nyawa diri sendiri? Tidak ingatkah dengan keluarga yang bapaknya dipenjara, ibunya meninggal, dan anaknya piatu serta sendiri karena sang bapak melawan arah di Jalan Layang non Tol Kasablanka untuk menghindari polisi yang akan menilangnya?

Semua dimulai dari “lah, itu rame kok bro motor yang nerobos. Kita ikut ajalah” atau “udahlah ga apa-apa sekali aja kan ga ada mobil”. Saya teringat sebuah artikel tentang budaya disiplin di Jepang, saya lupa siapa penulisnya tetapi sang penulis bercerita bahwa ketika dia berada di sebuah kota kecil di Jepang yang notabene termasuk sangat sepi. Sang penulis seorang Indonesia bersama temannya yang orang Jepang akan menyeberang jalan, kondisi jalan sepi dan lampu merah bagi pejalan kaki, setelah melihat ke kiri dan ke kanan dan menyimpulkan bahwa jalanan sepi dia mengajak temannya untuk menyeberang, temannya berkata “jangan, bagaimana kalau dilihat oleh anak kecil lalu mereka mencontoh dan kecelakaan?”. Sang penulis berkata bahwa “wah, saya tidak memikirkan efeknya sampai segitunya ya, bahwa kita dapat menjadi penyebab seorang anak celaka karena perbuatan tidak disiplin kita”.


Coba bayangkan bagaimana kalau ternyata secara tidak sadar kita telah mencelakakan anak orang lain? Atau jangan-jangan anak kita sendiri?

  • referensi dari berbagai sumber

Sophistication of Nature






We cannot see light
but without light, we cannot see things

We can only see “evidence of light”
As every surface absorbs, disperses, or bounces light waves …
into colors and shapes we all know

With the help of the speed of light
I can write this message
and broadcast it online in real time

We cannot touch the sun
But without sun, we are all dead

Sun radiates energy to Earth
Spreading through food chains
And converting into many forms of energy … or as they say “calories”

We cannot live without air
But we cannot keep
all of air to ourselves too

Air is most useful when it flows free
It regulates pressures
It helps chemical reactions
It cools temperature
It reduces moist

Some things are dangerous
When they are “alone”
See, hydrogen and oxygen alone are highly flammable as element
But together, they become water
The friendliest molecule for life

Some things are dangerous
When they are “together”
Combine potassium with water
Then you will have explosion

But how come banana is safe?
nutritious and delicious ….
It contains a lot of potassium
and hydrates with water too

Just have a look around
then you will find
how sophisticated and beautiful
the nature is

I hope we can learn.

Catatan:

Dipublikasikan pertama kali dengan judul "Learning from Nature" di suatu forum online pada 12 November 2016.

Mulai Dari Nol

"Shell super, tiga ratus ribu rupiah di harga delapan ribu sembilan ratus lima puluh rupiah, mulai dari nol ya Pak", ujar mbak petugas stasiun pengisian bahan bakar. Saya hanya mengangguk mengiyakan. Kata-kata tadi seperti sebuah Standard Operating Procedure (SOP) di sana. Pompa pengisian bahan bakar baru mulai dijalankan setelah pelanggan setuju dengan pilihan jenis bahan bakar, jumlah yang akan diisikan, harga per liter bahan bakar tersebut, serta memastikan bahwa pengisian dimulai dari angka nol, baik nol liter maupun nol rupiah, sebagaimana tertera di layar pompa.
.
Di pengajian fiqh tadi malam, istilah "mulai dari nol" digunakan ustadz ketika menggambarkan bahwa tidak ada satupun karomah para nabi dan wali yang didapat seketika. Para nabi dan wali memulai semuanya dari nol. Mengerjakan amalan, wiridan dan ibadah lainnya secara rutin, tertib dan ikhlas hanya untuk Allah sehingga semua ibadah tersebut menjadi satu dengan diri dan hati mereka. Dan semuanya itu tidak terjadi dalam 1-2 hari atau hitungan 2-3 minggu, bahkan Nabi Musa A.S berdoa selama 40 tahun untuk menghancurkan kekuasaan Firaun.
.
Ketika adik-adik pegawai baru di kantor membuat poster yang berisi hasil observasi mereka selama masa orientasi pegawai baru, saya sangat mengapresiasi karya mereka. Dalam waktu yang singkat, mereka mampu menangkap permasalahan-permasalahan di kantor yang perlu perbaikan bahkan perlu diinovasi. Meskipun apa yang mereka tampilkan perlu perbaikan di sana-sini, namun untuk ukuran mahasiswa yang baru lulus dan mulai dari nol, usaha mereka layak diacungi jempol.
.
Saat ini sedang  hits kata-kata "reposisi", "mengembalikan marwah..." ataupun kata-kata yang lain yang intinya harus ada satu perubahan yang dapat mendudukkan organisasi ke titik start yang semestinya. Apakah itu berarti harus mulai dari nol lagi atau tidak, tapi yang jelas upaya-upaya tersebut dilakukan dalam rangka menuju suatu titik pencapaian yang lebih tinggi. 
.
Mulai dari nol tentunya untuk memudahkan perhitungan. Bayangkan jika setiap mengisi bahan bakar, seorang pelanggan harus berfikir dahulu untuk memastikan jumlah yang diisikan benar jika perhitungan dimulai dari angka 125 atau 37,5 atau angka-angka lainnya selain nol. Saat bermaaf-maafan di hari raya Idul Fitri atau hari raya lainnya pun, sering terucap "mulai dari nol ya" atau "sekarang skor kosong-kosong ya". Sama seperti analogi pengisian bahan bakar, ketika kita memulai hubungan dari nol, kita bisa memastikan setiap penambahan intensitas hubungan dilakukan dengan benar, tepat dan tanpa kesalahan. Semakin lama intensitas hubungan tentunya akan semakin banyak pula peluang terjadi kesalahan, sama seperti semakin besar hitungan menjauh dari angka nol, maka akan semakin rumit pula perhitungannya.
.
Dalam suatu tahapan kehidupan, mungkin kita akan banyak memulai sesuatu dari nol. Pekerjaan baru, pertemanan baru, mobil baru dan sebagainya. Memulai dari nol faktanya tidak semudah mulai dari nol saat mengisi bahan bakar. Mulai dari nol bisa berarti sesuatu yang sama sekali baru, kenyamanan yang hilang, penghasilan menurun, kewenangan berkurang. Mulai dari nol dapat saja berarti kita sudah kehilangan segalanya. Semua yang sudah dikumpulkan selama ini hanya menjadi hitungan yang sia-sia, tidak ada gunanya dan harus diulang dari nol.
.
Kita akan banyak sekali menemukan titik nol selama perjalanan kehidupan ini. Titik nol yang tidak dapat kita hindari. Satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah menjaga agar ketika suatu saat kita mencapai titik nol, titik nol tersebut tidak berada di dalam garis bilangan yang sama.

Jakarta, 16 Desember 2017

Surat dari Amri



Apa yang kita pandang baik, belum tentu benar baik bagi kita.
Apa yang saat ini kita puja puji dan sayangi, belum tentu sama di kemudian hari.

duhai yang maha membolak balikkan hati,
Tetapkanlah hatiku di atas agamaMu

------------

Meyr belum juga beranjak. Hatinya masih gamang, pikirannya masih ruwet, tak jua ia ingin bertemu orang.

Masih terngiang suara merdu Amri. Suara yang jika wanita mendengarnya, sulit untuk tidak terpukau: intonasi yang jelas dengan nada sedang, pita suara yang terlalu sempurna, bicara tidak terlalu cepat maupun terlalu lambat, tidak pernah keluar dari bibirnya kata kata hinaan, sangat mengesankan pribadi yang bijaksana dan dewasa.

Meyr tidak paham, ia tidak mengerti. Mengapa Amri memutuskan hubungan dengannya. Tanpa ia melakukan kesalahan.

"Amri.."

Meyr terkesiap saat suara di jendela memecah konsentrasinya.

"Ah, hujan..", segera ditutupnya jendela yang separuh terbuka.

Sial baginya, hujan menambah temaram hatinya. Meyr tidak menangis. Ia sudah banyak menangis pada waktu waktu lalu. Sulit rasanya membasahi matanya lagi untuk perkara lelaki seperti ini.

Ia tercenung dengan bagaimana hatinya bisa koyak begini.
"Ini hanya sebuah hal yang biasa...  come on, Meyr.."

Amri adalah lelaki ketiga dalam hidupnya setelah Ayah dan Brent. Amri datang saat Brent telah menghancurkan banyak hal, tidak hanya hati tapi juga fisiknya. Brent yang pemarah dan emosional kerap memukul, menampar, mendorongnya kala Meyr dirasanya melakukan kesalahan.

Namun seperti banyak orang jatuh cinta lainnya, matanya terbuka tetapi hatinya dibutakan. Ia tetap bersama Brent, karena Brent adalah lelaki yang pertama kali menyatakan cinta kepadanya, saat semua orang menjauh darinya, termasuk ayah.

"Ah, bukan. Ayah tidak pergi, ia hanya terlalu sibuk...."
Pikirnya kala itu.


Tapi hati yang kosong begitu mudah diisi cinta, meskipun itu ternyata palsu dan menyakitkan. Brent yang memenuhi masa remajanya dengan kisah lebam di muka dan badannya.

Meyr tidak hanya buta oleh cinta, saat itu mungkin ia juga mati rasa.

"When i am fall in love... it will be...forever .. "
Ia menyanyi dengan iringan gerimis di luar. Dramatis.

Matanya masih menatap kosong.

Amri pernah berkata cinta. Itu kata kata yang jauh lebih meyakinkan daripada mulut si pemarah Brent. Namun Meyr tidak jua dapat menjawab, mengapa Amri memutuskannya.


Amri hanya menitipkan surat kepada Rein, temannya di kantor.


Surat yang sejak tadi dipegangnya. Surat yang belum sepenuhnya, mampu dicernanya.

--------

Assalamu'alaikum Meyr.

Meyr, alhamdulillah aku bisa menulis ini kepadamu dalam keadaan sehat.

Semoga kamu juga sehat selalu Meyr.


Meyr, izinkan aku meminta maaf soal percakapan kita di restoran kemarin. Aku tahu... kamu pasti merasa tersakiti. Aku benar benar minta maaf.

Meyr yang tidak pernah berkata buruk,

Kamu adalah wanita yang baik, aku yakin itu. Hubungan kita selama dua tahun membuatku tahu bahwa... hati yang baik masih bisa kita miliki meskipun telah berkali kali terluka. Itulah yang aku lihat darimu.

Seperti yang kau tahu...aku telah memutuskan hubungan kita. Aku berkata begini bukan karena aku benci kepadamu. No. 
Bukan pula karena aku mencintai wanita lain. No.

Aku meminta sedikit waktumu mendengar penjelasanku.

Perjalanan jiwa yang kualami.. dan begitu membekas di hati.

Meyr, aku telah mengenal Ibrahim, teman kuliahku dulu. 
Ia membawaku ke sebuah tempat yang sangat damai, bernama masjid cordova. 

Di sana aku menemukan rasa yang belum pernah kutemui sebelumnya. Suatu nuansa yang penuh ketenangan. Lebih tenang dari memandang lautan. Lebih damai dari melihat langit seperti kegemaranmu.

Meskipun aku muslim, tak banyak kukenal agamaku, Meyr. Sebab ayah ibuku telah tiada, dan aku dibesarkan dalam panti asuhan katolik. 


Yang aku tahu aku adalah muslim, karena para suster di panti menghormati surat yang dititipkan orang yang menaruhku di panti, yang berkata demikian. Aku adalah anak muslim. Dan namaku; Amri.


Bertahun tahun aku menjadi muslim tanpa kenal agamaku dengan baik.

Bertahun tahun aku lalai mencari makna hidup yang lebih dalam. 

Ibrahim telah membawaku ke dalam suasana magis yang tal mampu kulukiskan seluruhnya. 

Satu dua kali..hingga berkali kali aku dan ia ke sana.

Aku diajarinya solat dan macam macam lainnya tentang Islam.  
Sampai pada suatu hari, ia memandangku serius dan bertanya tentangmu yang selalu kugandeng saat ke kampus dulu.

Ia tersenyum dan memegang pundakku.

Ia katakan dengan lembut namun pasti.. bahwa dalam Islam.. tidak ada pacaran.

Aku berkata kepadanya,
"Pardon, brother... what do you mean? I love a girl and i will marry her... at the right moment. So ... we try to know each other deeper and deeper and we build a relationship. There is nothing wrong with that"


Ia pun menjawab,

Bahwa dalam Islam, tidak dikenal pacaran. Yang ada adalah taaruf (berkenalan) sebelum menikah. Tidak ada berpelukan, mencium walau di kening, atau bahkan menggandeng tangan. 

Aku sejujurnya juga masih belajar, Meyr. Namun aku ingin sekali mengenal agamaku lebih jauh...Aku ingin berusaha taat..walaupun di sisi lain sebenarnya sangat ingin menikahimu. 

Namun aku tidak boleh menjanjikan apa apa sebelum aku melamarmu, dan kau pun tahu... aku terikat kontrak beasiswa untuk tidak menikah selama masa kuliah. Aku baru saja masuk program S3 ku...

Oleh sebab itu Meyr, maafkanlah aku

Kulepaskan dahulu ikatan kita. 
Biarlah aku dan dirimu belajar dahulu..
Aku tahu Meyr, kau bisa bertahan tanpa aku. Karena Allah selalu membersamaimu.

Meyr, ayo kita
Mencari tahu lebih jauh... 
Menenangkan diri..
Mencari di dalam hati, apa yang sebenarnya menjadi sumber ketenangan itu.


Semoga Allah selalu merahmatimu, Meyr..

Wassalamu'alaikum

Amri-

------


Meyr menatap langit mendung lewat jendela.

digenggamnya surat itu.. erat sekali.

Me Rame – Nyanyian Tengah Malam

Lingkungan tempat kos-kosan yang terletak di bilangan Jakarta Selatan seperti tempat kos pada umumnya. Ada aturan berkunjung, kamar kos dengan fasilitas ac, kamar mandi, dapur atau kamar mandi dan dapur dipakai untuk bersama, yang biasanya terletak di luar kamar. Harga kamar dengan fasilitas dapur dan kamar mandi di dalam biasanya lebih mahal dibandingkan dengan kamar mandi dan dapur bersama. Biasanya penghuni kamar dengan fasilitas lengkap di dalam adalah pasangan baru menikah, atau penghuni yang akan menikah dalam waktu dekat, yang nantinya kamar itu akan dipakai sebagai tempat tinggal sementara. Fasilitas untuk menjemur pakaian sudah pasti disediakan. Tambahan fasilitas berupa mesin cuci sebagai sarana pendukung terkadang juga tersedia. Penghuni bisa menggunakan sendiri atau perlu jasa pembantu yang sudah disiapkan oleh pemilik atau pengurus kos-kosan. Penghuni tinggal membuat perjanjian sesuai keperluan.
 Tinggalah Alfa dengan beberapa temannya di kos-kosan itu. Mereka bertiga menempati masing-masing kamar kosnya. Sebenarnya mereka bisa kumpul dengan teman-temannya sekamar dan lumayan hemat kalau bertiga. Namun ada beberapa di antara mereka, yang sanak familinya masih sering datang dan tinggal di kamar kos. Mereka dikenal cukup baik oleh beberapa penghuni dan pemilik kos. Mereka bertiga juga sudah bekerja di sekitar daerah Kuningan dan Setiabudi. Jika malam minggu tiba dan menjelang akhir bulan, biasanya mereka berhemat dengan bermain gitar dan nyanyi bersama sambil makan makanan ringan dengan penghuni kos yang lain. Suasana kos-kosan cukup kondusif sehingga wilayah wanita dan pria sangat dipatuhi dan dipedomani oleh para penghuni. Sesekali mereka membuat acara bakar jagung, sate dan daging ala restoran Jepang. Namun jika awal bulan, mereka kongkow dengan teman sekantor atau teman sekolahnya dulu di akhir pekan.
Kondisi yang kondusif ini cukup berjalan baik hingga menjelang akhir bulan November 2015, datanglah penghuni kos baru dan kebetulan wanita. Sebenarnya wanita ini cukup baik ketika diajak berbicara. Namun ada perilaku yang mereka bertiga baru mengetahui saat tengah malam. Namanya Winda, si penghuni kos baru itu. Dia bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan kurir yang cukup besar dan dia bagian marketing. Parasnya cukup membuat mereka bertiga ingin berkenalan lebih dekat lagi dibanding dengan kedekatan mereka bertiga. Kebetulan kamar yang kosong itu cukup dekat dengan dengan kamar Alfa dan kedua kawannya itu. Secara fisik, Winda itu merupakan ikon wanita metropolitan. Secara kasat mata pun, mereka bertiga sangat ingin dekat dengan Winda. Memang kos-kosan itu gak ada penghuni wanitanya? Ada, tetapi kebanyakan sudah memiliki calon dan suami. Makanya ketika ada Winda, bagi mereka Winda itu bagai sebuah oase di tengah padang pasir.
Sejak awal tidak ada suara aneh di kos-kosan itu. Menjelang malam tiba, dan ketika semua terlelap dalam tidurnya dan dengan mimpi indahnya masing-masing, terdengarlah suara nyanyian. “Whooaa….” Mereka saling lihat, sambil bergumam dalam hati, “… siapa itu?” Setelah ditunggu berapa lama, mereka terlelap lagi. Ketika mata akan tertutup, terdengar kembali suaranya. “…jangan kau lupakan aku dengan cintamu…” Nyanyian tengah malam ini berlangsung berulang setiap seminggu 3 kali selama 3 menit.
Penyelidikan masih dilakukan oleh ibu kos dan beberapa rekan hingga membuat gaduh penghuni kos-kosan. Akhirnya diambil sebuah keputusan bahwa  ibu kos akan melakukan semacam observasi sebelum menanyakan langsung. “Whoaaa…. dan selalu terdengar raungannya dahulu dibanding lirik lagunya. “… enter the sandman… lagu rock dari Metallica terdengar. 

Ibu kos yang melakukan observasi bertanya, "kok teratur ya polanya? Dan kenapa lagu rock ya?" Ibu kos masih terheran-heran sambil lirik ke pembantu dan salah seorang penghuni kos juga. Si Alfa dan kedua kawannya, sudah mulai terbiasa dan saat waktunya akan mulai, mereka tutup telinga dengan bantalnya masing-masing. Setelah sekali observasi oleh ibu kos, esok paginya, ketika hari minggu, sang pemilik “Nyanyian Tengah Malam” itu dipanggil menghadap.
Ramailah suasana di ruang tengah. Para penghuni datang secara bergantian dan terkejut bahwa pemilik “Nyanyian Tengah Malam” itu adalah Winda, si penghuni baru. “Kenapa Winda ya ?”
“Gak tau tuh…” jawab penghuni yang lain.
“Padahal anaknya baik-baik”. Terdengar saling bisik diantara para penghuni itu.
“Kenapa dik Winda sering mengigau dan bernyanyi di tengah malam?” tanya ibu kos kepada Winda. Semua sambil saling lihat, menunggu jawaban dari Winda. Setelah sekian lama terdiam, akhirnya Winda mencoba menjelaskan kenapa dia sering “mengigau” dengan cara bernyanyi dengan genre rock di tengah malam. Awalnya Winda agak malu untuk mengungkapkan tapi akhirnya Winda bercerita bahwa dia pernah diputuskan oleh sang kekasih dan selama bersama sang kekasih, mereka sering makan di restoran yang ada musiknya ber-genre rock metal. Sang kekasih meninggalkan dirinya tanpa ada penjelasan hingga suatu ketika Winda melihat sendiri dengan matanya sendiri. Karena kesal tidak bisa melampiaskan amarahnya, tanpa disadari emosinya terbawa saat dalam tidur. dan terjadilah “Nyanian Tengah Malam” itu. 

        Kepindahan Winda dari tempat kos satu ke yang lain juga karena masalah ini. Kebanyakan penghuni kos sebelumnya merasa terganggu dengan “Nyanyian” itu. Saat itupun, Winda masih dalam masa terapi dengan psikiater. Setelah bercerita, Winda meminta maaf atas kejadian yang menimpa para penghuni kos. Saat itu juga, Winda pindah kos karena akibat perilakunya itu, para penghuni menjadi terganggu. Namun keinginan Winda di larang oleh ibu kos, karena perilaku Winda bukan sebuah masalah dan sedang ditangani oleh psikiater. Sikap baik ibu kos, ditanggapi berbeda oleh Alfa dan temannya, karena mereka lah yang akan menjadi korban hingga Winda sembuh dari terapi itu. Tapi mereka pun senang jika Winda masih tetap sebagai penghuni kos kaena parasnya yang bagai oase di kos-kosan. Akhirnya mereka pun menerima kalau Nanyian Tengah Malam pun tetap terdengar hingga Winda sembuh.



Kisah ini dapat juga dilihat pada laman : 

KERJA

"....karena, kerja itu tidak selamanya" 
                   -Sri Mulyani Indrawati-


Bekerja itu, apabila dilakukan dengan niat yang baik, cara yang benar dan dinikmati, adalah ibadah. Kalau memang demikian, menjadi seorang pekerja di Jakarta adalah suatu keberuntungan. Jika yang disebut bekerja itu adalah ketika seseorang meninggalkan rumah sampai dengan kembali ke rumah, maka berarti rata-rata 2/3 hari dihabiskan untuk ibadah. 
.
Pergi pagi pulang malam, itulah kondisi yang dilakoni kebanyakan pekerja yang berkantor di Jakarta. Karena tempat tinggal yang berada di pinggiran kota, kemacetan lalu lintas dan belum sempurnanya moda transportasi massal, rata-rata seorang pekerja harus meninggalkan rumah sebelum matahari terbit jika tidak ingin terlambat, dan pulang saat matahari terbenam bahkan ada yang sampai larut malam. Semua dengan satu tujuan: bekerja untuk mencari nafkah dan menjemput rezeki.
.
Menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun tidak terlepas dari ritual tersebut. Apalagi di jaman now, dimana PNS dituntut profesional, seperti lirik sebuah lagu lama "...pergi pagi pulang malam, mengabdi tiada henti, demi tanah ibu pertiwi..". Meskipun sebenarnya, profesional ataupun tidak, tetap saja PNS di kantor saya pulangnya malam karena rata-rata tempat tinggalnya di pinggiran kota Jakarta dengan waktu tempuh minimal 1,5 sampai 2 jam di jam-jam pulang kantor.
.
Dengan kondisi tersebut, praktis seorang pegawai/pekerja hanya memiliki waktu efektif 3-5 jam untuk bertemu dan bercengkrama dengan anak-istri/suami masing-masing setiap harinya. Bahkan mungkin ada yang tidak sempat sama sekali karena ketika pergi anak/istri/suami-nya masih tidur dan pulang ketika mereka sudah tertidur. Kesempatan untuk berlama-lama bersama keluarga akhirnya hanya di akhir pekan, dengan catatan tidak ada panggilan mendadak untuk lembur atau menyiapkan bahan rapat untuk pimpinan. Belum lagi 'gangguan' telpon, sms, whatsapp, email di sela-sela waktu libur atau saat jam seharusnya beristirahat. Sehingga sebenarnya nyaris 24 jam waktu kita disita untuk bekerja dan pekerjaan kita.
.
Konsep Work-Life Balance (WLB) yang belakangan mulai diperkenalkan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada intinya bertujuan untuk memberikan waktu kepada pegawai untuk melakukan hal-hal yang menjadi passion pegawai tersebut yang mungkin tidak sempat dilakukannya karena tersita untuk penyelesaian tugas. Salah satu implementasi WLB di lingkungan Kemenkeu adalah kegiatan Kemenkeu Mengajar. Dalam kegiatan ini, pegawai yang berminat mengajar sukarela di sekolah-sekolah dasar di seluruh Indonesia diberikan day-off. Disitu si pegawai dapat mengaktualisasikan diri dan berbagi dengan anak-anak, menginspirasi dan memotivasi mereka memiliki mimpi untuk menjadi generasi muda yang berguna bagi bangsa dan negara.
.
Apakah WLB efektif sebagai penyeimbang kehidupan seorang pegawai tentunya perlu penelitian lebih lanjut, mengingat tentunya tidak semua pegawai butuh aktualisasi diri seperti itu. 24 jam sehari semalam harusnya dibagi dengan imbang antara kewajiban mencari nafkah, hak tubuh untuk beristirahat dan hak orang-orang yang kita kasihi untuk bercengkrama. 
.
Dalam kegiatan family gathering Hari Oeang ke-71, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati secara khusus memberikan apresiasi kepada keluarga PNS Kemenkeu yang dengan sabar dan ikhlas harus rela kehilangan waktu bersama istri/suami dan anak-anaknya demi pelaksanaan tugas-tugas Kemenkeu. Secara khusus beliaupun berpesan agar keluarga tetap menjadi prioritas utama karena kerja itu tidak selamanya tapi keluarga selamanya.
.
Pesan Bu Menteri tersebut sangat berkesan dan membekas di segenap hati PNS Kemenkeu. Hal ini menunjukkan perhatian seorang pimpinan kepada bawahannya. Tidak mudah memang untuk dilaksanakan tapi paling tidak ada upaya-upaya ke arah sana. Pembangunan infrastruktur transportasi massal yang saat ini sedang berjalan diharapkan dapat mengurangi tingkat kemacetan dan memangkas waktu tempuh perjalanan dari daerah-daerah pinggiran ke Jakarta. Dengan demikian, tidak banyak waktu yang dihabiskan di jalan hanya untuk perjalanan pergi-pulang ke kantor. Pemberlakuan flexy time, meskipun perlu ditinjau ulang, memberikan cukup waktu untuk sekedar sarapan bersama keluarga di rumah sebelum berangkat ke kantor namun masih terasa kurang apabila harus mengantarkan anak-anak ke sekolah. Pekerjaan diselesaikan dengan lebih efektif berkat dukungan sarana prasarana IT dan penggunaan gadget sehingga tidak perlu lembur ataupun hadir secara fisik untuk hal-hal yang dapat digantikan dengan penggunaan teknologi tersebut.  Para pimpinan jaman now pun sudah mulai memahami kebutuhan bawahannya, sehingga tidak menyita waktu istirahat dan libur bawahannya dengan hal-hal yang sifatnya kedinasan.
.
Kerja itu adalah ibadah, tapi jangan sampai mengabaikan hak tubuh dan keluarga. "Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang". (Umar Bin Khatab, RA)


Jakarta, 13 Desember 2017

Ketika saya dapat memilih...

Ketika saya dapat memilih...


Bismillah,


Telah sering kita dengar atau baca, bagaimana sedekah itu perbuatan yang sangat baik dan bermanfaat.

Namun..ternyata dalam bersedekah, kita bisa pilih-pilih. Misalnya, apakah kita punya uang 50.000 dan mau memberikan makanan kepada seseorang, yang bila makanan itu menjadi tenaganya, maka selama tenaga dari makanan itu masih di tubuhnya dan ia melakukan amal seperti sholat, dan lain-lain.. maka kita ikut mendapat pahalanya (tanpa pahala orang tersebut dikurangi sedikitpun). 

Tapi kita juga bisa memilih, apakah kita akan menggunakan 50.000 itu misal untuk membeli qur’an, yang setiap kali dibaca maka pahalanya kita juga akan mendapatkannya, dimana kebaikan yang didapat dari membaca qur’an adalah per huruf (alif-lam-mim= bukan 1, tetapi 3 huruf).  Ditambah lagi, kalau yang membaca itu penghapal qur’an. Bagaimana orang menghapal qur’an? Jarang sekali... hanya dengan sekali baca langsung hapal. Diulang-ulang... diulang lagi.. masyaAllah...berapa kebaikan yang ikut kita dapat tuh jadinya? @_@

Demikian juga kalau kita belikan mukena, atau sandal untuk berwudhu.. bagaimana orang yang solat dengannya kita juga dapat pahalanya? MasyaAllah untung sekali ya...

(ya Allah semoga kami termasuk yang bisa mengamalkan dan mendapat kebaikan itu)

Dengan uang/sumber daya yang sama.. bisa mendapat hasil yang berbeda. Ada pahala yang terputus dan ada yang terus mengalir.. Namun ini bukan berarti sedekah makanan itu ga menguntungkan. InsyaAllah dah, Allah maha tahu niat kita.Siapa tahu itu makanan menjadi dagingnya
Saya jadi ingat kisah sumur Usman bin Affan.. sumur yang dibeli dari seorang Yahudi..dipakai bermanfaat bagi banyak orang.. airnya dipakai untuk apa saja? Menghapus dahaga? Berwudhu? Mandi? Sangat bermanfaat ..  mungkin bagi sebagian orang terdengar biasa, namun pada saat itu, konon harga sumurnya sangatlah mahal dan kalau bukan karena iman kepada Allah dan percaya kepada RasulNya.. mungkin Usman bin affan juga enggan melakukannya. 

(Bagi yang belum mendengar kisahnya, lihat di bawah ya... )

Berapa ratus tahun Usman bin Affan telah mendapat pahala dari wakafnya tersebut? Sementara jasadnya di tanah tetapi pahalanya masih terus berjalan kepadanya. MasyaAllah....
(semoga Allah mampukan kita menirunya)

MasyaAllah-nya lagi, kita ternyata dapat bersedekah bukan hanya buat diri kita, tapi untuk ayah ibu kita yang telah wafat. Bayangkan kalau kita punya uang, kita pengen ngasih orang tua lebihan.. tapi orang tua kita udah engga ada, ternyata kita masih bisa “ngasih” ke mereka. InsyaAllah pahalanya sampai. Bakti kita tidak hanya saat mereka hidup, tetapi saat sudah di dalam kubur, orang tua masih dapat kita berikan bakti kita. InsyaAllah... [1]

Demikian saja tulisan saya, semoga ada manfaatnya. Selamat memilih ya..

Semoga kita bisa melakukan amal amal shalih yang pahalanya terus mengalir bahkan ketika ruh telah berpisah dari badan, insyaAllah juga bisa memberikan hadiah juga kepada ayah ibu kita meskipun telah tiada di sisi kita. 

(aamin)

 =================================================================


Utsman bin Affan, Pewakaf Sumur Raumah yang Barakah[2]
Al Ustadz Aziz Rachman, Lc

Dari sekian banyaknya shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ada beberapa di antara mereka yang dikenal sebagai orang-orang yang sangat dermawan. Kedermawanan mereka, terkadang seperti “tak masuk akal” jika dilihat dari kaca mata dunia, lantaran begitu banyaknya harta yang mereka infaqkan di jalan Allah.
Di antara shahabat dermawan itu, tersebutlah nama Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Seorang shahabat mulia, yang masuk Islam di awal masa dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seorang  shahabat mulia, yang menjadi menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seorang shahabat mulia, yang menjadi saksi hijrahnya kaum muslimin ke negeri Habasyah. Seorang shahabat mulia, yang menjadi khalifah dan pemimpin kaum muslimin.
Begitu banyaknya kisah tentang keutamaan dan kemuliaan yang dimiliki oleh Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Salah satunya, adalah kisah Utsman bin Affan dengan sebuah sumur, yang dikenal dengan sumur Raumah.

Surga Bagi yang Membebaskan Sumur Raumah
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat berhijrah ke kota Madinah, mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan air yang bersih dan segar. Apalagi kaum Muhajirin ketika di Mekkah begitu terbiasa dengan segarnya air zam-zam. Di Madinah, mereka tidak mendapati air yang jernih dan segar.
Tak jauh dari Masjid Nabawi, tinggallah seorang Yahudi yang terkenal dengan sifat culasnya. Ia memiliki sumur yang cukup besar, dengan air yang segar dan jernih pula. Adapun rasanya, memiliki kemiripan dengan air zam-zam.
Ia tidak mau berbagi air tersebut kepada penduduk Madinah meskipun hanya setetes. Ia menjadikan sumurnya sebagai ladang bisnis, dengan menjual air pada orang-orang Madinah. Para shahabat kemudian menyampaikan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda :
مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ المُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa membeli sumur Raumah dan menjadikan gayung miliknya bersama dengan gayung-gayung milik kaum muslimin dengan kedermawanan miliknya, maka kelak ia di surga.”[2]
Berdirilah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan memberikan penawaran untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya.
“Seandainya sumur ini aku jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian kata lelaki Yahudi tersebut menolak penawaran Utsman.
Tapi Utsman pantang mundur. Keesokan harinya atau beberapa lama kemudian, Utsman kembali mendatangi lelaki Yahudi tersebut untuk memberikan penawaran lagi. Kali ini Utsman berusaha untuk membeli “setengah bagian” dari sumur tersebut.
Maksudnya, Utsman berusaha agar lelaki Yahudi tersebut tidak merasa terganggu perdagangannya. Utsman mengusulkan agar sumur itu dibeli setengahnya, dengan pembagian yang nantinya disepakati.
“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu?”  kata Utsman bernegosiasi.  “Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti tiap hari. Bagaimana?” kata Utsman.
Lelaki Yahudi itu mengangguk lantaran ia berfikir akan mendapatkan uang dari Utsman tanpa kehilangan penghasilan dari menjual air sumurnya. Imam Ibnu Abdil Barr menyebut bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu anhu membayar uang sejumlah 12 ribu dirham untuk bisa memiliki setengah dari bagian sumur tersebut.
Utsman yang dermawan segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang hendak mengambil air dari sumur Raumah, agar mengambil air untuk kebutuhan mereka tanpa harus membayar karena hari tersebut adalah jatahnya milik Utsman. Tidak lupa Utsman mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari, karena besoknya, hari sumur itu bukan lagi jatah milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata : “Wahai Utsman, engkau telah merusak perdaganganku, belilah setengah lagi sumurku ini”. Utsman pun setuju, lalu diberikanlah uang sebesar 8 ribu dirham sehingga totalnya menjadi 20 ribu dirham. Dengan itu, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.

Wakaf Utsman untuk Kaum Muslimin
Setelahnya, sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin dan setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Arab Saudi, hingga jumlahnya mencapai lebih dari seribu pohon.
Selanjutnya pemerintah Arab Saudi, menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan dari Departeman Wakaf Arab Saudi.
Subhanallah, betapa besarnya pahala dari wakaf Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Meskipun sudah berlalu lebih dari 1400 tahun, wakaf Utsman bin Affan ini terus memberikan manfaat bagi kaum muslimin.


[2] http://majalahshahabat.com/utsman-bin-affan-pewakaf-sumur-raumah-yang-barakah/







“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah aku bisa bersedekah atas namanya?”. Beliau menjawab: “Ya”. Aku berkata: “Sedekah apa yang paling utama?”. Beliau menjawab: “Pengairan air”. (HR. Ahmad dan Nasa’i)
“Sesungguhnya ibuku meninggal dunia  secara mendadak, aku kira bila dia semapt berbicara pasti beliau bersedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah atas namanya? Beliau menjawab: “ya”. Bersedekahlah atas namanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)