Suatu hari saya dikagetkan pertanyaan seorang teman; "Mas, pernah gak lo mau matiin karir orang?". Ternyata dia pernah dilecehkan oleh seorang pejabat di kantornya dan, "gue dendam mas", tukasnya mengakhiri cerita.
.
Saya kaget karena sepanjang yang saya tahu, teman saya ini adalah seorang yang sangat cerdas, kompeten dan pekerja keras. Dia jauh lebih muda tapi etos kerjanya sangat hebat. Ketika dia bercerita tentang pelecehan kompetensinya, saya pun merasa tersinggung. How come !?. Rasa kaget berikutnya adalah karena ternyata saya menjadi top of mind teman saya itu ketika dia merasa harus melampiaskan dendamnya. Tidak heran sebenarnya, mengingat dia mengenal saya sebagai pegawai yang bandel, keras kepala dan selalu membuat masalah dengan atasan, sehingga dia mengambil kesimpulan pasti saya pernah berada di posisi dia sekarang.
.
Matiin karir orang, hmm, andai bisa tentunya banyak yang akan masuk waiting list saya, begitu awal jawaban saya. Lalu saya pun menceritakan masa-masa awal saya menjadi PNS, masih muda dan berdarah sumatera sehingga sangat gampang tersulut api emosi. Masa-masa dimana bukan hanya matiin karir orang tapi bahkan matiin orang pun sempat terpikirkan. Teman saya pun mendengarkan dengan cermat, mencoba mencari 'metode terbaik' dari semua cerita saya itu hahaha.
.
Setelah menceritakan itu semua, saya lalu mulai bercerita tentang hal lain, tentang bagaimana menyikapi perasaan dendam. Tentang bagaimana bijaknya seseorang yang sedemikian berkuasanya namun tetap tidak mau matiin karir orang, meskipun dia bisa, meskipun dia sangat tersakiti. Tentang bagaimana mengelola dendam menjadi sesuatu yang positif, membalik posisi orang yang telah menyakiti kita menjadi seseorang yang justru memberikan sesuatu yang positif, hanya soal bagaimana kita memandang dan menyikapi apa yang kita alami saja.
.
Dendam itu memang harus dilampiaskan, karena dendam itu berarti keinginan keras untuk membalas. Dari mulai manusia diciptakan, rasa dendam ini sudah ada. Dunia ini pun dipenuhi kisah-kisah dendam dan pembalasan dendam yang tiada akhir.
.
Meskipun dendam dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif, tapi saya pribadi menganggap dendam itu sebagai sesuatu yang harus dibalas, baik itu positif atau negatif. Jadi, bisa saja saya dendam untuk membalas kebaikan seseorang, dendam untuk bisa berbuat baik juga layaknya orang itu kepada saya. Ketika diperlakukan secara tidak baik pun, saya dendam untuk membalasnya, manusiawi, namun apabila dilakukan dengan cara yang sama, hanya akan menciptakan lingkaran dendam-pembalasan dendam yang tidak ada habisnya.
.
Kehidupan banyak memberikan pelajaran. Ketika seseorang menindasmu, kamu boleh memilih untuk membalas langsung atau menyimpannya untuk suatu kesempatan yang lebih baik, atau memposisikan si penindas sebagai guru spiritual mu. Guru yang mengajarkan mu untuk bersabar. Guru yang memberikan contoh langsung sifat-sifat terjelek seorang manusia. Guru yang secara tidak langsung mengajarkanmu untuk melihat potensi-potensi yang ada pada dirimu.
.
Banyak sekali quotes tentang pembalasan dendam terbaik yaitu dengan cara fokus kepada kebahagiaan kita, kesuksesan kita dan membiarkan kebahagiaan dan kesuksesan kita itu sebagai 'pembunuh yang efektif' untuk lawan kita. Bukankah kebahagiaan dan kesuksesan orang lain itu sangat menyakitkan dan bahkan dapat membunuh orang-orang yang selalu tidak suka orang lain bahagia dan sukses?.
.
Ibarat sebuah toko serba ada, saya menyajikan semua yang tahu dan saya bisa ke teman saya tadi, termasuk jika dia butuh 'jalur langit' :). Saya tahu dia akan memilih pembalasan dendam yang positif. Dia terlalu cerdas untuk menghabiskan waktu dan energinya hanya untuk matiin karir orang, toh 5-10 tahun lagi saya yakin dia akan menempati posisi penting di Kementerian ini. Aamiin YRA.
Jakarta, 23 Desember 2017