Sebagai seorang anggota roker
(rombongan kereta) adalah hal lumrah jika pagi hari saya selalu turun di
stasiun gondangdia untuk kemudian lanjut
naik kopaja P20 sampai kantor. Suatu hari datanglah saat apes saya, dimana di
P20 tersebut saya dapat tempat duduk dan menaruh tas di depan. Entah kenapa
(mungkin karena sudah merasa aman), kewaspadaan saya berkurang sehingga ada
orang yang berdirinya mepet-mepet ke saya pun saya tidak curiga. Malah saya
bingung karena orang yang duduk di sebelah kiri saya koq resek banged, kaki nya
selalu menyentak kaki saya.
Saya berpikir “dasar bapak-bapak
pagi-pagi uda mau ngajak ribut aja” beruntung saya ngejar absen jadi biarkan
saja lah, sebentar lagi juga sampai tujuan. Begitu lewat lapangan banteng,
banyak penumpang yang turun termasuk laki-laki yang berdirinya mepet-mepet
saya.
Kemudian bapak yang disebelah
kiri saya celoteh “copet tuh”.
Saya sempat terhenyak, tapi dasar
insting absen, saya mengabaikan saja. Begitu saya turun dan on the way ke mesin
absen, baru deh saya rogoh isi tas ternyata dompet dan HP raib….WTF gw
kecopetan nih DGLMND(maki-maki sambil grusa-grusu).
Terus terang isi dompet saya cuma ada Rp20 ribu dan HP yang hilang pun
merk nokia yang bukan qwerty, gak bisa internet dan berbalut seloptip di
keypadnya.
Bahkan saking buluknya HP tersebut teman
saya pun berkata “copet juga gak napsu ama henpon lo mas”.
Kawan-kawan saya pun banyak yang prihatin terutama sama copetnya, mereka
sudah hati-hati membuka, mengambil dan menutup tas saya dengan rapi, dapetnya
cuma Rp20 ribu + HP buluk.
Tapi bukan nominal uang yang saya permasalahkan, bukan pula HP buluk,
melainkan surat-surat kayak KTP, KK, ATM, SIM, bahkan STNK mobil juga ada
disana. Benar-benar kerjaan berat buat saya nelponin berbagai bank untuk
memblokir KK saya (walaupun saya memang sudah gerah juga punya koleksi KK
kebanyakan padahal gak pernah dipakai).
Kemudian ada teman saya yang berkata “ udah rie, paling dalam 3 hari ada yang nelpon lo,
bilang kalo mereka nemuin dompet lo”.
Kebetulan di dompet ada kartu nama dan nomer telepon kantor, tapi tetap
saja saya mesti ke kantor polisi untuk urus surat kehilangan.
Sesuai prediksi teman ku yang plontos itu, selang 3 hari ada yang nelpon
ke kantor. Dia mengaku satpam di lapangan banteng (baru tahu saya kalau ada
satpam di lapangan banteng) dan mengatakan kalau ada tukang sapu yang menemukan
dompet saya di tong sampah di lapangan banteng.
Wow, dejavu banged nih, dan saya pun bertemu dengan orang yang ngaku
satpam tersebut dan terus terang penampilan si satpam lebih mirip tukang pukul
daripada satpam (mungkin karena membandingkannya sama satpam Kemenkeu yang
lebih rapi ya). Anyway, dia mengenalkan saya dengan si tukang sapu yang
notabene bapak-bapak udah tua n keriput.
Saya pun menduga bahwa dompet dan surat-surat tak ada artinya buat para
pencopet semprul tersebut. Lagian yang dicopet ternyata kere (isi dompetnya) +
HP nya pun buluk (kalau Samsung masih mending lah) jadinya dengan jaringan
kartel begal se-Jakarta dan lintas generasi, skenario kedua pun di jalankan
yaitu skenario pengembalian dompet lengkap dengan isi-isinya kecuali duit
dengan harapan dapat imbalan dari si korban.
Ya sudah saya ikuti aja skenario mereka dengan imbalan 1 foto pahlawan
nasional. Sebenarnya sih pengen kasi foto Ki Hajar Dewantara tapi berhubung
cuma punya foto pahlawan proklamator ya sudah lah, toh semua surat kembali.
Selidik punya selidik, copet di P20 termasuk kategori berbahaya. Mereka
beroperasi berkelompok dan mereka bersenjata juga, jadi pastikan teman-teman
pas naik P20 jangan bawa uang lebih dari Rp10 ribu biar lebih pahit lagi buat
para copet mendapat korban lebih kere dari saya.
Nah, pada waktu saya penelitian di Medan on the way ke Sei Mangke saya
perhatikan bahwa jalan raya Medan-Sei Mangke minim bahkan nyaris tak ada
penerangan. Dengan kata lain, sangat rawan di malam hari. Perjalanan Medan-Sei
Mangke di tempuh dalam 4 jam dan berhubung banyak hal menarik yang saya dapat
ketika di Sei Mangke, waktupun berlalu sampai sudah lewat ashar. Saya pun
bergegas untuk kembali ke Medan karena driver juga mengiyakan kalau malam
memang rawan begal.
Tapi dalam perjalanan pulang sang driver mengatakan “tenang aja pak.
Kita kan naik Avanza jadi gak akan mungkin jadi korban begal”.
“Loh, koq bisa” saya menimpali.
“Iya pak, begal disini sasarannya truk tangki (BBM) sama truk pengangkut
kelapa sawit” kata pak sopir.
Rupanya begal disana persis dengan copet di P20. Mereka akan menstop
truk target kemudian drivernya disuruh turun, kalau melawan nyawa melayang
kalau tidak melawan cuma di tinggal sama si begal. Selang berapa haripun truk
akan kembali dalam keadaan terparkir di pinggir jalan dengan muatan kosong.
Ternyata modus para begal sama semua. Ambil cukup isinya saja, sisanya
kembalikan. Tapi tentu saja gak ada satpam atau tukang sapu yang menelepon
pemilik truk dan mengklaim sebagai penemu truk yang dibegal. Dan tentu saja profitabilitas
membegal truk lebih pasti ketimbang nyopet dompet yang bisa jadi isinya cuma
zonk aja.
Yah, setidaknya saya tahu persamaan dan perbedaan begal di 2 provinsi
ini.