"Wah...lo goblok deh! Awas deh mampus lo!" ujar seorang anak yang dari suaranya kukenal sepertinya Aldo.
"Awas lo, kalo macem-macem gua bunuh lo!" kembali Aldo berteriak.
Aku terperangah mendengar umpatan-umpatan yang keluar dari mulut Aldo. Aldo masih berusia sepuluh tahun dan duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar.
Kuperhatikan memang Aldo sering mengeluarkan umpatan-umpatan kasar yang tak pantas. Namun, malam itu aku hanya ingin membimbing anak-anak belajar Bahasa Inggris saja. Aku belum kepikiran ngobrol dengan Aldo.
Suatu hari, aku ajak anakku, Aldo dan beberapa anggota kelompok belajar pergi ke Kebun Binatang. Niatku untuk sekali-kali membawa anak-anak jalan-jalan. Aku ingin mereka memiliki pengalaman yang tak akan terlupakan sampai mereka besar nanti.
Sepanjang perjalanan, anak-anak itu bercerita tentang berbagai hal. Mulai dari sekolah, teman-teman mereka sampai soal olahraga. Sesekali kudengar umpatan Aldo apabila ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya.
"Ini lho tempat kerja emak gua," ujar Aldo tiba-tiba ketika kami melewati sebuah mal.
"Di sebelah mana?" tanyaku memancing.
"Itu lho Pak, di dekat lift. Emak saya jualan kosmetik," jawab Aldo.
"Kalau Bapak kamu kerja dimana, do?" aku melanjutkan.
"Bapak saya udah meninggal!" jawab Aldo datar.
Aku agak kaget. Puzzle yang selama ini memenuhi pikiranku tentang Aldo mulai terkumpul.
"Waktu itu kamu umur berapa?" aku kembali bertanya.
"Bapak saya yang pertama meninggal waktu saya berumur tiga tahun," jawab Aldo.
Perasaan heran memenuhi pikiranku. Kupandangi wajah Aldo yang memandang keluar jendela mobil. Aku tak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Aldo.
"Terus?"
"Bapak saya yang kedua meninggal waktu saya berumur tujuh tahun," balas Aldo dengan muka yang tanpa ekspresi.
Hati saya menjerit mendengar penjelasan Aldo. Anak seumur Aldo sudah mengalami masalah yang berat. Kulihat pula anakku dan teman-temannya yang terdiam mendengar cerita Aldo. Aku tak sanggup membayangkan kalau masalah yang terjadi pada Aldo menimpa anakku.
"Sabar ya, do!" hanya itu yang bisa aku ucapkan.
"Nggak apa-apa pak. Jalanin aja," Aldo berbicara layaknya orang dewasa.
"Berat nian bebanmu, do," aku berbicara dalam hati.
Aku juga mendapati kenyataan, kalau Aldo dan ibunya tinggal di sebuah rumah besar milik majikan ibunya bersama banyak penghuni lain. Penghuni rumah itu dari berbagai macam karakter dan semuanya adalah orang dewasa.
Aku baru mengerti kenapa Aldo sering mengeluarkan kata yang tidak pantas. Aldo sering bergaul dengan orang-orang dewasa di rumahnya. Itu membentuk karakter Aldo menjadi seperti ini.
Dengan seringnya Aldo bermain dan belajar bersama teman-temannya di rumahku, aku yakin perlahan-lahan Aldo akan bersikap sesuai dengan usianya.
Harapanku, suatu saat Aldo akan menjadi anak yang hebat dengan kepribadian yang kuat.
Aku akan berusaha mewujudkan harapan itu.
Jakarta, 10 Mei 2017
"Awas lo, kalo macem-macem gua bunuh lo!" kembali Aldo berteriak.
Aku terperangah mendengar umpatan-umpatan yang keluar dari mulut Aldo. Aldo masih berusia sepuluh tahun dan duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar.
Kuperhatikan memang Aldo sering mengeluarkan umpatan-umpatan kasar yang tak pantas. Namun, malam itu aku hanya ingin membimbing anak-anak belajar Bahasa Inggris saja. Aku belum kepikiran ngobrol dengan Aldo.
Suatu hari, aku ajak anakku, Aldo dan beberapa anggota kelompok belajar pergi ke Kebun Binatang. Niatku untuk sekali-kali membawa anak-anak jalan-jalan. Aku ingin mereka memiliki pengalaman yang tak akan terlupakan sampai mereka besar nanti.
Sepanjang perjalanan, anak-anak itu bercerita tentang berbagai hal. Mulai dari sekolah, teman-teman mereka sampai soal olahraga. Sesekali kudengar umpatan Aldo apabila ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya.
"Ini lho tempat kerja emak gua," ujar Aldo tiba-tiba ketika kami melewati sebuah mal.
"Di sebelah mana?" tanyaku memancing.
"Itu lho Pak, di dekat lift. Emak saya jualan kosmetik," jawab Aldo.
"Kalau Bapak kamu kerja dimana, do?" aku melanjutkan.
"Bapak saya udah meninggal!" jawab Aldo datar.
Aku agak kaget. Puzzle yang selama ini memenuhi pikiranku tentang Aldo mulai terkumpul.
"Waktu itu kamu umur berapa?" aku kembali bertanya.
"Bapak saya yang pertama meninggal waktu saya berumur tiga tahun," jawab Aldo.
Perasaan heran memenuhi pikiranku. Kupandangi wajah Aldo yang memandang keluar jendela mobil. Aku tak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Aldo.
"Terus?"
"Bapak saya yang kedua meninggal waktu saya berumur tujuh tahun," balas Aldo dengan muka yang tanpa ekspresi.
Hati saya menjerit mendengar penjelasan Aldo. Anak seumur Aldo sudah mengalami masalah yang berat. Kulihat pula anakku dan teman-temannya yang terdiam mendengar cerita Aldo. Aku tak sanggup membayangkan kalau masalah yang terjadi pada Aldo menimpa anakku.
"Sabar ya, do!" hanya itu yang bisa aku ucapkan.
"Nggak apa-apa pak. Jalanin aja," Aldo berbicara layaknya orang dewasa.
"Berat nian bebanmu, do," aku berbicara dalam hati.
Aku juga mendapati kenyataan, kalau Aldo dan ibunya tinggal di sebuah rumah besar milik majikan ibunya bersama banyak penghuni lain. Penghuni rumah itu dari berbagai macam karakter dan semuanya adalah orang dewasa.
Aku baru mengerti kenapa Aldo sering mengeluarkan kata yang tidak pantas. Aldo sering bergaul dengan orang-orang dewasa di rumahnya. Itu membentuk karakter Aldo menjadi seperti ini.
Dengan seringnya Aldo bermain dan belajar bersama teman-temannya di rumahku, aku yakin perlahan-lahan Aldo akan bersikap sesuai dengan usianya.
Harapanku, suatu saat Aldo akan menjadi anak yang hebat dengan kepribadian yang kuat.
Aku akan berusaha mewujudkan harapan itu.
Jakarta, 10 Mei 2017