Senin sore di penghujung Desember 2021,
Hujan masih menyisakan aroma sejuknya …
Hari-hari yang cukup melelahkan, dengan berbagai tenggat akhir dan awal tahun.
Aku beranjak dari meja kerjaku; Laptop yang masih menyala, tumpukan kertas, peralatan tulis, air es pada 2 botol beling dengan masing-masing tersisa setengahnya, kudapan dan gawai yang tersambung pada saklar listrik dalam posisi ‘charging’
Aku melirik ke jam dinding sejenak, pukul 17.25 … lalu mendekat ke jendela, menyibak tirai putih tipis yang sedari tadi bergerak mengikuti irama angin …
Ah … bau tanah tersiram hujan selalu mampu menenangkan penat …
Aku membuang pandang ke luar, menghadiahkan netra dengan tanaman-tanaman hijau yang berjejer rapi pada pot-pot keramik besar di teras …
Sudah dua lustrum berlalu, namun cerita di penghujung Desember satu dasawarsa yang lalu masih tetap bergala.
“You know what? I can’t stop thinking of you here! I really miss you, hun … miss you soooo bad!”
Suaramu kencang diujung telpon,
“Lagian jalan-jalan sendiri, ngga ngajak-ngajak”, aku menjawab setengah merajuk yang langsung disambut gelak tawamu yang khas.
“Yep, someday! Asik banget ya ngebayangin kalo nanti kita bisa berdua kesini, kemana-mana pake train, honey-moon, hmmm … always pray for our best, ok?” suaramu terdengar parau.
Saat itu aku hanya mengangguk, ikut masuk ke dalam hayalanmu.
Aku tersentak merasakan semburan angin kencang yang tiba-tiba menerpa, awan menggelap, bersiap mencurahkan rebas …
Tiba-tiba ada rasa sakit yang kembali menyelinap, rasa sakit yang sama yang belum juga bisa mereda.
Sayup terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-qur’an dari masjid menjelang Magrib.
Aku mengusap ujung mataku yang terasa basah, menghela nafas dalam, mengeluarkan sesak, lalu bergumam dalam hati, “It’s past! That best prayer had been answered … Tuhan tidak pernah salah. Dia menitipkan luka pada kita karena tau kalo orang-orang yang kita sayang lemah, tak seberdaya kita ketika harus menentang norma. Dia juga mematrikan rasa agar kita berhenti ‘mencari’ dengan cara yang salah. Berdarah dan bersimbah air mata sesaat setelah melalui perjalanan yang indah sangatlah menyiksa. Menyesali pertemuan yang pernah ada sama dengan memaksa takdir memutar masa. “Just pray for our best, ever and after …” Karena, tidak ada yang bisa menerka hilir dari rasa yang masih terus ada …
** Can you hear me? Can you hear me?
Through the dark night, far away
I am dying, forever crying
To be with you, who can say
**Sailing, Rod Stewart
Konon, salah satu cara menyembuhkan luka adalah dengan tidak terus menggaruknya :), nice story anyway, be tough
BalasHapusHi, cheers!
Hapus