Lelaki ini terperenyak. Sederet aksara bersungkup rahasia
menggugat bayangannya. Menyeret paksa luka-luka lama, menggenangi diri dengan
darah basi. Menggurati hati yang bahkan sudah tidak ada spasi. Lelaki ini tak
tahu lagi. Harus tertawa geli atau menangis sedih. Cinta coba-coba, mencumbu
nafsu di sudut-sudut kota adalah masa lalu yang sudah terbingkai rapi.
Terpajang di bilik-bilik sunyi patala[1].
Menggugahnya tak ubah memicu daiwi astra[2], akan menghancurkan bahkan
yang tak berdosa.
*
"Ini kupat tahu paling enak se-Asia
Tenggara" bual Perempuan itu lucu. Lelaki ini hanya tertawa. Mana ada
kupat tahu diperingkat layaknya sekolah. Kupat tahu itu mungkin bukan yang
terenak seperti bualannya, tapi menikmatinya akan selalu dirindui
bertahun-tahun setelahnya. "Coba lihat tumpukan bunga-bunga ungu
itu!" Perempuan itu sudah berpindah lagi. Cepat sekali layaknya gonta
ganti kanal televisi. Dilihat sekilas, tak suka lalu ganti. Lelaki ini cuma
geleng-geleng kepala. Cekrek...cekrek...We keep this love in photograph, we
made these memories four ourselves[3]. Bagai puzzle yang
saling melengkapi. Tuhan menciptakan keindahan Perempuan itu bagai tumbu ketemu
tutup dengan hamparan ungu guguran bunga yang jatuh. Lelaki ini membeku,
terhipnotis pantulan prisma yang tak terduga. Jalanan kota perjuangan ini
memang selalu hangat. Meski tak sehangat dulu saat wedhus gembel masih nyaman
berkubang lava. "Keretamu nanti jam berapa?" tanya Perempuan itu,
entah yang ke berapa. Lelaki ini hanya membalas dengan tawa, "nanti juga
jumpa" sambungnya. Perempuan itu terlihat mempesona, dalam balutan
cardigan abu. Kontras dengan rambutnya yang berwarna ungu. "Dingin
ya?" tegur Perempuan itu sambil mengurangi suhu pendingin udara. Lelaki
ini cuma tersenyum. Kecanggungan merayapi ruangan sempit itu. Seminggu terasa
cepat sekali berlalu, menyisakan deru nafas memburu siang malam tak kenal
waktu.
*
Lelaki ini masih menatapi
gugatan aksara itu. Tidak lupa tapi tidak benar-benar ingat yang mana. Waktu
adalah senjata yang ampuh, menggilas angkuh makhluk-makhluk fana. Tak
terkecuali rasa. Dibukanya sebuah layar baru, lalu mulai menuliskan kata
"Aku adalah sekarang, laluku mungkin sama dengan lalumu, tapi tidak kemana
aku akan menuju".
Jakarta, 27062020
Saya suka tulisan Kakak Iko
BalasHapusTerima kasih Mbak Rini
BalasHapusSemakin kaya perbendaharaan kata, saya suka!
BalasHapusmakasih Mas Gun
Hapus