Hujan.
Lagi. Namun tak seramai tadi. Pasukan tirta terjun lembut bagai prajurit
berparasut. Mendarat lalu berebut mencari lubang semut. Lelaki ini memejamkan
matanya. Menangkap hening, mencoba menyerap hembusan nafas-nafas yang
mendengkur halus. Mendengarkan derap kaki kelabang yang tergopoh menghindar
tenggelam.
Layar
monitor itu masih kosong. Hanya tertulis Document1-Word.
Dan kursor yang tak lelah berkedip
menggoda. Sesekali terlihat mencela “ayooo…mana tintamu? Hentakkan jemarimu…tidakkah
kau lihat aku sudah menunggu lama?”. Lelaki ini tak acuh. Diraihnya cangkir
kopi, sial tinggal tetesan terakhir. Cangkir ketiga dalam 3 jam 25 menit ini. Bercak
coklat kehitaman membekas. Lelaki ini sedetik tergidik, membayangkan bercak
yang sama di lambungnya.
Lelaki
ini masih terdiam di kelengangan. Tak ada angin, hujan pun sudah sudah lelah
turun. Menyisakan gigil dan petrichor.
Tadinya lelaki ini ingin membuat puisi. Menyamarkan rasa dalam kata-kata
berima. Mengisyaratkan cinta dibalik kata-kata penuh makna. Makin dicoba makin
buntu rasanya. Saat diam kata-kata indah menyeruak kepala. Saat tertumpah yang
keluar sumpah serapah. 4 jam 5 menit. Malam sudah 2/3. Satu dua suara mulai
terdengar. Lelaki ini sungguh berharap waktu berhenti. Agar dapat menyelesaikan
puisi ini sebelum pagi. Dilemaskannya jemari, dikerutkan kening memicing mata.
Harus selesai sebelum pagi. Layaknya janji Bandung Bondowoso kepada Rara
Jonggrang. Tepat sebelum ayam tetangga berbunyi, puisi itu jadi. Lelaki ini
menghembus nafas lega. Diregangkan punggungnya, rebah seadanya mengusir lelah.
***
Disudut
lain kota. Perempuan itu terjaga denting lembut gawai di atas meja. Jam 04.12. Setengah kantuk dibacanya pesan masuk : Aku Rindu. Selarik senyum tipis, lalu kembali menyuruk ke balik selimut. Menghangatkan diri menenangkan hati di sela dengkur kekasih hati.
Jakarta,
06052020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar