Dentingan kecil terdengar dari hp ku. Mas besok pesawat jam berapa? Tanyamu. Kala itu sore, menjelang setengah lima.
Beberapa laman kerja masih terbuka di layar monitorku. Setidaknya 2 nota harus naik sore ini. Ku ketuk ponsel ku. Menyingkirkan pesan. Mencari namamu. 5m. Sip, sudah saatnya ku membalas.
Jam 2 take off, baiknya Mas ke damri Gambir jam berapa ya? Tanyaku. Ga tertarik nyoba kereta bandara Mas? Balik mu bertanya. Ku jeda lagi sesaat, menunggu beberapa menit, untuk kembali membuka pesan mu.
Kembali jemariku menari di atas papan ketik usang kelahiran 2010-an. Menyelesaikan kata demi nota. Ku ketuk lagi ponselku. Menyingkirkan pesan. Mencari namamu. 9m. Hm...tanggung, 1 menit lagi deh.
Mas belum pernah, ntar nyasar. Disertai emoji tertawa. 1 menit, 3 menit, berlalu. Baru ku lihat typing-mu di menit ke 8. Ya ampuun, kayak anak tk aja Mas, nyasar. Diikuti emoji mencibir. Aku tersenyum. Membayangkan mu mencibir seperti itu. Ah, mungkin aku mulai gila.
Ku singkirkan kembali pesan-pesan yang tak ku butuhkan. Mencari namamu. 6m. Biar Mas ga nyasar, kenapa gak temani Mas sekalian? Hehe. Awalnya ku bercanda. Ternyata.... Ah. Sepertinya ku benar-benar gila.
Mas otw, udah di gojek. Sampai jumpa di sana ya. Buru-buru sekali ku berangkat. Khawatir kau menunggu. 9.30, ku sudah di tempat. Lebih awal 20 menit dari waktu yang disepakati.
Sudah 2x ku bolak balik toilet. Bercermin. Merapikan rambut. Membasuh muka. Oke, kau sudah ganteng boy. Pede ku pada sosok seberang cermin.
Ku beralih duduk. Memeriksa ponsel. Tak ada pesan dari mu. Assalamulaikum, Mas, udah dari tadi? Sapamu ramah sembari tersenyum. Aku gelagapan.
Udah sarapan? Tanyaku. Belum, tadi beli roti doang di alfamart, khawatir Mas menunggu. Ujarmu. Jadilah pahlawan, boy. Hatiku berbisik. Ku amini. Lantas berdiri. Memesan kopi, dan roti.
Ku ingin waktu berhenti. Sedikit sesal memesan penerbangan terlalu dini. Mendengarmu bercerita, hatiku kehilangan darah, berganti bunga. Apakah ku bermimpi?
Kita berganti angkutan, menggunakan kereta layang. Menuju terminal 2D. Masih 3 jam sebelum lepas landas. Adzan berkumandang. Mas kita sholat dulu yuk ntar. Oh Tuhan. Senyum mu, membuat ku gelagapan. Lagi.
Mau makan siang nggak? Tanyaku. Kau hanya mengangguk. Mau dimana?. Terserah, asal jangan fastfood. Ujarmu. Oke, Solaria aja. Putusku.
2 jam sebelum check-in ditutup. Kau bercerita banyak hal. Sembari memilih menu makan siang. Nasi goreng seafood, dan teh manis anget menjadi pilihanmu. Pilihanku?
Kita membahas beragam hal. Berganti topik dari satu ke yang lain. Mulai dari Ojt, pertemuan pertama di lantai 12, latsar, temanmu yang menyempatkan jauh-jauh datang dari Toli-Toli, hingga rencana tahun baru di Solo.
Udah waktunya check-in, Mas. Ucapmu sembari membalik sendok dan garpu. Iya. Tanggapku. Thai tea Mas kok ga dihabisin? Ku tersenyum. Hayuk. Sembari menyeret langkah menuju pintu 3.
Duhai, ingin sekali ku bertanya, manismu terbuat dari apa? Bahkan thai tea ku pun tak percaya diri di hadapanmu. Kau hantar ku ke pintu batas. Melambaikan tangan. Salam perpisahan. Di kejauhan kau berbisik, sampai jumpa 2 Januari.
Melambai, lantas berbalik.
Ah, kau belum benar-benar pergi. Tapi ku sudah rindu.
Jakarta, 21 Desember 2019.
Gombal mukiyo!
BalasHapus