Di negeri mimpi
Lintasan hari mulai Hiruk pikuk oleh imaji dan narasi narsis bertumpuk
Di sela panji dan bendera partai berbagai bentuk,
Adu ide dan gagasan semata barang lapuk
Rakyat bisa sejenak laksana raja,
Lupa penat dan nestapanya masa,
Terbuai bujuk rayu mendayu
Kandidat kandidat gelap mata,
halalkan cara demi suara
Mereka
berlomba mengaku saudara,
Bemanis sapa seumpama kawan dekat,
Berebut cepat menjalin rantai kerabat,
Beradu muslihat untuk sepakat
Sesaat ternampak lamat
Perih kenangan lima tahun terlewat,
Ketika janji manis serupa hikayat
Jika bukan karena hak dan kewajiban
Sebagian rakyat mungkin telah mual,
Pesta itu sekedar mengulang ritual
kampanye penuh bual berjejal,
Puja puji diri bertebaran bagai iklan kecap para penjual,
"Kamilah kandidat paling bermoral,
Memilih kami takkan menyesal"
Seolah rakyat kaum bebal,
Yang tak pernah menganggap hianat sebagai soal,
Jelang pesta rakyat di rangkul,
Habis pesta rakyat ditinggal,
Jika bukan karena hak dan kewajiban
Sebagian rakyat mungkin telah muak,
Karena syahwat kekuasaan,
tubuh tubuh uzur berlaku bak kanak kanak,
hilaf setitik lawan jadi amunisi cela yang semarak,
Amal budi diri jadi ajang riya ke halayak,
Seolah rakyat tak pernah menyimak,
Tingkah tingkah nan tamak ,
Angkara muka yang bergejolak,
Serupa benar, tak pernah sempurna
tertutup kata dan citra yang dipermak
Di negeri mimpi
Lintasan hari mulai hiruk pikuk oleh,
Imaji dan narasi narsis bertumpuk,
Memancang pada setiap ujung gang,
Memenuhi setiap celah ruang,
Entah dari mana mereka datang?
(stasiun cakung, 31 Jan 19)
Lanjutkan kang Harat
BalasHapus