Banyak jargon
berseliweran di sekitar kita. Bila tak pandai menyikapinya maka kita dapat
terjebak di dalamnya. Misal jargon : ‘Pembeli Adalah Raja’.
Tulisan ini akan
mengulas dari kacamata konsumen saja. Sebagai konsumen, maka reaksi tiap orang
tentu saja beragam ketika ada ketidakpuasan dari barang / jasa yang diterima
oleh konsumen. Ada yang biasa saja, seolah tidak mengindahkan adanya jargon
tersebut. Ada pula yang menyikapinya dengan : ya sudah…. mari kita coba
menanyakan ini kepada produsen atau penyedia jasa tersebut. Selain itu ada pula
konsumen yang cukup reaktif menanggapi ketidakpuasan tersebut.
Untuk tipe konsumen no 3
ini, maka sebaiknya berhati-hati dan lebih mawas diri, karena bisa jadi reaksi
yang ditimbulkannya malah merugikan dirinya sendiri. Bisa jadi dia menyikapinya
dengan marah-marah, bisa jadi dia menyikapinya dengan gaya ‘bossy’ nya karena
merasa “Pembeli adalah Raja”, merasa uangnya bisa membeli apa saja,
merasa dia sedang memperjuangkan hak yang seharusnya dia terima, namun lupa
bahwa cara yang dia tempuh malah menyuburkan ego pribadinya yang sebenarnya
justru lebih merugikan dirinya sendiri.
Ada di posisi manakah
diri kita?
Jakarta, 20 Sep 2018
Keren bu sedar. Menurut saya, selain kita waspada terjebak jargon, kita juga harus waspada dengan "terjebak nostalgia" :D
BalasHapusSetuju Mas Gun, klo terjebak nostalgia nanti kita ga bisa move on. hidup dalam ilusi masa lalu.
BalasHapusPembeli memang raja mbak, dan itu saya alami pada saat saya berada di negeri orang. Sebagai raja, kita bisa komplain kepada penjual semua ketidakpuasan kita dan akan direspon dengan sangat baik, santun dan bahkan nyaris tanpa tanya. Tidak ada ego pribadi disini karena semuanya sudah mengerti tentang hak dan kewajiban, baik sebagai penjual maupun pembeli
BalasHapusIya Pak Indra, kalau komplainnya bisa disampaikan dengan santun maka tidak ada ego pribadi. Yang saya maksud di sini bila komplainnya disampaikan dengan tidak santun.
BalasHapus