“Loh dia juga begitu kok”
kilah seorang teman ketika ditegur mengenai prilakunya yang kurang baik.
Mencari contoh atau
pembanding orang yang lebih buruk atau sama dengan kita sering kali saya
temukan dalam berbagai pembelaan atau defence
statement orang-orang disekitar saya. Entah apa yang salah dalam masyarakat
ini mengapa mengungkit kelemahan atau prilaku buruk orang lain dapat menjadi justifikasi
bahwa kita dapat melakukan hal yang sama dan mengurangi perasaan bersalah itu
sendiri. Menurut saya melakukan hal tersebut sebenarnya adalah perbuatan
“menipu” diri sendiri yang memberi ketenangan bathin sesaat. Kita tidak pernah
memikirkan efek jangka panjangnya atau kemungkinan terburuknya. Bahaya terbesar
dari “pembenaran” akan yang salah yang dilakukan berulang-ulang (lagi-lagi
menurut saya) adalah membentuk hati dan pikiran yang bebal dan tidak sensitif.
Dimulai dengan hal-hal kecil dan sederhana di satu titik akan lompat ke skala
yang lebih besar.
Saya pernah
bercakap-cakap dengan sesama penumpang angkutan umum soal pemotor yang berhenti
di depan lampu merah dan menerobos lampu merah padahal lampu hijau hanya
tinggal beberapa detik lagi, saya bilang “mungkin dia ada proyek milyaran
rupiah yang harus diteken” canda saya kepadanya ketika si mbak berkata “apa
susahnya sih nunggu beberapa detik lagi?”. Saya sendiri sangat terganggu dengan
prilaku pemotor yang berhenti di depan garis stop dan melanggar lampu merah
menurut saya orang-orang tersebut jika ada kesempatan akan melakukan hal-hal
buruk yang lebih besar seperti halnya korupsi, si mbak ketawa ketika saya
bilang ini, “wah, serem juga ya mas efeknya”.
“Self-respect is the root of discipline: The sense of dignity grows with the ability to say no to oneself.”-Abraham Joshua Heschel-
Melanggar hal-hal kecil
adalah langkah pertama untuk melanggar hal-hal yang lebih besar, ditambah lagi
dengan kebiasaan “berkaca ke orang yang lebih buruk”. Mungkin awalnya berhenti
di depan garis stop, lalu mulai menerobos lampu merah, lalu mulai masuk ke
jalan verboden, lalu mulai melawan
arah, dan entah sesudahnya apa lagi. Eits, jangan anggap hal-hal tersebut bisa
berhenti di situ saja! Setelah khatam melanggar dalam berkendara kemungkinan
mulai berani melanggar hal-hal lain. Misal, membuang sampah sembarangan,
menyeberang sembarangan, lalu naik ke korupsi kecil-kecilan, seperti uang
lembur, uang operasional kantor, dan terima gratifikasi. Yang terakhir levelnya pun
ada banyak, dari yang hanya ditraktir makan sampai terima duit puluhan milyar
macam yang diduga kepada ketua DPR yang lagi jadi tersangka.
Balik lagi ke yang
kecil-kecil, pernahkah terpikir bahwa menerobos lampu merah atau melawan arah
itu membahayakan nyawa orang lain selain nyawa diri sendiri? Tidak ingatkah
dengan keluarga yang bapaknya dipenjara, ibunya meninggal, dan anaknya piatu
serta sendiri karena sang bapak melawan arah di Jalan Layang non Tol Kasablanka
untuk menghindari polisi yang akan menilangnya?
Semua dimulai dari “lah,
itu rame kok bro motor yang nerobos. Kita ikut ajalah” atau “udahlah ga apa-apa
sekali aja kan ga ada mobil”. Saya teringat sebuah artikel tentang budaya
disiplin di Jepang, saya lupa siapa penulisnya tetapi sang penulis bercerita
bahwa ketika dia berada di sebuah kota kecil di Jepang yang notabene termasuk sangat
sepi. Sang penulis seorang Indonesia bersama temannya yang orang Jepang akan
menyeberang jalan, kondisi jalan sepi dan lampu merah bagi pejalan kaki, setelah
melihat ke kiri dan ke kanan dan menyimpulkan bahwa jalanan sepi dia mengajak
temannya untuk menyeberang, temannya berkata “jangan, bagaimana kalau dilihat
oleh anak kecil lalu mereka mencontoh dan kecelakaan?”. Sang penulis berkata
bahwa “wah, saya tidak memikirkan efeknya sampai segitunya ya, bahwa kita dapat
menjadi penyebab seorang anak celaka karena perbuatan tidak disiplin kita”.
Coba bayangkan bagaimana
kalau ternyata secara tidak sadar kita telah mencelakakan anak orang lain? Atau
jangan-jangan anak kita sendiri?
- referensi dari berbagai sumber
"Melanggar hal-hal kecil adalah langkah pertama untuk melanggar hal-hal yang lebih besar". #Quotes
BalasHapuskeren, Sam!