Kedua buku tersebut mempunyai dampak
ke hati yang berbeda. Buku serial Chicken Soup for The Soul, terasa lebih memikat
dan kena di hati saya. Ada beberapa tulisan yang menyentuh emosi terharu dan
membuka cakrawala berpikir yang berbeda. Terpikir dalam hati, “Orang ternyata
bisa mengubah kehidupannya karena hal remeh-temeh begitu ....”
Sementara, bukunya Cahyo Satria
hanya terasa sebagai suatu informasi semata. Di sana, tidak terlibat emosi benci,
emosi senang, atau emosi tersentuh lainnya. Padahal yang disampaikan oleh Mas
Cahyo ini tidak berbeda dengan serial Chicken Soup for The Soul di atas, yaitu pengalaman
sehari-hari yang umum kita jumpai.
Saya menyadari bahwa tiap orang
mempunyai pengalaman berbeda setelah membaca suatu buku. Nah, ini pengalaman saya
setelah membaca kedua buku tersebut. Agar rekan-rekan bisa berimajinasi
perbedaan keduanya, berikut ini saya kutipkan sebagian kecil tulisannya di
bawah ini. Paragraf pertama berasal dari bukunya Mas Cahyo dan yang kedua
berasal dari serial Chicken Soup for The Soul.
Ketika posisi
di atas, ia bisa jadi lupa bahwa dulu orang-orang juga membantunya. Dan berada
dalam posisi di atas akan mudah dilihat orang, dan tentunya segala tindak
tanduk kita pasti diperhatikan orang. Perilaku orang yang melupakan ketika
posisi di bawah sama seperti pepatah kacang lupa kulitanya (Cahyo Satria
Wijaya, Kalo Sensi Jangan Baca Buku Ini, Subbagian Melihat ke Bawah Saat
di Atas).
Susah
sekali bagiku untuk menemukan hal-hal positif disekitarku. Namun, aku
membulatkan tekadku , aku mulai melihat beberapa hal. Seorang anak yang
teresenyum dalam gendongan ibunya. Ya, itu juga termasuk. Seseorang lelaki
mengenakan setelan resmi membeli balon dari pedangan kali lima dan
memberikannya kepada seorang pengemis. .... (Chicken Soup for The Soul: Dari
Merana ke Penuh Makna, tulisan Rita Bosel).
Rekan-rekan boleh tidak
sependapat soal ini. Namun, saya mempunyai kesimpulan sendiri setelah memilihnya dari sekian buku yang ada dan membaca tuntas buku-buku tersebut. Kesimpulannya, buku menjadi berdaya
jual apabila memikat dari judulnya dan cara penyampaiannya. Jadi kepingin membuat buku sendiri (#cita-cita mode on).
gaya, pilihan kata ternyata sangat berpengaruh ya mas... ayo mas, bikin buku sendiri... saya dukung... #biatdapatpersenan hehehe...
BalasHapussaya terperangah atau terpantik apabila ada tulisan yang sangat personal seolah-olah tulisan itu bicara hanya ke saya saja...
BalasHapuscontohnya: disposisi
BalasHapusYa...ya...ya. kalo disposisi kadang isinya datar-datar saja. Tapi ada juga disposisi yang mempunyai kedekatan emosi kepada beberapa pembacanya. Bagi yang menerima akan emosional bangget...tapi bagi pihak yang tidak berkepentingan...bisa senyum atau tertawa. Contoh disposisi seperti itu, "tolong tulis ulang nota dinasnya."
BalasHapussaya kok membaca 2 petikan paragrafnya kok berasa datar-datar saja ya ??
BalasHapusapa mungkin karena artikel ini ditulis sambil menatap dan meneruskan disposisi ??
atau mungkin sy sendiri yang saat membacanya merasa terancam oleh banyaknya disposisi yang mengurung saya dari seluruh penjuru mata angin ??
sepertinya, saya butuh aq*a... duh
Mungkin petikan paragrafnya kurang panjang dikit ya, sehingga tidak bisa menggambarkan sisi emosinya pada buku chiken. Barangkali Mas Sufty harus baca bukunya langsung. Jadinya akan tahu apa memang datar-datar saja atau bagaiaman. Atau jangan-jangan Mas Sufty sudah emosi duluan karena banyaknya nota dinas dari segala penjuru arah angin. jadinya, emosinya sudah habis pas baca artikel pendek ini. Just kidding.
BalasHapussepertinya emang yang terakhir deh mas.... hahahaha
Hapus