Bias dalam Penilaian

Dalam rangka menyambut detik detik akhir penilaian perilaku bagi pegawai di lingkungan Kemenkeu terutama Direktorat Jenderal Anggaran, berikut saya persembahkan rangkuman dari beberapa sumber tentang bias dalam menilai performa pekerja.
Hal ini selain dipicu oleh sedang "hot"nya  penilaian perilaku di e-performance, juga karena saya ingat sedikit soal bias ini saat masih kuliah dulu. Sedikit? Iya.. 😂😂😂

Sebelum masuk ke rangkuman tersebut, baiknya kita lihat dulu arti kata bias. Namun, mohon maaf ya, saya cuma pake sumber sumber yg bisa saya gali secara online. Sebabnya tak lain tak bukan karena dua hal. Pertama, keterbatasan waktu saya. Yang ini iyuh banget ya alasannya. Kedua karena kemalasan saya. Oke, yg ini lebih parah..dan lebih jujur tentunya.

Menurut KBBI.web.id,
bi·as n 1 simpangan; 2 Fis belokan arah dari garis tempuhan karena menembus benda bening yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada dalam air);

mem·bi·as v 1 berbelok dari arah (seperti perahu yang dilanggar ombak, hujan yang tertiup angin); 2 Fis berbelok arah dari garis tempuhan karena menembus benda bening yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada dalam air); 3 ki menyimpang (tentang nilai, ukuran) dari yang sebenarnya;

mem·bi·as·kan v menyimpangkan (membelokkan) arah;

pem·bi·as·an n 1 proses, cara, perbuatan membiaskan; 2penyimpangan (pembelokan): berkas cahaya yang keluar dari prisma mengalami -

Nah, kalau dari definisi bias dan kawan kawan seperimbuhannya di atas, langsung aja kita simpulkan bahwa bias yang dimaksud di sini adalah "penyimpangan" atau "belok", tapi bukan pembelokkan berkas cahaya ya...
Bias ini sejenis kecenderungan (penyimpangan/pembelokkan) yang mempengaruhi bagaimana atasan menilai pegawai.

Nah, sekarang izinkan saya bertanya. Ada yang tau paycor ngga? Enggaaa...
Duh, sama dong..
Sekarang saya mau kutip kata kunci yang ada di websitenya paycor nih. (www.paycor.com).
To be fair and objective, a performance evaluation must be based on the employee’s job-related behavior, not on the employee’s personal traits, work situation or other factors unrelated to employee performance.

Untuk adil dan objektif, evaluasi kinerja mesti berdasarkan perilaku yg terkait pekerjaan. Bukan perilaku di kantin berarti..#eh#ups.

Walaupun mungkin kita tidak pernah bisa sepenuhnya objektif (alias subjektif), kita dapat mengusahakan untuk menilai dengan objektif. Saya pun masih subjektif sekalee... kan kalau mau aja.. 😂 kalau engga ya engga bs maksa..
Caranya gimana? Salah satu caranya dengan mengenal bias bias umum yang sering terjadi saat menilai. Apa aja tuh...

1. Excessive leniency
Apa sih ini? Excessive leniency terjadi ketika atasan (sepertinya bisa juga peer dalam konteks DJA) menilai semua pegawai lebih tinggi dari performa aslinya dalam rangka dianggap baik atau agar disukai. Ia juga percaya bahwa dengan review yang baik, pekerja bisa termotivasi untuk lebih baik.
2. Excessive severity
Excessive severity ini semacam kebalikan dari poin pertama tadi. Atasan (atau dalam konteks DJA dapat dikatakan peer juga) cenderung menilai rendah untuk memotivasi pegawai yang kurang performanya atau performanya standar agar meningkatkan kinerjanya. Intinya, pelit nilai gitu kali ya?
3. Similar-to-me bias
Bias yang ketiga ini terjadi saat atasan (atau dalam konteks DJA, bisa juga peer) menilai tinggi untuk mereka yang "mirip"/setipe dengan dirinya, misal sama sama suka nonton konser musik, dll. Bias jenis ini meliputi faktor like and dislike terhadap pegawai tersebut.
4. Opportunity bias
Opportunity bias terjadi saat penilai memberikan credit atau menyalahkan pegawai untuk faktor di luar kendalinya.
5. Halo Effect
The Halo Effect ini terjadi saat atasan menilai pegawai berdasarkan satu kekuatannya yang kemudian mendominasi penilaian terhadap pekerja tersebut. Dengan kata lain, pekerja mendapat nilai more than he/she deserved. Pekerja yang bagus dalam pengetahuan kerja tidak berarti ia juga bagus dalam semua hal seperti produktivitas dll.
6. Horns Effect
The Horns Effect ini semacam kebalikan dari halo effects. Penilaian atas sesuatu kekurangan mendominasi overall performance appraisal. Apabila pegawai kurang di satu hal, kan tidak berarti ia harus diperbaiki di semua hal terkait kerjanya, toh?
7. Contrast bias
Atasan yang terkena bias ini cenderung membandingkan performa pegawai dengan membandingkannya dengan pegawai lain, bukan dengan standar perusahaan. Pegawai berhak dinilai berdasarkan performa individualnya bukan dengan merankingnya dengan pegawai lain.
8. Recency bias
Recency bias ini adalah bias yang terjadi ketika penilaian hanya didasarkan kepada performa terakhirnya sebelum penilaian, misalnya beberapa pekan sebelum penilaian dibanding periode yang seharusnya dalam masa penilaian.
9. Job vs. individual bias
Beberapa pekerjaan/posisi memang lebih vital dalam organisasi dibanding posisi kerja lain. Namun, tidak serta merta pegawai di posisi tersebut lebih baik performanya dari pekerja lain.
10. Length-of-service bias
Bias ini terjadi ketika lamanya masa kerja mempengaruhi penilaian dalam evaluasi kinerja.
11. Stereotyping
Evaluator cenderung mengasumsikan evaluee suatu ciri yang sama terkait grupnya. Misal, pekerja wanita, Hispanik, vegetarian, dll).


When you are able to remove some of the bias from the evaluation process, performance appraisals become much more meaningful for organizational decision-making and compensation adjustments. Selain itu, penilaian yg baik akan memudahkan dalam pengembangan pegawai di masa depan.

Sekarang sih, semua kembali kepada penilai. Tulisan ini sifatnya hanya informasi aja. Mudah-mudahan ada manfaatnya.

Aamiin.

Referensi
http://www.managementstudyguide.com/performance-appraisal-bias.htm
https://www.paycor.com/resource-center/the-top-10-performance-review-biases
https://personel.ky.gov/DHRA/EPES-TypesRaterBias.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar