Ini adalah sekelumit catatan
perjalan riset saya. Salah satu kota yang saya datangi untuk melakukan
penelitian adalah Kota Dumai dan ini juga pertama kalinya saya ke sana. Saya
naik travel dari Pekanbaru ke Dumai dan ketika sampai saya sendiri baru sadar
kalau Kota Dumai itu luas banged saking luasnya kelihatan sepiiii banget.
Maklum aja, jalan-jalan di kota ini cenderung lebar-lebar tapi kendaraan yang
lewat sedikit banged. Mall gak ada dan terus terang kalo malam saya males
jalan-jalan keluar. Lha kotanya sepi begini apa yang mau di lihat.
Hari kedua saya di Dumai saya isi
dengan jalan-jalan naik bentor atau becak motor sejenis motor yang dimodifikasi
pake sespan sehingga penumpang sedikit lebih nyaman daripada duduk di boncengan
motor. Berhubung baru pertama kali ke Dumai maka saya juga gak tau tempat
wisatanya dimana aja jadi memutuskan datang ke pantai. Ternyata pantai di Dumai
indahhhhh banged penuh dengan kapal-kapal kargo yang nyandar di laut dan yahh
sedikit polusi walau gak semerbak kayak Muara Angke di Jakarta. Dengan kata
lain, pantai di Dumai memang pantai secara harafiah yaitu batas antara darat
dan laut, bukan pantai dalam artian tempat rekreasi kayak di Anyer atau Kuta, apalagi
sama Pelabuhan Ratu mohon agar jangan dibandingkan tapi silakan dibayangkan.
Agaknya kalau menjadikan Dumai sebagai destinasi wisata will be your greatest
mistake in your life.
Tapi tujuan saya datang ke Dumai
memang bukan untuk berwisata, melainkan untuk penelitian. Nah, kalo anda datang
ke Dumai untuk penelitian apapun bidang penelitiannya, maka dumai adalah kota
yang paling tepat. Kenapa? Karena di Dumai banyak perusahaan baik perusahaan
kelapa sawit maupun migas. Kota ini juga kabarnya merupakan kota terluas di
Indonesia di tambah juga dengan sistem transportasi yang belum tertata dimana
angkot tidak ada nomor dan jurusannya. Yup, kita tahu bahwa itu angkot karena
Suzuki carry warna biru, tipikal angkot-angkot di berbagai kota besar yang
lain. Taksi di Dumai merupakan pemandangan langka, karena memang tidak ada taxi
di sini, mungkin kalau taxi online masuk tidak ada yang demo kayaknya. Selain
absennya taxi, angkot yang tak berjurusan nan jarang, ojek pun tidak ada. Nah,
yang ada dan jumlahnya banyak di Dumai cuma bentor, jadilah saya coba
berjalan-jalan keliling Kota Dumai menggunakan jasa bentor.
Tapi bentor pun punya kekurangan
yaitu mereka engan untuk berjalan-jalan dengan radius lebih dari 5 KM. Ini
jadi masalah besar buat saya, karena hotel tempat saya tinggal berada di pusat
kota, dekat dengan pelabuhan, sedangkan tempat yang ingin saya datangi adalah
kantor pemda yang berada jauh ke arah selatan (masuk ke inland) dan bentor dari
tempat saya menginap tidak bersedia mengantar sampai kesana karena kejauhan.
Hal yang sama juga terjadi dengan kawasan industri di Dumai. Dimana ada 2
kawasan industri yaitu Pelintung dan Lubuk Gaung yang terletak berjauhan satu
dengan lainnya. Pelintung di tenggara dan Lubuk Gaung di barat laut. Bentorpun
menolak ketika saya minta untuk pergi kesana dengan alasan yang sama.
Ketika, perjalanan dengan bentor
di mulai baru saya paham kenapa mereka menolak untuk bepergian jauh. Selain
karena kecepatan mereka yang cukup lambat, juga karena sespan yang terbuka
sehingga untuk penumpang disarankan naik dalam kondisi yang fit, karena terpaan
angin yang cukup kencang plus sensasi getaran kayak bajaj merah di Jakarta
berpotensi untuk membuat mereka yang kurang fit masuk angin. Belum lagi,
sepanjang perjalanan bentor saya hanya berhenti di tempat tujuan, tidak pernah
berhenti di lampu merah walaupun lampu lalinnya sudah merah, bahkan ada truk
atau mobil berhenti di depan pun, bentor tetap melaju dengan berusaha
menghindari halangan yang ada di depan. Hal ini membuat saya bersyukur tidak
bisa ke tempat yang saya ingin tuju dengan bentor.
Akhir perjalanan, tibalah
transaksi antar pengguna dan pemberi jasa. Uniknya sopir bentor ini meminta
saya untuk mengajukan harga bukannya memberi harga untuk saya tawar. Alasannya
biar sama-sama enak, dan benar, ketika saya buka harga di angka Rp100 ribu,
sang supir pun langsung mendehem sambil berkata Rp150 ribu. Well, untuk
jalan-jalan keliling pusat kota yang boleh dibilang lack of point of interest
dengan durasi lebih dari satu jam plus sensasi mau masuk angin dan keleyengan,
saya anggap masih worth it lah. Jadi bagi kalian yang ingin ke Dumai, selalu
ingat untuk punya teman disana yang punya mobil dan punya waktu untuk mengantar
kalian wara-wiri di sana karena bentor bukan pilihan untuk moda transportasi
umum. Terus terang dengan tarif Rp150 ribu tinggal dikali 3, kita sudah bisa nyewa avanza plus supir selama 12 jam (BBM exclude) yang saya lakukan di hari berikutnya.
Cerita menarik soal Dumai. Tapi ada anak DJA di DSP, Albert, itu orang tuanya masih tinggal di Dumai dan jangan coba-coba cuci pakaian dengan air tanah di sana, dijamin 2 kali cuci bisa menjadi warna coklat, jadi tidak perlu pewarna khusus untuk baju pramuka. Tinggal cuci sebanyak 2 kali dan setelah itu bisa jadi baju pramuka. Mungkin kalau ke Dumai perlu ajak si Albert. Maaf ya bro...
BalasHapus