Adzan isya' berkumandang seperti biasa, iramanya sama dengan saat dua hari lalu aku menginjakkan kaki di sini. Namun malam ini tak sama dengan malam sebelumnya. Sholat isya' yang dari sebulan lalu diikuti dengan sholat tarawih, malam ini tak lagi begitu, selepas imam melakukan salam, kumandang takbir bertalu-talu dari toa masjid berganti-gantian.
Aku browsing sejenak sebelum beranjak pulang dari masjid. Pantas saja, ternyata sidang itsbat telah resmi menetapkan 1 Syawal 1438 H jatuh esok hari. Segera kugeber motor menyusuri jalan kecil yang bopeng di mana-mana, sambil ikut mengumandangkan takbir meski perlahan. Tampak anak-anak kecil berpakaian putih sudah mulai bersiap berkumpul, laki-laki perempuan. Di halaman SMP di depan masjid juga sudah disiapkan mobil yang sudah dihias ala timur tengah dengan lampu putih sebagai penerangan. Semangat sekali mereka. Menggambarkan kebahagiaan menyambut lebaran. Sedangkan aku masih sedikit kikuk, aneh rasanya malam ini, suasana Ramadhan masih melekat di kebiasaan. Tapi di satu sisi aku tentunya menyambut gembira, besok kami berhari raya.
*****
Sasa sudah merengek untuk bergegas berangkat, padahal belum terlihat tanda-tanda akan dimulai. Sasa adalah keponakanku yang 'ngeyelnya' luar biasa meskipun sudah dua tahun sekolah TK. Kami sudah bilang kalau mulainya masih lama, tetap saja dia bergeming, memaksa mengajak segera berangkat. Berkali-kali dia berteriak, "itu sudah kedengeran takbirnya, uda mau jalan...ayo cepet berangkat!"
Belum lagi adiknya, Zidan, yang meski sudah empat tahun tapi ngomongnya belum jelas, ikut merengek mendukung kakaknya untuk segera berangkat. Mereka berdua telah siap dengan menggenggam lampu batang yang bisa menyala warna-warni.
"Itu takbir di Masjid", Aku menjawab singkat dan mencoba mengacuhkan mereka meskipun suaranya memekakkan telinga. Aku masih sibuk memakaikan jaket dan jilbab ke anakku, Aqila, sebagai persiapan agar tak masuk angin keluar malam-malam.
Alhasil setelah semua siap, kami mulai berjalan ke arah jalan besar. Ternyata sudah ramai orang berjajar. Ada yang duduk di atas motor yang distandar. Ada pula yang sengaja membawa karpet untuk duduk lesehan. Tanganku sudah terasa pegal karena berjalan dengan Aqila di gendongan. Tetap kutahan demi anakku bisa memperoleh pengalaman perdananya.
Tak lama ibu mertua berujar, "wiwit e soko prapatan ngarep kono, mlaku mrono wae po?" (mulainya dari perempatan di depan sana, apa kita jalan ke sana saja)
Aku tak terlalu jelas mendengarnya karena jalanan sangat ramai. Melihat aku mengernyitkan dahi, sepertinya istriku mengerti, dia mengulang perkataan ibu mertua "mulainya dari perempatan depan, kita jalan ke sana aja ya"
Terbayang jarak yang masih sekitar dua ratusan meter, lumayan. Tapi aku tetap mengangguk setuju.
Perempatan yang disebut-sebut menjadi titik awal keberangkatan itu sudah dijejali penonton di sepanjang pinggiran jalan. Terlihat Polisi berompi hijau terang mencoba mengatur lalu-lintas yang mulai terlihat padat merayap. Mereka dibantu sukarelawan panitia dan beberapa pemuda-pemudi berpakaian pramuka. Karena belum juga mulai, aku mengusulkan untuk memesan wedang ronde di warung lesehan sambil menunggu. Sasa yang sudah tak sabar tak setuju, dengan lantang dia berkata "aku ga mau jajan, aku mau nunggu di sini, nanti kalau mulai kan ga kelihatan". Padahal penjual wedang rondenya juga ada di pinggir jalan situ. Dasar anak kecil batinku. Tanpa menghiraukan pihak yang tak setuju aku meminta istriku untuk memesan wedang ronde dan aku menuju tempat lowong yang paling pojok beralaskan tikar. Melihat aku dan Aqila sudah duduk santai, akhirnya Ibu mertua, Sasa, Zidan dan ayah mereka juga ikut menyusul. Aku ledek Sasa yang tadi tegas menolak ajakanku. "Katanya tadi ga mau jajan" ujarku dengan ekspresi meledek yang kental.
"Ya kan aku ga mau jajan wedang ronde... jajan mie ayam bakso aja" jawabnya membela diri.
*****
"Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Laailaaha ilallahhu Allahu Akbar... Allahu Akbar walilla hilhamd...!"
Takbir terdengar lantang dari sound system yang terpasang. Suara jedar jeder dari rombongan drum band mengiringi gema takbir yang dilafalkan. Di sudut jalan juga nampak cahaya dari barisan lampion kotak yang dibawa oleh rombongan anak-anak berjilbab dan berkopyah. Lampionnya digerakkan naik turun sesuai instruksi dan irama lagu yang mengiringi.
Seketika porak poranda lah mangkok wedang ronde yang baru saja terhidang. Sasa dan Zidan langsung teriak-teriak sambil bergegas menuju tepi jalan karena tahu pawai takbir keliling akan dimulai. Aku juga jadi ikut tergesa-gesa beranjak menonton. Untung segera sadar bahwa hangatnya wedang ronde lebih baik dinikmati terlebih dahulu. Aku menghabiskannya sendiri sedangkan rombonganku yang lain sudah siap sedia berdiri di pinggir jalan.
Aku penasaran dengan reaksi Aqila. Ini pertama kalinya dia menyaksikan takbir keliling seperti ini. Raut mukanya kelihatan bingung menyaksikan keramaian di hadapannya. Belum lagi, pawai mobil hias diiringi barisan tua-muda, anak-anak-dewasa, laki-laki-perempuan dengan kostum bermacam-macam. Lampu-lampu juga menyala terang berkedip-kedip penuh warna. Takbir juga terus dikumandangkan dari pengeras suara yang disematkan di masing-masing mobil hias yang melintas.
Banyak sekali yang berpartisipasi. Rombongan mengusung identitas masjid-masjid yang tersebar di kecamatan Playen, Gunung Kidul. Masing-masing menunjukkan kreativitasnya. Ada yang membawa lampion, ada yang memainkan drum band dengan peralatan lengkap, ada juga yang hanya melambai-lambaikan bendera kecil dari kertas minyak. Oh iya, ada juga yang membawa lampu batang warna-warni seperti punya Sasa dan Zidan, juga dilambai-lambaikan. Dari beragam penampilan itu, yang paling banyak dibawa adalah replika Ka'bah, Gajah dan burung ababil. Mereka ber-teatrikal usaha penghancuran ka'bah oleh pasukan gajah yang gagal karena diserang burung ababil yang membawa batu panas. Penonton langsung antusias dan merangsek ke depan saat adegan itu diperagakan.
Pawai takbir keliling seperti sudah akan selesai karena mobil dan motor yang sedari tadi tertahan perjalanannya sudah mulai dipersilahkan lewat oleh aparat yang bertugas. Beberapa penontonpun juga sudah ada yang mulai berjalan pulang. Aku yang sudah mulai lelah dan mengantuk, mengajak istriku dan yang lain untuk kembali ke rumah. Tapi lagi-lagi.... "Aahh.. aku ga mau pulang, itu kan belum selesai, aku mau nonton sampai habis... biar aku marem!" (marem=puas), Sasa kembali resisten dengan rencana-rencanaku.
"Ini uda selesai tauk, tu.. uda pada bubar semua.. uda ga ada yang lewat lagi" jawabku tak mau kalah.
"Iih.. Pakdhe, ga percaya.. tu liat.. masih ada yang lewat tuh!" teriak Sasa sambil menunjuk ke arah rombongan yang baru saja muncul. Kali ini aku yang kalah. Ternyata benar, pawai belum usai, masih ada rombongan yang tersisa. Di kejauhan tampak anak-anak mengenakan pakaian putih-putih membawa lampu warna-warni yang dilambai-lambaikan sambil bertakbir bersama. Di belakangnya diikuti ibu-ibu dengan gamis hitam-hitam juga membawa lampu warna-warni sambil bertakbir dan sesekali tersipu karena tetangganya ada yang menonton. Lalu, diikuti remaja putri dengan gamis hitam dan jilbab kembang-kembang seragam. Mereka sempat membentuk formasi dengan juga melambaikan lampu warna-warni yang di pegang tangan kanan-kirinya. Setelah mendekat mereka semua ternyata memakai masker. Mungkin malu kalau-kalau ada gebetannya yang nonton. Dan yang terakhir, rombongan remaja putera denga alunan drum bandnya mengawal mobil hias ala timur tengah dengan tirai putih dan lampu putih pula.
Wah, ini rombongan dari masjid tempatku sholat isya' tadi. Ternyata di dalam mobil hias tadi ada anak kecil yang didandani seperti abu nawas dan duduk bersila menghadap ke depan. Total sekali penampilannya.
Takbir keliling malam itu berjalan meriah. Semua orang larut dalam suasana suka cita. Hingga tak terasa malam telah cukup larut, saat kini ku terbaring di atas kasur dengan sesekali mengurut kaki sendiri. Di luar sana masih juga terdengar takbir dari sound system mobil-mobil yang melintas. Masih terdengar juga raungan-raungan cempreng motor-motor yang sengaja memamerkan eksistensinya. Ditambah lagi suara dar-der-dor dari kembang api yang tak henti-henti. Padahal hari sudah tengah malam. Semoga kemeriahan ini berlanjut esok hari. Dan Semoga mereka semua tak lupa bahwa besok pagi waktunya Sholat Idul Fitri. Sekian.
Aku browsing sejenak sebelum beranjak pulang dari masjid. Pantas saja, ternyata sidang itsbat telah resmi menetapkan 1 Syawal 1438 H jatuh esok hari. Segera kugeber motor menyusuri jalan kecil yang bopeng di mana-mana, sambil ikut mengumandangkan takbir meski perlahan. Tampak anak-anak kecil berpakaian putih sudah mulai bersiap berkumpul, laki-laki perempuan. Di halaman SMP di depan masjid juga sudah disiapkan mobil yang sudah dihias ala timur tengah dengan lampu putih sebagai penerangan. Semangat sekali mereka. Menggambarkan kebahagiaan menyambut lebaran. Sedangkan aku masih sedikit kikuk, aneh rasanya malam ini, suasana Ramadhan masih melekat di kebiasaan. Tapi di satu sisi aku tentunya menyambut gembira, besok kami berhari raya.
*****
Sasa sudah merengek untuk bergegas berangkat, padahal belum terlihat tanda-tanda akan dimulai. Sasa adalah keponakanku yang 'ngeyelnya' luar biasa meskipun sudah dua tahun sekolah TK. Kami sudah bilang kalau mulainya masih lama, tetap saja dia bergeming, memaksa mengajak segera berangkat. Berkali-kali dia berteriak, "itu sudah kedengeran takbirnya, uda mau jalan...ayo cepet berangkat!"
Belum lagi adiknya, Zidan, yang meski sudah empat tahun tapi ngomongnya belum jelas, ikut merengek mendukung kakaknya untuk segera berangkat. Mereka berdua telah siap dengan menggenggam lampu batang yang bisa menyala warna-warni.
"Itu takbir di Masjid", Aku menjawab singkat dan mencoba mengacuhkan mereka meskipun suaranya memekakkan telinga. Aku masih sibuk memakaikan jaket dan jilbab ke anakku, Aqila, sebagai persiapan agar tak masuk angin keluar malam-malam.
Alhasil setelah semua siap, kami mulai berjalan ke arah jalan besar. Ternyata sudah ramai orang berjajar. Ada yang duduk di atas motor yang distandar. Ada pula yang sengaja membawa karpet untuk duduk lesehan. Tanganku sudah terasa pegal karena berjalan dengan Aqila di gendongan. Tetap kutahan demi anakku bisa memperoleh pengalaman perdananya.
Tak lama ibu mertua berujar, "wiwit e soko prapatan ngarep kono, mlaku mrono wae po?" (mulainya dari perempatan di depan sana, apa kita jalan ke sana saja)
Aku tak terlalu jelas mendengarnya karena jalanan sangat ramai. Melihat aku mengernyitkan dahi, sepertinya istriku mengerti, dia mengulang perkataan ibu mertua "mulainya dari perempatan depan, kita jalan ke sana aja ya"
Terbayang jarak yang masih sekitar dua ratusan meter, lumayan. Tapi aku tetap mengangguk setuju.
Perempatan yang disebut-sebut menjadi titik awal keberangkatan itu sudah dijejali penonton di sepanjang pinggiran jalan. Terlihat Polisi berompi hijau terang mencoba mengatur lalu-lintas yang mulai terlihat padat merayap. Mereka dibantu sukarelawan panitia dan beberapa pemuda-pemudi berpakaian pramuka. Karena belum juga mulai, aku mengusulkan untuk memesan wedang ronde di warung lesehan sambil menunggu. Sasa yang sudah tak sabar tak setuju, dengan lantang dia berkata "aku ga mau jajan, aku mau nunggu di sini, nanti kalau mulai kan ga kelihatan". Padahal penjual wedang rondenya juga ada di pinggir jalan situ. Dasar anak kecil batinku. Tanpa menghiraukan pihak yang tak setuju aku meminta istriku untuk memesan wedang ronde dan aku menuju tempat lowong yang paling pojok beralaskan tikar. Melihat aku dan Aqila sudah duduk santai, akhirnya Ibu mertua, Sasa, Zidan dan ayah mereka juga ikut menyusul. Aku ledek Sasa yang tadi tegas menolak ajakanku. "Katanya tadi ga mau jajan" ujarku dengan ekspresi meledek yang kental.
"Ya kan aku ga mau jajan wedang ronde... jajan mie ayam bakso aja" jawabnya membela diri.
*****
"Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Laailaaha ilallahhu Allahu Akbar... Allahu Akbar walilla hilhamd...!"
Takbir terdengar lantang dari sound system yang terpasang. Suara jedar jeder dari rombongan drum band mengiringi gema takbir yang dilafalkan. Di sudut jalan juga nampak cahaya dari barisan lampion kotak yang dibawa oleh rombongan anak-anak berjilbab dan berkopyah. Lampionnya digerakkan naik turun sesuai instruksi dan irama lagu yang mengiringi.
Seketika porak poranda lah mangkok wedang ronde yang baru saja terhidang. Sasa dan Zidan langsung teriak-teriak sambil bergegas menuju tepi jalan karena tahu pawai takbir keliling akan dimulai. Aku juga jadi ikut tergesa-gesa beranjak menonton. Untung segera sadar bahwa hangatnya wedang ronde lebih baik dinikmati terlebih dahulu. Aku menghabiskannya sendiri sedangkan rombonganku yang lain sudah siap sedia berdiri di pinggir jalan.
Aku penasaran dengan reaksi Aqila. Ini pertama kalinya dia menyaksikan takbir keliling seperti ini. Raut mukanya kelihatan bingung menyaksikan keramaian di hadapannya. Belum lagi, pawai mobil hias diiringi barisan tua-muda, anak-anak-dewasa, laki-laki-perempuan dengan kostum bermacam-macam. Lampu-lampu juga menyala terang berkedip-kedip penuh warna. Takbir juga terus dikumandangkan dari pengeras suara yang disematkan di masing-masing mobil hias yang melintas.
Banyak sekali yang berpartisipasi. Rombongan mengusung identitas masjid-masjid yang tersebar di kecamatan Playen, Gunung Kidul. Masing-masing menunjukkan kreativitasnya. Ada yang membawa lampion, ada yang memainkan drum band dengan peralatan lengkap, ada juga yang hanya melambai-lambaikan bendera kecil dari kertas minyak. Oh iya, ada juga yang membawa lampu batang warna-warni seperti punya Sasa dan Zidan, juga dilambai-lambaikan. Dari beragam penampilan itu, yang paling banyak dibawa adalah replika Ka'bah, Gajah dan burung ababil. Mereka ber-teatrikal usaha penghancuran ka'bah oleh pasukan gajah yang gagal karena diserang burung ababil yang membawa batu panas. Penonton langsung antusias dan merangsek ke depan saat adegan itu diperagakan.
Pawai takbir keliling seperti sudah akan selesai karena mobil dan motor yang sedari tadi tertahan perjalanannya sudah mulai dipersilahkan lewat oleh aparat yang bertugas. Beberapa penontonpun juga sudah ada yang mulai berjalan pulang. Aku yang sudah mulai lelah dan mengantuk, mengajak istriku dan yang lain untuk kembali ke rumah. Tapi lagi-lagi.... "Aahh.. aku ga mau pulang, itu kan belum selesai, aku mau nonton sampai habis... biar aku marem!" (marem=puas), Sasa kembali resisten dengan rencana-rencanaku.
"Ini uda selesai tauk, tu.. uda pada bubar semua.. uda ga ada yang lewat lagi" jawabku tak mau kalah.
"Iih.. Pakdhe, ga percaya.. tu liat.. masih ada yang lewat tuh!" teriak Sasa sambil menunjuk ke arah rombongan yang baru saja muncul. Kali ini aku yang kalah. Ternyata benar, pawai belum usai, masih ada rombongan yang tersisa. Di kejauhan tampak anak-anak mengenakan pakaian putih-putih membawa lampu warna-warni yang dilambai-lambaikan sambil bertakbir bersama. Di belakangnya diikuti ibu-ibu dengan gamis hitam-hitam juga membawa lampu warna-warni sambil bertakbir dan sesekali tersipu karena tetangganya ada yang menonton. Lalu, diikuti remaja putri dengan gamis hitam dan jilbab kembang-kembang seragam. Mereka sempat membentuk formasi dengan juga melambaikan lampu warna-warni yang di pegang tangan kanan-kirinya. Setelah mendekat mereka semua ternyata memakai masker. Mungkin malu kalau-kalau ada gebetannya yang nonton. Dan yang terakhir, rombongan remaja putera denga alunan drum bandnya mengawal mobil hias ala timur tengah dengan tirai putih dan lampu putih pula.
Wah, ini rombongan dari masjid tempatku sholat isya' tadi. Ternyata di dalam mobil hias tadi ada anak kecil yang didandani seperti abu nawas dan duduk bersila menghadap ke depan. Total sekali penampilannya.
Takbir keliling malam itu berjalan meriah. Semua orang larut dalam suasana suka cita. Hingga tak terasa malam telah cukup larut, saat kini ku terbaring di atas kasur dengan sesekali mengurut kaki sendiri. Di luar sana masih juga terdengar takbir dari sound system mobil-mobil yang melintas. Masih terdengar juga raungan-raungan cempreng motor-motor yang sengaja memamerkan eksistensinya. Ditambah lagi suara dar-der-dor dari kembang api yang tak henti-henti. Padahal hari sudah tengah malam. Semoga kemeriahan ini berlanjut esok hari. Dan Semoga mereka semua tak lupa bahwa besok pagi waktunya Sholat Idul Fitri. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar