Supangat sedang giat-giatnya belajar menjadi seorang penulis. Impiannya sejak kecil memang ingin menjadi penulis hebat. Namun karena kesibukan mengejar karir sebagai birokrat, baru akhir-akhir ini dia bisa meluangkan waktunya untuk kembali menekuni dunia tulis menulis. Demi meningkatkan kualitas tulisannya, Supangat juga tak segan untuk mengikuti berbagai pelatihan menulis dari banyak narasumber.
Hingga suatu hari, tanpa diduga di kantor Supangat diadakan pelatihan menulis untuk pegawai yang memang memiliki semangat tinggi untuk membuat karya dari goresan pena (meskipun kini sudah beralih ke keyboard komputer)
Mendengar info tersebut Supangat begitu bersemangat. Tak berpikir dua kali dia langsung menghubungi panitia untuk mendaftar menjadi peserta. Apalagi pembicaranya kali ini adalah seorang penulis yang sudah cukup punya nama.
Singkat cerita, hari itu tiba, Supangat yang sedari rumah sudah berbunga-bunga, segera mengambil bangku terdepan supaya lebih serius menyimak seluruh isi acara. Selama lebih satu jam narasumber menjabarkan berbagai tips dan trik membuat tulisan yang menarik dan disenangi pembaca. Bukan hanya itu, dari materi yang disampaikan juga diselipkan kata-kata motivasi yang sekiranya bisa membuat peserta tergugah untuk mulai mencoba menulis sebanyak-banyaknya.
Saking serunya, Supangat hanya bisa terperangah dengan mulut menganga diiringi anggukan kepala menyimak kalimat demi kalimat dari ahlinya. Dari raut wajahnya tampak rona berseri-seri sambil berimajinasi.
Tibalah saat yang sudah ditunggu-tunggu oleh Supangat, sesi tanya jawab. Di benaknya sudah tercatat pertanyaan yang akan diutarakannya agar dapat diberikan solusi terbaik langsung dari pakarnya. Tak lama dari MC mempersilahkan bertanya, Supangat sudah mengacungkan tangannya tinggi-tinggi, untungnya sebelum berangkat kantor tadi Supangat tidak lupa mandi dan pakai minyak wangi.
Setelah dipersilahkan, Supangat langsung meraih mic yang sudah disediakan panitia. Setelah memperkenalkan diri, Supangat langsung mengutarakan pertanyaannya.
"Terima kasih atas kesempatannya, saya ingin bertanya Mbak, Jadi begini... " sejenak Supangat menghela nafas.
"Sebagai penulis pemula yang sedang mencoba semangat untuk konsisten menulis, seringkali saya mendapat masalah ketika ingin merealisasikan ide saya. Setiap hari saya selalu ada ide yang ingin saya tulis, tetapi sering kali hanya jadi wacana karena tersita kesibukan yang lain. Mohon pencerahannya Mbak bagaimana tips dan cara menyiasatinya?"
"Makasih" Supangat menutup pertanyaannya.
Menanggapi pertanyaan Supangat, narasumber yang merupakan seorang wanita muda tampak berpikir sejenak sebelum mengangkat mic ke depan mulutnya.
"Baik, pertama saya apresiasi sekali ini mas Supangat yang selalu punya ide tiap hari karena yang mahal dari sebuah tulisan itu adalah ide nya. Banyak orang bahkan penulis profesional sekalipun yang malah kesulitan mencari ide tulisannya".
"Kalau dari saya mas, mungkin perlu dirasakan lagi seberapa ingin ide yang ada itu ingin Mas Supangat tulis dan sampaikan. Jadi kita harus benar-benar punya keinginan yang besar untuk menuangkan ide kita tersebut."
"Tips yang mungkin bisa saya sarankan adalah cintai lah objek atau hal-hal dari ide yang Mas Supangat punya. Karena semua orang sudah pasti setuju bahwa jika kita mencintai sesuatu pasti kita akan berkorban dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya."
"Saya kira begitu juga dengan Mas Supangat, kalau Mas Supangat benar-benar mencintai apa yang menjadi ide Mas tadi, pasti akan berusaha sekuat tenaga dan meluangkan waktu untuk bisa menulisnya. Mungkin itu mas yang bisa saya sampaikan"
Narasumber dengan lugas dan jelas menjawab pertanyaan Supangat.
Mendengar jawaban dari pembicara, Supangat tampak malah menundukkan kepala dan mulai menitikkan air mata. Sontak seisi ruangan menjadi bingung, apalagi sang narasumber. Dia jadi salah tingkah dan jadi berfikir apa ada yang salah dengan jawabannya.
"Waduh, Mas apa jawaban saya ada yang salah atau menyinggung? Maaf lho mas" mbak narasumber mencoba mengkonfirmasi
"Ngga kok mbak, ga ada yang salah" jawab Supangat sambil tetap tertunduk.
"Benar yang mbak katakan tadi, kita memang harus benar-benar mencintai ide yang ingin kita tuliskan, tapi mbak... " kalimat dari mulut Supangat terhenti.
"Tapi mbak... masalahnya.... dia sudah punya suami..." Supangat mencoba melanjukan dengan suara yang mulai terasa berat dan air mata yang makin deras.
"Saya benar-benar mencintainya mbak, tapi dia lebih memilih orang lain...makanya saya selalu ga kuat menuliskan ide saya itu" Mas supangat malah terus curhat.
Sesaat kemudian Mas Supangat lari ke pojokan sambil sesenggukan berusaha menahan tangis dan sesekali menyeka air mata. Tamat!
Hingga suatu hari, tanpa diduga di kantor Supangat diadakan pelatihan menulis untuk pegawai yang memang memiliki semangat tinggi untuk membuat karya dari goresan pena (meskipun kini sudah beralih ke keyboard komputer)
Mendengar info tersebut Supangat begitu bersemangat. Tak berpikir dua kali dia langsung menghubungi panitia untuk mendaftar menjadi peserta. Apalagi pembicaranya kali ini adalah seorang penulis yang sudah cukup punya nama.
Singkat cerita, hari itu tiba, Supangat yang sedari rumah sudah berbunga-bunga, segera mengambil bangku terdepan supaya lebih serius menyimak seluruh isi acara. Selama lebih satu jam narasumber menjabarkan berbagai tips dan trik membuat tulisan yang menarik dan disenangi pembaca. Bukan hanya itu, dari materi yang disampaikan juga diselipkan kata-kata motivasi yang sekiranya bisa membuat peserta tergugah untuk mulai mencoba menulis sebanyak-banyaknya.
Saking serunya, Supangat hanya bisa terperangah dengan mulut menganga diiringi anggukan kepala menyimak kalimat demi kalimat dari ahlinya. Dari raut wajahnya tampak rona berseri-seri sambil berimajinasi.
Tibalah saat yang sudah ditunggu-tunggu oleh Supangat, sesi tanya jawab. Di benaknya sudah tercatat pertanyaan yang akan diutarakannya agar dapat diberikan solusi terbaik langsung dari pakarnya. Tak lama dari MC mempersilahkan bertanya, Supangat sudah mengacungkan tangannya tinggi-tinggi, untungnya sebelum berangkat kantor tadi Supangat tidak lupa mandi dan pakai minyak wangi.
Setelah dipersilahkan, Supangat langsung meraih mic yang sudah disediakan panitia. Setelah memperkenalkan diri, Supangat langsung mengutarakan pertanyaannya.
"Terima kasih atas kesempatannya, saya ingin bertanya Mbak, Jadi begini... " sejenak Supangat menghela nafas.
"Sebagai penulis pemula yang sedang mencoba semangat untuk konsisten menulis, seringkali saya mendapat masalah ketika ingin merealisasikan ide saya. Setiap hari saya selalu ada ide yang ingin saya tulis, tetapi sering kali hanya jadi wacana karena tersita kesibukan yang lain. Mohon pencerahannya Mbak bagaimana tips dan cara menyiasatinya?"
"Makasih" Supangat menutup pertanyaannya.
Menanggapi pertanyaan Supangat, narasumber yang merupakan seorang wanita muda tampak berpikir sejenak sebelum mengangkat mic ke depan mulutnya.
"Baik, pertama saya apresiasi sekali ini mas Supangat yang selalu punya ide tiap hari karena yang mahal dari sebuah tulisan itu adalah ide nya. Banyak orang bahkan penulis profesional sekalipun yang malah kesulitan mencari ide tulisannya".
"Kalau dari saya mas, mungkin perlu dirasakan lagi seberapa ingin ide yang ada itu ingin Mas Supangat tulis dan sampaikan. Jadi kita harus benar-benar punya keinginan yang besar untuk menuangkan ide kita tersebut."
"Tips yang mungkin bisa saya sarankan adalah cintai lah objek atau hal-hal dari ide yang Mas Supangat punya. Karena semua orang sudah pasti setuju bahwa jika kita mencintai sesuatu pasti kita akan berkorban dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya."
"Saya kira begitu juga dengan Mas Supangat, kalau Mas Supangat benar-benar mencintai apa yang menjadi ide Mas tadi, pasti akan berusaha sekuat tenaga dan meluangkan waktu untuk bisa menulisnya. Mungkin itu mas yang bisa saya sampaikan"
Narasumber dengan lugas dan jelas menjawab pertanyaan Supangat.
Mendengar jawaban dari pembicara, Supangat tampak malah menundukkan kepala dan mulai menitikkan air mata. Sontak seisi ruangan menjadi bingung, apalagi sang narasumber. Dia jadi salah tingkah dan jadi berfikir apa ada yang salah dengan jawabannya.
"Waduh, Mas apa jawaban saya ada yang salah atau menyinggung? Maaf lho mas" mbak narasumber mencoba mengkonfirmasi
"Ngga kok mbak, ga ada yang salah" jawab Supangat sambil tetap tertunduk.
"Benar yang mbak katakan tadi, kita memang harus benar-benar mencintai ide yang ingin kita tuliskan, tapi mbak... " kalimat dari mulut Supangat terhenti.
"Tapi mbak... masalahnya.... dia sudah punya suami..." Supangat mencoba melanjukan dengan suara yang mulai terasa berat dan air mata yang makin deras.
"Saya benar-benar mencintainya mbak, tapi dia lebih memilih orang lain...makanya saya selalu ga kuat menuliskan ide saya itu" Mas supangat malah terus curhat.
Sesaat kemudian Mas Supangat lari ke pojokan sambil sesenggukan berusaha menahan tangis dan sesekali menyeka air mata. Tamat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar