Wacana pemindahan Ibu Kota Negara yaitu DKI
Jakarta mulai didengungkan kembali, hal ini pertama kali didengungkan pada saat
pemerintahan Presiden Soekarno yang ingin memindahkan ibu kota negara dari
Jakarta ke Palangka Raya, tetapi sebelum hal ini terealisasi, Presiden Soekarno
sudah lengser terlebih dahulu. Kemudian wacana pemindahan Ibu kota Negara
kembali digulirkan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, diusulkan
pemindahan ibu kota negara ke Jonggol, tetapi lagi-lagi hal ini tidak
terealisasi kembali hingga berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Kemudian masa pemerintahan Presiden SBY juga mewacanakan isu pemindahan ibu
kota negara hingga masa pemerintahan Presiden Jokowi saat ini. Wacana
pemindahan ibu kota negara pada pemerintahan Presiden Jokowi saat ini, sedang
dalam tahap kajian di Bappenas. Lokasi ibu kota masih belum ditetapkan, ada
yang menyebutkan Jonggol hingga Palangka Raya atau kota lain di Kalimantan.
Tulisan ini bukan merupakan kajian yang
komprehensif mengenai pemindahan ibu kota negara, tidak mengkaji kota mana yang
tepat menjadi ibu kota negara baru, tidak mengkaji perlu atau tidaknya
pemindahan ibu kota negara, tetapi melihat secara sederhana dampak anggaran
yang ditimbulkan dari pemindahan ibu kota negara. Karena, pemindahan ibu kota
negara mau tidak mau, besar maupun kecil, pasti akan membebani APBN. Sebesar
apa beban APBN kita? saya akan coba uraikan satu-satu dengan asumsi ibu kota
negara pindah ke Palangka Raya.
Pertama, apa yang paling dibutuhkan suatu
pemerintahan? tentu saja adalah gedung pemerintahannya. Hingga tahun 2017 ini,
terdapat 88 Kementerian Negara/Lembaga dan apabila benar-benar terjadi
pemindahan ibu kota negara, maka kemungkinan besar 88 Kementerian
Negara/Lembaga (K/L) tersebut juga akan dipindahkan (tentu saja kalo saat
pemindahan nanti jumlahnya masih 88, semoga saya juga tidak salah ngitung
jumlah K/L). Dengan jumlah 88 K/L, maka perlu 88 ruangan untuk Menteri dan
Pimpinan Lembaga serta jajarannya. Dengan menggunakan standar ruangan dari
Kementerian PU-PR dan jumlah PNS Pemerintah Pusat dari BPS, maka perhitungan
kebutuhan gedung adalah sebagai berikut:
Sumber
: Kementerian PUPR
(Keterangan : standar rata-rata
ruang kantor tingkat Direktorat (Unit Eselon II) adalah 10 m2/pegawai (angka
rata2 termasuk Direktur dan Kasubdit))
Sumber : Pemerintah Kota Palangka Raya
Jumlah PNS Menurut Jenis Kepegawaian dan Jenis Kelamin, Desember
2013 dan Desember 2014
Sumber : Badan Pusat Statistik
Apabila melihat dari data harga
satuan tertinggi gedung negara untuk kota Palangka Raya dan data jumlah PNS
Pemerintah Pusat, maka didapat angka kebutuhan anggaran gedung kantor dengan
perhitungan sebagai berikut:
Total Menteri = 406 m2 x 89
(Pimpinan Lembaga) = 36.134 m2
Biaya Total Menteri = 36.134 x 4.172.000
=
150.751.048.000
Total Eselon I =
197 m2 x 306
=
60.282 m2
Biaya Total Eselon I = 60.282 x 4.172.000
=
251.496.504.000
Total Direktorat = 10 m2 x 909.426
=
9.094.260 m2
Biaya Total Direktorat = 9.094.260 x 4.172.000
=
37.941.252.720.000
Total Biaya =
150.751.048.000 + 251.496.504.000 + 37.941.252.720.000
=
38.343.500.272.000
Berdasarkan
hasil perhitungan, maka anggaran yang dibutuhkan untuk membangun gedung
Pemerintah Pusat adalah sebesar Rp38.343.500.272.000,00. Angka tersebut merupakan
perhitungan paling minimal yang harus dipenuhi karena menggunakan angka untuk
pembangunan gedung bertingkat sederhana.
Pembangunan gedung juga memerlukan
pengadaan tanah terlebih dahulu, dengan menggunakan luas minimal yaitu untuk
total gedung Menteri (dan pimpinan lembaga), Eselon I, dan Direktorat, maka
luas keseluruhan dalam m2 adalah 36.134 m2 + 60.282 m2 + 9.094.260 m2 = 9.190.676 m2 dan NJOP Kota Palangka Raya sebesar Rp400.000,00 per
m2 (sesuai dengan Perda Kota Palangka Raya), maka kebutuhan anggaran untuk
pengadaan tanah adalah sebesar 9.190.676 x 400.000 = Rp3.676.270.400.000,00.
Selain
kebutuhan anggaran untuk pembangunan gedung dan pengadaan tanah, perlu anggaran
untuk belanja barang operasional. Mengambil data dari BI Anggaran untuk tahun
anggaran 2017, belanja barang operasional untuk seluruh Kementerian
Negara/Lembaga di Kantor Pusat adalah sebesar Rp26.564.170.166.000,00.
(Keterangan: data
diambil dengan memfilter untuk seluruh belanja barang operasional dan seluruh
K/L yang berlokasi di DKI Jakarta, Satker yang berlokasi di DKI Jakarta masuk
kedalam penghitungan).
Dengan
melakukan penghitungan untuk biaya pembangunan gedung dan kebutuhan belanja
barang oprasional, maka suatu gedung pemerintahan agar dapat digunakan
memerlukan biaya total untuk seluruh Kementerian Negara/Lembaga adalah sebesar
:
Rp38.343.500.272.000,00+Rp3.676.270.400.000,00+Rp26.564.170.166.000,00=Rp68.583.940.838.000,00. Hasil perhitungan tersebut merupakan angka minimal, dan
kemungkinan besar bisa 2 kali lipat kebutuhan yang perlu dianggarkan.
Kedua, perlunya
perumahan bagi PNS. Penyediaan perumahan bagi PNS yang ikut pindah, hal ini dapat
diberikan berupa subsidi, pembiayaan dengan bunga rendah, atau membangun rumah
dinas untuk seluruh PNS. Apakah akan membebani APBN? Apabila bentuknya adalah
keringanan pembiayaan, tidak akan membebani APBN, tapi apabila harus diberikan
subsidi dan memberikan seluruh PNS rumah dinas, maka ini akan sangat membebani
APBN. Apabila seluruh PNS diberikan
rumah dinas, dengan anggaran per rumah Rp200.000.000,00, maka untuk memenuhi
kebutuhan 909.426 PNS adalah sebesar Rp181.885.200.000.000,00.
Ketiga, pemindahan Ibu
Kota Negara juga perlu memikirkan penambahan pembangunan untuk pengelolaan air
bersih, pemenuhan energi, transportasi, jalan, ruang terbuka hijau, sanitasi,
drainase, penambahan rumah sakit, penambahan sekolah, dan lain sebagainya.
Kebutuhan tersebut dapat dibebankan oleh APBD karena nantinya akan dikelola
oleh Pemerintah Daerah itu sendiri. Perlu ada kesepakatan antara Pemerintah
Pusat dengan pemerintah Daerah, bahwa untuk penyediaan transportasi dan
infrastruktur dasar, dapat dibebankan melalui APBD, BUMD, maupun BUMN.
Keempat, sesuai hasil
penghitungan sederhana yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan
anggaran yang akan dibebankan oleh APBN, seminimalnya adalah untuk pembangunan
gedung pemerintahan beserta pengadaan tanah dan apabila dimungkinkan adalah
membangun perumahan bagi seluruh PNS. Berdasarkan dua hal itu saja, maka
anggaran yang akan dibebankan pada APBN adalah sebesar Rp68.583.940.838.000 + Rp181.885.200.000.000,00 = Rp250.469.140.838.000,00
(250,5 triliun). Kebutuhan 250,5 triliun
dapat dibebankan selama beberapa tahun anggaran dan untuk kebutuhan rumah bagi
PNS dapat bekerjasama dengan BUMN, BUMD maupun Swasta agar memperoleh skema
yang lebih meringankan terhadap beban APBN.
(tulisan ini dibuat dalam
rangka iseng-iseng belaka, apabila ada yang tidak berkenan, dapat didiskusikan
secara santai dan mungkin bisa sambil ngopi-ngopi..hehehe)
Terimakasiiih....
BalasHapusSama2 Pak...
Hapusmungkin pembuat kebijakan di atas sana menimbang belanja Rp250 T itu punya efek multiplier luar biasa buat pembangunan Indonesia Tengah & Timur. Mboh ya, iseng juga sih duganya ... he he
BalasHapusTujuaannya bisa jadi di pemerataan Pak, karena kalo kita lihat data PDRB, 56℅ PDB itu di pulau jawa, dan 16℅ nya di Jakarta. Nanti akan saya coba buat ulasan lagi. Hehehe
HapusNahhh ... ditunggu yaaa ... btw, saya lebih suka dipanggil mbak. Hi hi hi
HapusMohon maaf Mbak, saya kira Bapak..hehehe
HapusIseng yang luar biasa....
BalasHapusPusing Bu kalo mikirin kerjaan terus, hehehe
Hapus