Berdasarkan salah satu hasil survey yang dilakukan oleh Chapman University Tahun 2015 (https://www.washingtonpost.com/news), public speaking merupakan "the biggest phobia after death". Lebay? mungkin iya, tapi faktanya berbicara di depan umum merupakan hal yang menakutkan bagi kebanyakan orang. "Mending lari keliling lapangan deh" atau "mending berantem ama preman" dan masih banyak lagi komentar pada saat seseorang diminta berbicara di depan umum.
Gemetar, mual, keringat dingin adalah gejala-gejala yang dialami seseorang yang 'terpaksa' melakukan public speaking. Gejala tersebut mungkin berbeda-beda untuk tiap orang, baik jenis maupun levelnya, tapi umumnya itulah yang dialami seorang public speaker.
Sebagai seorang yang terkenal 'banyak omong', saya pun sebenarnya memiliki phobia tersebut. Kalau tidak terpaksa sama sekali, saya memilih untuk tidak melakukan public speaking. Rasa percaya diri langsung 'terjun bebas', tidak bisa tidur, deg-deg an, bolak-balik ke kamar kecil adalah gejala-gejala yang saya alami. Takut, bener-bener takut.
Ketika ada tawaran training (Diklat) public speaking dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) akhir Februari 2017 yang lalu, saya langsung menyatakan kesediaan berpartisipasi. Buat saya, ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Tidak mungkin saya menghindari public speaking seumur hidup saya, apalagi nanti suatu saat saya menjadi Dirjen (Aamiin) yang pasti akan banyak melakukan kegiatan tersebut. Lokasi training di Magelang juga merupakan daya tarik sendiri untuk diklat ini. Sudah terbayang wisata kuliner yang enak dan murah serta jalur gowes yang menantang di Magelang. Tapi tujuan utama saya adalah untuk mengetahui dan mendapatkan ilmu tentang public speaking.
BPPK Magelang ternyata telah merancang diklat ini dengan sangat baik. Metode penyampaiannya dilakukan dengan interaktif. Pendekatan pelatihan adalah untuk memperkuat tehnik opening, content dan closing yang merupakan inti dari sebuah public speaking. Peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil kemudian berlatih menerapkan teori-teori yang diberikan di depan kelompok masing-masing. Kegiatan praktek yang terus-menerus membuat diklat ini tidak membosankan. Mentor-mentor yang berpengalaman juga berhasil membawa suasana segar, sehingga pelatihan dari pagi sampai sore terasa menyenangkan. Selalu ada hal yang memancing tawa karena peserta tidak dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaannya saat berbicara seperti selalu bergoyang-goyang, menggaruk-garuk hidung, bahkan mengeluarkan suara-suara layaknya mc acara dangdutan hahaha.
Di diklat ini saya baru sadar, bahwa public speaking bukan hanya berdiri lalu berbicara di depan orang banyak. Lebih dari itu, public speaking adalah suatu kegiatan komunikasi dilakukan untuk mencapai berbagai tujuan. Public speaking adalah suatu kesadaran yang dipersiapkan, dilatih terus menerus sehingga menjadi kebiasaan. Saya mendapatkan banyak ilmu baru, pengetahuan yang sangat membantu saya untuk melakukan public speaking yang baik dan berkesan. 5 hari pelatihan tentunya tidak cukup untuk menjadi mahir, tapi sudah lebih dari cukup sebagai dasar untuk melangkah menjadi seorang public speaker.
Di akhir pelatihan, peserta harus menyiapkan sebuah acara sosialisasi untuk satuan-satuan kerja di Magelang. Semua peserta harus tampil dengan fungsi masing-masing. It is a real test. Alhamdulillah kami dapat melaksanakannya dengan baik dan respon dari peserta juga cukup baik. Pelatihan ditutup dengan workshop dari praktisi public speaking; Ibu Bonita dari Semarang. Sesi ini merupakan 'penghalusan' tehnik-tehnik yang telah diajarkan sebelumnya.
Sekali lagi, pelatihan ini hanyalah dasar, bekal bagi sebuah perjalanan. Bagaikan batu cincin yang belum diasah, tembaga yang belum ditempa. Bukankah tidak ada pensil yang tiba-tiba runcing? sama halnya tidak ada pisau yang tiba-tiba tajam. Semua kembali kepada pemiliknya, untuk membiarkannya menjadi tumpul atau mengasahnya terus menerus hingga tajam dan berkilau.
Kembali ke hasil survey di atas, public speaking seperti halnya kematian seharusnya tidak perlu ditakuti selama kita sudah mempersiapkannya.
*berikut tautan public speaking yang saya lakukan selama diklat:
https://youtu.be/Agry_9Vszkw
Jadi teringat prinsip 10.000 jam dari workshop hari ini. Katanya, semua keahlian baru bisa dikatakan "ahli" kalau sudah pengalaman lebih dari 10.000 jam.
BalasHapus