Catatan Harian Ahmad Wahib dan Pergolakannya yang Tak Pernah Selesai
Gaya penyampaian Ahmad Wahib berbeda jika dibandingkan dengan Abdurrahman Wahid yang notabene sejak kecil sudah hidup di lingkungan pesantren yang tradisional. Pun juga berbeda dibandingkan dengan Nurcholis Madjid yang memang sempat mengenyam pendidikan sastra dan filsafat di perguruan tinggi di Saudi Arabia. Ahmad Wahib lebih liar dan tanpa dasar. Namun, menurut saya pribadi hal tersebut justru menjadi kelebihannya. Hentakan-hentakan pada tiap kata-katanya sangat natural, khas pergolakan pribadi yang dituangkan dalam medium catatan harian. Hal ini saya kira adalah semacam gejala umum pada tiap pribadi dalam proses pencarian.
Apa yang dilakukan oleh Ahmad Wahib, saya kira tidak ada bedanya dengan usaha Rasul Ibrahim AS ketika mencari Tuhannya. Perbedaannya, di sini Ahmad Wahib hendak mengkritisi konsep ketuhanan yang selama ini telah dianggap mapan. Orang mungkin akan mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Wahib sungguh keterlaluan. Ya, dia mengkritisi kesempurnaan Tuhan. Namun demikian, menurut saya yang terjadi adalah perbedaan perspektif dalam memandang konsep Tuhan itu sendiri. Secara umum orang menganggap Tuhan hanya sebatas pada sesembahan. Namun, Wahib ingin melahirkan konsep berketuhanan yang lebih intim. Dia ingin menjadikan Tuhan itu sebagai teman diskusi. Coba saja baca buku tersebut, maka akan Anda temukan Wahib merasa kesepian, dia selalu berharap dapat bertemu dengan Tuhan dan berdiskusi dengannya. Dia juga begitu merindukan kehadiran Rasul Muhammad yang seandainya dilahirkan pada zaman sekarang, mungkin dia akan mencabut sunnah-sunnah yang dulu pernah dilakukannya.
Apakah salah menjadi muslim seperti Wahib?
Pada akhirnya Wahib harus meninggal pada usia yang begitu muda. Soe Hok Gie pernah berujar, orang yang paling beruntung adalah yang tidak pernah dilahirkan sama sekali dan orang yang mati muda. Wahib barangkali begitu beruntung, setidaknya dia tidak perlu menunggu waktu yang terlalu lama untuk mendengar jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya tersebut langsung dari Tuhan Yang Maha Kasih. Barangkali juga, Wahib kini sedang berdiskusi dengan Tuhan tentang hal-hal lain yang tak sempat ia tanyakan ketika masih hidup dulu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar